Dari Bukit Lawang, kami menuju Berastagi dan menginap satu malam disana sebelum berangkat ke Samosir. Karena sampai di Berastagi sudah malam dan besoknya harus berangkat pagi-pagi, tempat yang dikunjungi di Berastagi hanyalah pasar buah. Saya suka pasar buah ini, selain produk yang dijual benar-benar menarik mata, pasar ini juga bersih sekali. Pedagang buah-buahan berdampingan dengan pedagang bunga membuat pasar ini semakin segar. Kami tidak lupa memborong jeruk Medan yang enak sekali untuk di perjalanan.
|
Kesemek, jeruk, markisa, stroberi, manggis, salak..tinggal dipilih :) |
|
Aneka tanaman dan bebungaan yang menyegarkan mata |
Untuk mencapai Samosir, kami minta pak supir mengambil rute memutar agar bisa melihat air terjun Sipisopiso baru kemudian menyusuri jalur Merek - Tongging - Tele - Pangururan. Saya sendiri baru tahu kalau Samosir sendiri ternyata bukan murni pulau yang terpisah dari daratan. Umumnya wisatawan yang berkunjung ke Samosir mengambil rute Medan - Prapat disambung dengan menumpang
ferry ke Samosir.
Sepanjang jalan dari Berastagi menuju Merek, di sisi kiri dan kanan jalan terdapat perkebunan jeruk. Bahkan di beberapa tempat, saya dapat melihat jelas pohon-pohon itu digelayuti buah-buah jeruk yang ranum dan sudah terbayang segar dan manisnya...
nyaammm. Kios-kios penjual jeruk berdiri tepat di depan perkebunan dan banyak diantaranya memasang papan bertuliskan "bisa petik sendiri". Kalau saja kami tidak dikejar waktu, rasanya ingin berhenti sebentar dan merasakan mencicipi buah jeruk Medan hasil petikan tangan sendiri di daerah asalnya. Di Merek, laju kendaraan sempat tersendat karena ada pasar, tapi setelah itu jalan normal kembali sampai Sipisopiso.
Pemandangan di Sipisopiso teramat cantik dengan satu sisi Danau Toba dan sisi lain air terjun setinggi 120 meter. Puas menikmati pemandangan air terjun, kami melanjutkan dengan makan siang di salah satu warung disana dengan menu khas masakan Melayu dan jus alpukat yang enaakk sekali plus pemandangan di belakang warung yang sangat cantik. Setelah perut kenyang perjalanan dilanjutkan kembali.
|
Bukit "Teletubbies" dari belakang warung tempat kami makan siang |
Bagi yang tertarik ke Samosir dengan mencoba rute via Tele, perlu diingat bahwa di sepanjang jalan tidak berujung dengan kondisi jelek yang menghubungkan Merek - Tele tidak ada apapun selain rumah-rumah penduduk, itupun dengan jarak berjauhan. Sempat terlihat rumah dengan kios di depannya, tapi melihat kerumunan pria yang sedang berkumpul disana, kami mengurungkan niat untuk mampir. Kami berniat berhenti untuk meluruskan pinggang tapi tertunda sampai akhirnya menemukan warung kopi sekaligus toilet tidak jauh dari Tele.
