Thursday 10 November 2016

Travel Log Column Winner of The Month Air Asia Travel3Sixty Inflight Magazine: In the Presence of Beauty

Siapa sangka kalau tulisan perjalanan kami ke Siem Reap, Kamboja yang saya kirim ke rubrik Travel Log Column di Majalah Travel3Sixty terpilih menjadi pemenang? Senangnya mendapatkan kejutan tidak terduga. Cerita lengkapnya dapat dibaca di tautan ini.



 Terima kasih Travel3Sixty :)

Wednesday 9 November 2016

TravelXpose Edisi Oktober: Menapaki Negeri Kastil di Lembah Loire

Wilayah lembah Loire menjadi sangat akrab dengan saya selama tujuh tahun terakhir, karena disana mertua tinggal yang sekaligus merupakan tempat tujuan kami jika pulang kampung ke Perancis. Keindahan alam di wilayah ini memang tidak dapat dipungkiri, apalagi dengan ratusan kastil-kastil bersejarahnya yang seolah membawa kita ke negeri mimpi. Cantiknya lembah Loire diungkap dalam majalah TravelXpose edisi Oktober 2016.


Selamat bertualang ke negeri dongeng di Lembah Loire!

Monday 3 October 2016

Terdampar di Luxembourg

Awalnya, perjalanan kami selama dua malam di Luxembourg direncanakan berkisar di area pedesaannya dekat tempat kami akan menginap, yaitu Larochette-Medernach. Apa daya, pada malam ketibaan kami disana, Luxembourg diguyur hujan es yang memaksa kami berhenti di pinggir jalan. Ketika hujan mereda dan kami bermaksud meneruskan perjalanan, kami baru sadar kalau telah terjadi banjir besar, bahkan di mulut jalan menuju Larochette-Medernach ada sebuah mobil yang terendam sementara pemiliknya sedang menunggu bantuan datang. Beruntung, malam itu, ada akses wi-fi milik orang baik hati yang memungkinkan kami membatalkan akomodasi di Larochette-Medernach dan kemudian mencari akomodasi lain yang terletak di daerah bebas banjir. Akhirnya, setelah hampir empat jam berada dalam ketidakpastian, kami bisa melanjutkan perjalanan ke kota Luxembourg dan tiba di hotel larut malam di bawah hujan rintik-rintik.  

Keesokan harinya, dengan mempertimbangkan cuaca di Luxembourg yang kurang bersahabat, akhirnya kami memperpendek waktu kunjungan dan langsung kembali ke Perancis pada hari yang sama. Waktu yang hanya setengah hari kami gunakan untuk berkeliling pusat kota saja.

Negara seluas 2,587 kilometer persegi ini terbagi menjadi lima wilayah, yaitu Les Ardennes et leurs Parc Naturels (berbatasan dengan Belgia dan Jerman), Luxembourg, la Capitale et ses environs (berbatasan dengan Belgia), Region Mullerthal, Petite Suisse Luxembourgeoise (termasuk di dalamnya Larochette, tujuan awal kami). La Moselle (masuk kawasan Schengen yang berbatasan dengan Perancis dan Jerman), serta Les Terres Rouges (berbatasan dengan Belgia). 

Pusat kota di akhir pekan cukup ramai, mulai dari kursi di restoran/kafe yang penuh terisi, pasar akhir pekan, hingga pertunjukan kelompok musisi mempertontonkan keahlian mereka. Pusat kota umumnya dipenuhi deretan toko-toko mahal dan restoran chic dengan pengunjung yang tak kalah chic-nya. Tempat tinggal keluarga kerajaan Luxembourg juga terdapat di pusat kota, yaitu Grand Ducal Palace, istana bergaya Renaissance dari abad ke 16 yang dibuka untuk umum selama musim panas ketika keluarga kerajaan pergi berlibur. Selain itu, ada pemutaran film yang dilakukan di salah satu bagian istana. Menarik ya? tempat tinggal keluarga kerajaan juga bisa difungsikan sebagai ruang publik. Apalagi mengingat lokasinya yang terletak di jantung kota Luxembourg, dimata saya istana ini berbeda dengan istana tempat tinggal keluarga kerajaan yang umumnya berpenjagaan ketat dengan daerah steril beberapa ratus meter jauhnya.