Namun, kelelahan kami terbayar begitu memasuki Tele. Menurut
Noni, ayahnya yang sering mengambil rute ini bilang bahwa pemandangan Danau Toba dari Tele tiada duanya dan itu benar adanya. Kata yang tepat menggambarkan pemandangan tersebut adalah SPEKTAKULER! Sepanjang perjalanan, kami puas memandangi keelokan bentang alam Danau Toba yang sangat memesona. Apalagi cuaca masih cerah ketika kami lewat sehingga mata ini semakin dimanjakan dengan kilauan air danau dan semburat hijau coklat perbukitan yang membatasinya berlatar belakang langit biru. Semua lelah dan pegal karena duduk berjam-jam di mobil seakan terbayar dengan melihat semua keindahan itu. Tidak salah kami melewati Tele, walaupun mungkin lain kali akan berpikir dua kali sebelum mengulang perjalanan darat ini. Lucunya, kali ini saya tidak blingsatan mengabadikan keelokan pemandangan Toba. Bagaimana mau blingsatan? ada bocah yang tertidur nyenyak di pangkuan saya, dan akhirnya hanya mata dan ingatan yang merekam semuanya dari atas mobil yang melaju. Jadinya, pas pulang, saya cari-cari foto di Internet sampai menemukan foto pemandangan danau Toba dari arah Tele yang sangat cantik di
blog mbak Samantha yang seorang penyuka travelling, persis sama dengan seperti yang saya lihat selama perjalanan. Namun, ketika perjalanan kembali ke Medan, dan lewat Tele lagi, saya berhasil mengambil foto, setidaknya cukup untuk mengingatkan betapa indahnya pemandangan yang kami lihat.
|
Jalan berkelok mengikuti kontur bukit |
|
Pagi di dekat menara pandang Tele |
|
Bukit-bukit yang diselimuti kabut tipis |
Memasuki Pangururan, hujan deras turun seperti ditumpahkan dari langit. Kami mengisi bensin di satu-satunya pombensin di Pangururan sebelum menuju Tuk Tuk, tempat kami menginap selama di Samosir. Pantas saja perjalanan terasa masih jauh meskipun sudah di wilayah Samosir, karena dari Pangururan kami masih memutari hampir sebagian utara Samosir, yaitu Simanindo, Ambarita, sebelum akhirnya sampai di Tuk Tuk. Belum setengah perjalanan, hujan berhenti sehingga kami bisa menikmati sedikit pemandangan sepanjang jalan.
Di Tuk Tuk, kami menginap di
Tabo Cottages yang memproduksi roti rumahan yang enak. Setelah mencoba restorannya, saya baru tahu kalau di hotel ini juga tidak menyediakan
pork dalam daftar menu mereka. Sebenarnya, ada banyak alternatif hotel yang bisa dipilih di Tuk Tuk, tergantung selera masing-masing. Buat saya yang memang tidak
berani berniat berenang di danau cukup puas dengan hotel ini.
|
Salah satu sisi Danau Toba |
|
Pertunjukan tarian tradisional di Museum Huta Bolon Simanindo |
|
Tari Sigale-Gale |
|
Makam raja-raja Samosir |
|
Mendung di Danau Toba |
|
Kursi batu Raja Siallagan di Ambarita |
|
Kondisi jalan di Tuk Tuk |
|
Kompak lihat kamera :) |
Dua malam di Samosir jelas jauh dari cukup. Selama disana, kami berkesempatan mengunjungi museum Batak di Simanindo dan peninggalan megalitikum Siallagan (
stone chairs). Keinginan mengunjungi makam Raja Sidabutar di Tomok terpaksa diurungkan karena jalan menuju Tomok padat merayap dengan kendaraan yang mengantri diangkut
ferry ke Parapat.
O ya, tidak lupa kami juga ke Romlan untuk mencoba
apple donut yang sangat direkomendasikan Noni. Bayangan tentang
apple donut hancur seketika saat mbaknya bilang tidak ada,
hiks...jauh jauh ke sini kan mau mencicipi
apple donut :(. Karena sudah terlanjur ada disana, sedikit kecewa gara-gara si
apple donut, cuaca mendung (selama di Samosir, cuaca memang kurang bersahabat, kalau tidak hujan rintik ya berawan), yang paling cocok adalah makan...mie instan pakai telur dan cabe rawit plus teh manis hangat! Kekecewaan semakin terobati ketika kami memutuskan memesan
banana donut. Saya belum tahu bagaimana enaknya
apple donut mereka, tapi
banana donut mereka sukses bikin kami bertiga ketagihan...begitu legit dan pas manisnya. Kalau diingat sekarang, menyesal cuma pesan satu porsi, harusnya minta bungkus untuk dimakan di perjalanan pulang.