Yang juga mengesankan untuk saya selama berada di Luxembourg adalah pasar barang bekas yang menjual koleksi barang vintage yang tentu saja harganya jauh dari kata murah. Mulai dari lemari antik, peralatan makan terbuat dari perak dan kristal, hingga piring-piring cantik yang saya bayangkan dipakai di meja makan para bangsawan jaman dahulu ada di pasar ini.
 
Tiga gadis muda yang mempertontonkan keahlian mereka bermusik
Sayur-mayur di pasar akhir pekan


Takjub dengan bawang putihnya yang berukuran raksasa

Grand Ducal Palace yang terletak di pusat kota
Pintu masuk istana Grand Ducal

 

Surganya penggemar produk Villeroy & Boch...jadi bermimpi punya rumah sendiri :)



Kelompok musisi lain yang sedang unjuk keahlian

Keramaian di pasar akhir pekan

Cantik-cantik...dan tentu saja mahal!!!

Bersepeda asyik keliling pusat kota
Jauh-jauh ke Luxembourg, ketemunya sama gajah lagi, gajah lagi :p
Ternyata ada juga kabel listrik melambai-lambai di pusat kota Luxembourg :)

Saturday 24 September 2016

Suatu Sore di Château de l'Islette

Château de L'Islette (dibaca: syato de lilet) adalah salah satu kastil di kawasan lembah Loire, tidak jauh dari kastil besar nan terkenal Azay-le-Rideau. L'Islette atau dalam bahasa Perancis berarti pulau kecil, disebut-sebut sebagai versi mini dari Azay-le-Rideau merupakan rumah keluarga Pierre-Andre dan Benedicte Michaud selama bulan Oktober - April setiap tahunnya, dan dibuka untuk umum antara bulan Mei - September sementara keluarga Michaud pindah tempat tinggal ke sebuah rumah tidak jauh dari kastil berada.

Dibangun pada 1530 oleh René de Maillé, seorang anggota keluarga bangsawan Touraine yang turun temurun memiliki kastil ini selama 3 abad, l'Islette juga terkenal sebagai tempat kisah percintaan antara Camille Claudel yang kala itu berusia 17 tahun dengan pemahat terkenal Auguste Rodin yang sudah berusia 41 tahun pada abad ke-19. Kisah terlarang antara murid dan guru yang berlangsung selama 10 tahun ini berakhir karena Camille sadar sang guru tidak akan pernah meninggalkan pasangannya demi sang kekasih gelap, sedih ya? :(

Meski berukuran mungil, kastil l'Islette mempunyai ruangan utama atau Great Hall yang indah dan hangat lengkap dengan perapian yang megah. Foto-foto keluarga Michaud, pemiliknya saat ini tampak tersebar dimana-mana. Halaman kastil yang luas dihiasi dengan hamparan kebun bunga mawar dan kandang kelinci di satu sudut menegaskan bahwa kastil ini merupakan kastil hunian. Sungai Indre yang membelah halaman kastil memungkinkan pengunjung menikmati area sekitar kastil sambil mendayung perahu mengikuti alur sungai. Pengunjung juga dapat bersantai dan piknik di atas rumput hijau, duduk di kursi-kursi taman atau kursi panjang tempat berjemur yang banyak terdapat di sepanjang tepian sungai, membuat kastil ini nyaman dan hangat untuk dikunjungi. 

Sungai Indre yang melintasi halaman kastil
Kastil l'Islette
Camille Claudel
Auguste Rodin
The Great Hall
Salah satu kamar tidur anak keluarga Michaud
Kamar tidur utama
Perapian yang mewah
    
 



Kastil ini juga menyewakan kostum untuk anak-anak hingga orang dewasa

Friday 23 September 2016

Napak Tilas Singapura di Bulan Ramadhan

Dalam rangka memanfaatkan voucher tiket pesawat yang akan habis masa berlakunya dalam 3 bulan, kami memutuskan untuk kabur sejenak dari Bangkok pas bulan Ramadhan tahun ini. Satu-satunya tujuan yang memenuhi kriteria yaitu cukup dekat dan ada banyak makanan enak untuk berbuka puasa apalagi kalau bukan Singapura, selain simpanan kenangan manis sewaktu masih tinggal disana.

Kalau bicara Singapura, rasanya sulit untuk realistis dalam merencanakan agenda. Biasanya kami punya begitu banyak rencana dengan sedikit waktu. Mau bertemu A, B, C, ingin makan ini itu, ingin napak tilas ke tempat-tempat yang dulunya merupakan bagian dari keseharian saya, mau mengunjungi A, B, C, dan seterusnya..pokoknya tidak pernah ada habisnya. Tapi karena kali ini, kami hanya punya waktu tiga hari dua malam dan sedang bulan Ramadhan pula, agenda menyusut menjadi hanya bertemu teman-teman di tempat saya bekerja dulu, mengunjungi Singapore Zoo, dan napak tilas ke Jurong Point, termasuk naik bis 179B (ini khusus diagendakan buat si sulung yang senang sekali naik bis tingkat) dan makan sup ikan di food court Jurong Point (yang dulunya bernama) Banquet dan sekarang berubah nama menjadi Cantine.

Satu malam khusus didedikasikan untuk bertemu teman-teman, termasuk berbagi kabar terbaru masing-masing plus seputar orang-orang kantor yang kami kenal :D. Meeting these wonderful people always becomes one of the reasons why I love coming back to Singapore!

Keesokan harinya, kami menghabiskan seharian penuh di Singapore Zoo. Walaupun ada banyak atraksi menarik, pilihan kami jatuh pada unlimited tram rides dengan ongkos SGD 5 dan kami memutari kompleks kebun binatang sebanyak 3-4 kali putaran :), murah meriah sekaligus menghibur dan sekalian meluruskan kaki setelah berjalan kaki mengitari area kebun binatang. Menjelang sore, kami menuju stasiun MRT Boon Lay untuk napak tilas di Jurong Point. Serentak semua kenangan manis 7 tahun lalu muncul kembali, belanja mingguan di Fairprice bersama teman serumah, dilanjutkan nongkrong sebentar di kedai kopi favorit si teman, dan pulangnya membawa bekal cemilan gorengan Old Chang Kee, atau membungkus makanan dari kedai halal di stasiun Boon Lay. Jurong Point banyak berubah dari terakhir kali saya kesana, semakin padat dan ramai, namun satu hal yang tidak berubah, harum kue coklat dari kios Famous Amos masih tetap sama :). Hehe, kenangannya tidak jauh-jauh dari makanan ya?

Karena sudah terlalu sore, kami memutuskan untuk langsung pulang ke hotel. Setelah berbuka puasa di kamar, kami keluar mengunjungi bazaar makanan di dekat Sultan Mosque yang sayangnya sebagian besar sudah mau tutup. Akhirnya malam itu ditutup dengan makan nasi rames yang sempat saya beli di Cantine, nasi biryani, teh tarik, dan coklat dingin...yummm...

Liburan singkat kami di Singapura berakhir sudah meski tanpa napak tilas naik bis tingkat 179B yang lewat apartemen sewaan tempat saya pernah tinggal dan kawasan universitas tempat kerja dulu :( :(. Semoga di lain waktu, kami bisa datang lagi kesini.

Sampai jumpa lagi, Singapura :)

Thursday 22 September 2016

Bermain sambil Belajar di Taman Arkeologis Angkor

Siapa yang tidak kenal Angkor Wat? Candi terbesar di kompleks taman arkeologis Angkor, Siem Reap, Kamboja ini dibangun abad ke-12 pada masa pemerintahan raja Suryavarman II. Angkor Wat adalah candi yang paling terkenal dimana pengunjung dapat menyaksikan bukti sejarah kejayaan kerajaan Khmer dan mengikuti kisah peradaban Hindu kuno dalam bentuk gambar yang dipahat di dinding batu (relief).   


Taman Arkeologis Angkor adalah Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO, peninggalan kerajaan Khmer yang berkuasa antara abad ke-9 hingga abad ke-15. Saratnya nilai sejarah di Angkor Wat membuat kami serasa sedang mengikuti pelajaran sejarah, sedangkan bagi si sulung, pengalaman mencari dan menebak gambar aneka makhluk hidup yang banyak terdapat di relief dinding candi menjadi hiburan istimewa. 