Hari ketiga di Samosir, kami berangkat jam lima pagi dari hotel demi mendapatkan antrian
ferry tapi sesampainya disana, sudah ada kurang lebih enampuluh mobil (hasil hitungan dan tanya-tanya pak supir) berderet di depan kami. Hari Sabtu itu adalah hari terakhir libur tahun baru, jadi wajar kalau arus balik ke Medan sangat padat. Waduh, bisa-bisa tidak dapat
ferry hari ini, pikir kami. Akhirnya, pak supir putar balik dan ambil rute via Tele lagi, kali ini tidak lewat Merek, tapi lewat jalan lain yang menuju Sidikalang, namun tembus di jalan setelah Merek.
Alhamdulillah, setelah sembilan jam perjalanan, diselingi makan siang yang super nikmat di restoran Garuda, kami bisa kembali ke pelukan kota Medan yang, lagi-lagi, sedang hujan.
Akhirnya, kesampaian juga keinginan saya untuk bisa melihat danau vulkanik terbesar di dunia yang bahkan bisa terlihat dari bulan ini. Sebelum bekerja dengan para peneliti kegunungapian, saya hanya tahu Danau Toba sebatas nama dan di propinsi mana ia berada. Sekarang, dari rangkaian perbukitan tinggi menjulang di Samosir, saya dapat melihat sendiri bagaimana kekuatan alam berupa letusan supervulkanik Toba terjadi, yang menurut data dari
sini terjadi sekitar 74,000 tahun lalu. Alam Indonesia memang tiada duanya!
aku belum pernah kesana nih :) Salam kenal ya
ReplyDeleteKalau gitu, harus dimasukkan dalam daftar jalan-jalan sama keluarga mbak :). Salam kenal kembali dan terimakasih sudah mampir..
DeleteWah pemandangannya indah mbak, hijau-hijau gitu, jadi kepengen kesana :)
ReplyDeleteKunjungan perdana mbak, salam kenal yah :)
Pasti di Sulawesi juga banyak tempat indah seperti ini ya? Makasih sudah mampir, salam kenal kembali :)
Delete1 lagi nih mbak, kok blognya gak dipasangin tempat follow? atau minimal ada google+ nya biar bisa mampir lagi kesini
ReplyDeleteHehe, gitu ya? baiklah, nanti ditambahin deh. Makasih ya dek untuk masukannya.
Deleteindah sekali pemandangannya, kursi-kursi yang terbuat dari batu itu unik sekali :D
ReplyDeletehai Indi, salam kenal. Lebih unik lagi cerita dibalik kursi-kursi itu sih, lebih tepatnya menyeramkan :(.
DeleteHallo, salam kenal ya. Nemu blog ini karena lagi nyari info soal danau Toba terutama perjalanan dari Tuktuk ke Berastagi/Tongging via Tele.
ReplyDeletePingin nanya, serem nggak sih jalannya kalo lewat Tele? Liat di foto kayaknya serem ya, apalagi kalo dari Tuktuk berarti drivingnya di sisi lembah ya?
Tapi pada dasarnya aman kan driving disana? Makasih ya sebelumnya.
Salam, Maria
Halo Maria, salam kenal juga..seingat saya perjalanan via Tele gak seram banget, cuma sepi aja, perumahan penduduknya jarang-jarang dan berjauhan. Memang jalannya berkelok-kelok dan salah satu sisinya lembah jadi harus ekstra hati-hati. Waktu itu kami sewa mobil beserta supir yang sudah biasa dengan rute via Tele supaya merasa lebih tenang, walau tetap saja, jalannya bikin mual..tapi seru kok...apalagi kalau jalan beramai-ramai, puass lihat pemandangannya..Selamat jalan-jalan ya :)
DeleteSalam kenal Mbak,saya April rencana ke Samosir mampir ke Berastagi dulu. Kalau dari Berastagi ke Samosir via Tele brp lama Mbak? Lebih dekat/cepat mana dibanding lwt Parapat nyeberang pakai Feri?
ReplyDelete