Pemandangan tanah coklat dan gersang mendominasi perjalanan kami dari bandara internasional Siem Reap menuju kawasan Angkor Wat. Anak-anak begitu senang menumpang tuk-tuk, sejenis bendi beroda dua yang ditarik sepeda motor, kendaraan yang lazim ditemui di Kamboja. Keduanya duduk santai di pangkuan sambil melihat kawanan sapi dan kerbau di sepanjang jalan dalam terpaan angin musim kemarau yang kering. 

Berlibur bersama anak-anak ke tempat seperti Angkor Wat bukanlah hal biasa, namun kedua balita kami ternyata sangat menikmatinya. Tak disangka, selama empat hari disana, kami kerap bertemu keluarga lain yang membawa anak-anak kecil dan balita, padahal kompleks Angkor bukanlah surga bagi anak-anak semacam Disneyland yang dipenuhi aneka wahana hiburan menarik. Lalu, apa saja kegiatan yang dapat dilakukan anak-anak selama berada disini? 

Bermain tebak gambar
Jika anak-anak sudah mengenal aneka bentuk benda dan makhluk hidup, Angkor Wat dan Bayon dapat menjadi tempat bermain yang seru. Relief di keempat sisi dinding Angkor Wat diantaranya berkisah tentang perang Kurusetra antara Pandawa dan Kurawa yang terkenal dalam epik India, Mahabharata. Rangkaian kisah para dewa dalam agama Hindu tersebut dipahat dengan sangat indah dan detil sepanjang 800 meter. Sedangkan di Bayon, relief candinya berkisah tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Khmer dan jumlahnya lebih bersahabat untuk anak-anak sehingga mereka tidak sempat merasa bosan diajak berkeliling. Seperti pada salah satu sore yang kami lewatkan di Bayon, David berseru saat ia menemukan gambar serombongan orang, gajah, ikan, udang, dan hewan laut lainnya pada relief di salah satu sisi bangunan, senangnya bukan main.   

Bertemu kawanan binatang
Hutan kecil yang melingkupi Taman Arkeologis Angkor adalah rumah bagi kawanan babi dan monyet. Belum lagi kawanan gajah yang membawa pengunjung naik turun Bakhaeng Hill, tempat untuk melihat matahari terbenam, ataupun berkeliling dari satu candi ke candi lainnya. Memasuki kawasan Angkor Thom, dimana terdapat candi Bayon, Royal Palace, dan Terrace of the Elephants, anak-anak terpukau menyaksikan beberapa ekor gajah sekaligus yang sedang melintas tidak jauh dari tuktuk yang kami tumpangi atau ikut mengantri menunggu giliran melewati gerbang Angkor Thom yang sempit. Masih di Bayon, beberapa ekor angsa juga terlihat sedang berkeliaran, membuat si kecil gemas ingin mengejarnya. 

Menjadi petualang kecil
Di kompleks candi Preah Khan dan Ta Phrom, David terheran-heran melihat akar pohon raksasa membelit bangunan candi. Di lain waktu, ia akan sibuk menghitung patung-patung yang ia lihat, meminjam kamera poket untuk memotret objek yang ia suka, melompati batu-batu pijakan, atau memungut batu-batu kecil yang ia temukan. Sementara adiknya yang baru bisa berjalan, sibuk dengan kegiatan panjat memanjat dimanapun ia menemukan undakan. 

Liburan kami di Angkor usai sudah, namun kenangan menumpang tuk-tuk, melihat gajah, dan pohon raksasa masih lekat dalam ingatan si kecil. Catatan perjalanan itu saya simpan rapi untuk saya ceritakan suatu hari tentang serunya pengalaman mereka menjelajahi bukti peradaban manusia di masa lalu.

Wednesday 21 September 2016

Gegar Budaya: Kisah-kisah Konyol di Negeri Orang


Ada yang pernah mengalami gegar budaya atau culture shock? Menurut Wikipedia, gegar budaya adalah pengalaman yang diperoleh seseorang ketika berpindah lingkungan ke tempat baru yang sama sekali berbeda dengan tempat tinggal asalnya. Masalah-masalah yang umum dihadapi dalam gegar budaya diantaranya: kebanyakan menyerap informasi, kendala bahasa, kesenjangan generasi, teknologi, keahlian, kangen tempat tinggal asal (homesickness), hingga kemampuan untuk bereaksi terhadap sesuatu (response ability).

Kalau diingat-ingat sekarang, pengalaman saya di masa-masa awal melangkahkan kaki keluar Indonesia sampai sekarang seringkali menjadi bahan tertawaan kami berdua. Konyol, tapi juga menjadi pengalaman hidup yang sangat berharga.

Matahari bersinar cerah dan langit biru di Eropa TIDAK BERARTI HANGAT!
Pertama kali saya keluar dari Indonesia adalah 9 tahun lalu, ketika saya mendapat kesempatan melanjutkan sekolah ke negerinya mbak Kate Middleton yang cantik jelita itu. Saya datang di penghujung bulan September yang merupakan musim gugur. Dari pembekalan sejak di Jakarta, kami sudah diberitahu tentang perkiraan suhu udara pada saat kedatangan dan saya sudah mempersiapkan baju-baju hangat yang diperlukan. Suami (waktu itu statusnya masih pacar) khusus menjemput di bandara Heathrow dengan menggelar karpet merah bertabur bunga mawar, mengantarkan saya sampai asrama dan menemani minggu pertama saya di Bristol, dan setiap harinya ulang-alik Bristol-Bath karena ia berkemah di daerah Bath, kurang lebih 40-60 menit perjalanan dengan mobil. Pada saat kedatangan, ia ingin menunjukkan kota Bath yang cantik, maka berhentilah kami di Bath. Dari dalam mobil, ia sudah mengingatkan untuk mengenakan baju hangat karena udara di luar dingin, sementara saya bersikukuh tidak perlu karena toh matahari bersinar cerah, iapun tidak memaksa. Eh, benar saja, ternyata beberapa langkah dari mobil, saya mulai menggigil kedinginan, terang saja, seumur hidup tinggal di negara tropis, ini pertama kalinya disentuh udara bersuhu 16 derajat, bagaimana tidak menggigil?? Dengan perasaan malu, saya terpaksa menerima pinjaman baju hangatnya. Di kemudian hari, kejadian ini sering menjadi lelucon kami berdua, suami kerap bergurau, "jangan sok tahu, makanya percaya sama orang Eropa" :p

Minum air dari toilet
Masih di negara yang sama, dari sejak pembekalan kami juga sudah diinformasikan bahwa air keran di negara tujuan aman diminum. Tapi tetap saja, ketika si pacar keluar dari toilet sambil bilang bahwa ia sudah mengisi ulang botol air minum, ekspresi muka saya tidak bisa bohong sambil berkata lugu "Apa? Isi air minum di toilet?" Beruntunglah rasa sayangnya (saat itu) cukup besar untuk tetap sabar dan tidak menertawakan pertanyaan konyol saya sambil menjelaskan kembali maksud ucapannya.

Mesin parkir dikira telepon umum
Kejadian ini dan dua kejadian berikutnya masih berlokasi di negara yang sama. Ceritanya, pemandu pribadi saya mengajak berjalan-jalan keliling kompleks universitas. Pas melewati sebuah mesin hitam yang mirip telepon umum di Indonesia namun tanpa gagang teleponnya, saya otomatis bilang "ih, telepon umumnya lucu" yang langsung ditimpali "Oh, itu mesin untuk bayar parkir, bukan telepon umum" :D :D

Ditawari kantung plastik di toserba
Meski sudah belajar bahasa Inggris sejak kelas 6 SD, ternyata pertama kali saya mendengar orang berbicara dalam aksen British yang kental, saya sempat terlongo tidak mengerti. Selama sekolah dan bekerja di Indonesia, saya hanya pernah bertemu dengan orang-orang yang bahasa Inggrisnya lumayan bisa dimengerti. Saat akan membayar, kasirnya bertanya apakah saya mau pakai kantung plastik atau tidak? Sejenak saya sempat bingung tidak mengerti dan minta ia mengulang lagi pertanyaannya sampai akhirnya saya paham yang ia maksud. Yang membuat saya bingung, pertama, aksenya, dan yang kedua, pertanyaannya apakah saya membutuhkan kantong plastik, karena terakhir kali sebelum saya meninggalkan Indonesia, kalau belanja di toserba, tanpa ditanya, sudah pasti langsung diberi kantung plastik.

Makan di dalam kendaraan
Pada satu liburan Paskah, saya berdua teman pergi berlibur ke Skotlandia. Di bis yang membawa kami ke sebuah kota kecil, hanya ada kami berdua dan sepasang suami-istri. Sebelum naik bis, kami sempat membeli macaroni cheese di terminal untuk makan siang. Dalam perjalanan, perut saya terasa lapar dan otomatis teringat bekal makan siang yang dibawa. Tanpa sungkan, saya segera menyantapnya sampai beberapa saat kemudian, saya sadar kalau aroma macaroni cheese tersebut sudah menguar kemana-mana. Dengan perasaan malu, saya berhenti makan meski belum selesai. Tidak ada yang menegur sih, tapi saya baru sadar kalau naik kendaraan umum di luar negeri, rata-rata penumpang dilarang makan minum, berbeda dengan pengalaman saya naik kendaraan umum di Indonesia yang tidak terhitung jumlahnya sambil menyantap lumpia basah, gorengan, batagor, dan makanan enak-enak lainnya.

Gagap naik bis
Walaupun menjadi negara tetangga terdekat, saya baru benar-benar menginjakkan kaki di Singapura sekitar 7 tahun lalu. Pertama datang kesana, saya membeli kartu pas EZ Link untuk memudahkan naik transportasi umum. Teman saya bahkan bilang, kalau sudah familiar dengan London Underground, memahami jalur transportasi di Singapura bukan hal sulit. Meski begitu, tetap saja saya melakukan kekonyolan sewaktu naik bis kota untuk pertama kalinya. Seharusnya saya menempelkan kartu tersebut pada saat naik DAN turun bis, namun karena tidak tahu, sewaktu turun saya tidak menempelkan EZ Link pada mesin dekat pintu keluar, yang berarti saya lalai membayar ongkos bis. Tentu saja sistem kartu pas ini sudah memperhitungkan kecerobohan seperti yang saya lakukan, tapi tetap saja peristiwa ini memalukan kalau diingat-ingat. 

Ditolak pemilik toko cinderamata
Di suatu liburan musim panas, kami mengunjungi kawasan yang populer dekat kota Bordeaux, Perancis, Arcachon namanya. Waktu menunjukkan hampir tengah hari ketika kami memasuki sebuah toko cinderamata. Alangkah kagetnya saya ketika si pemilik toko tanpa berbasa-basi langsung mengatakan bahwa tokonya akan segera tutup karena sudah waktunya makan siang. Rasa kaget yang diikuti perasaan sebal karena "ditolak" membuat kami segera mengangkat kaki dari toko tersebut. Meski sekarang sudah terbiasa dengan gaya bicara tanpa basa-basi, saat itu gaya bicara pemilik toko yang lugas, walau disampaikan dengan ramah, membuat saya sebal bukan main. Di Indonesia, mana ada calon pembeli yang ditolak masuk sebuah toko karena datang menjelang makan siang? Hm, atau jangan-jangan ada ya???  

Tukar menukar kartu nama
Kejadian lucu ini berawal dari pertemuan saya dan teman dengan bosnya teman kerja kami di satu proyek. Teman kerja kami ini bekerja di perusahaan Jepang dan kebetulan atasannya adalah orang Jepang. Setelah dipersilakan masuk ke ruangan pak bos, saya yang berada di baris terdepan dengan penuh percaya diri langsung menyodorkan tangan untuk salaman, sementara pada saat bersamaan pak bos menyerahkan kartu nama beliau dengan khidmat dan posisi sedikit membungkuk. Terbayang betapa kikuknya saya saat itu. Setelah beberapa detik berada di tengah kebingungan dengan tangan terjulur tanpa mendapat sambutan, akhirnya saya menarik tangan kembali dan memutuskan untuk mengambil kartu nama beliau. Sepulang dari ruang pak bos, saya dan teman menertawakan kejadian tadi, contoh nyata perbedaan budaya yang biasanya hanya saya lihat di iklan televisi atau media cetak.

Adakah yang punya pengalaman seru seputar soal gegar budaya ini?

Tuesday 20 September 2016

2 Jam di Parlamentarium


Salah satu tujuan jalan-jalan kami sewaktu di Brussels, Belgia saat liburan musim panas tahun ini adalah Parlamentarium. Apa itu Parlamentarium? Parlamentarium adalah bagian dari kompleks kantor Uni Eropa, tempat masyarakat umum dapat mengetahui lebih jauh tentang kegiatan Parlemen Uni Eropa, atau lazimnya disebut visitor centre. Di tempat yang tiket masuknya gratis ini, pengunjung bisa menikmati media 3D yang interaktif, disertai foto-foto pendukung sekaligus kesempatan untuk merasakan langsung bagaimana berada di tengah-tengah suasana sidang parlemen Eropa.

Terdapat enam ruangan yang terbagi dalam tiga lantai disini. Ruangan pertama adalah "Tunnel of Voices" yaitu 24 bahasa resmi yng digunakan di Uni Eropa. Turun ke ruangan kedua adalah sejarah Eropa dan berdirinya Uni Eropa 50 tahun yang lalu. Perjanjian-perjanjian penting dan kutipan negarawan Eropa terkenal pada masanya juga terpampang di ruangan ini. Ruangan ketiga bertema "Today and Tomorrow" menceritakan isu-isu yang berkembang saat ini di Eropa dan tantangan yang dihadapi beserta foto-foto anggota parlemen saat ini sebanyak 751 orang. Ruangan keempat dengan tema "United in Diversity" mengangkat kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sebanyak 28 negara anggota Uni Eropa. Ruangan kelima dirancang sedemikian rupa menyerupai ruang sidang parlemen dengan layar di sekeliling kita yang menampilkan suasana sidang sesungguhnya di Strasbourg dan Brussels, ruangan yang paling menarik menurut saya. Bagaimana tidak menarik? di ruang tersebut, kita menyaksikan langsung (via layar tentunya) bagaimana para anggota parlemen mengemukakan pendapat, setuju atau tidak terhadap suatu bahasan topik, sementara kita duduk di ruangan yang sama menyaksikan mereka bekerja. Ruangan terakhir adalah tentang "Daily Life" yang amat sangat nyaman dengan sofa-sofa besar dan empuk dilengkapi monitor untuk menyaksikan testimoni masyarakat Eropa terhadap kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh Parlemen.

Brexit tentunya menjadi isu terhangat disini
Duduk sebagai peserta "sidang parlemen"
Kalau tidak ingat bawa dua anak kecil, rasanya kami bisa duduk berlama-lama disini :)

Parlamentarium menyediakan media hiburan dalam bentuk permainan Luna untuk anak-anak usia 6 - 10 tahun dan Intergalactic Talent Show untuk usia 10-14 tahun. Sementara bagi anak-anak berusia 14 tahun ke atas dapat mencoba permainan Role Play dimana mereka dapat berperan sebagai politisi. Buka setiap Senin pukul 13.00-18.00, Selasa - Jum'at 09.00 - 18.00, dan Sabtu - Minggu 10.00 - 18.00, Parlamentarium tutup setiap tanggal 1 Januari, 1 Mei, 1 November, dan 24, 25, serta 31 Desember.

Informasi lebih lengkap dapat dilihat di www.europarl.europa.eu/parlamentarium#parlamentarium

PARLAMENTARIUM
Willy Brandt building
Rue Wiertz / Wiertzstraat 60
B-1047 Brussels
Belgium

Monday 12 September 2016

Cake Kukus Ketan Hitam

Dapat lagi resep super gampang dari Pipit, suhu perkuean yang selalu bermurah hati kasih resep-resep cemilan enak, terima kasih Pipit :). Kali ini yang jadi percobaaan adalah cake kukus ketan hitam karena punya stok tepung ketan hitam banyak hasil kiriman dan lungsuran. Resep yang Pipit kasih berasal dari blog ini. Bahannya sedikit, pengerjaannyapun mudah.

Bahan:
3 butir telur
100 gr gula
125 gr tepung ketan hitam
100 gr margarin dilelehkan/minyak (saya pakai unsalted butter)

Cara membuat:
1. Panaskan kukusan
2. Kocok telur dan gula sampai mengembang (high speed mixer 10 menit)
3. Tambahkan tepung ketan hitam sambil diayak dan diaduk rata
4. Masukkan margarin/mentega leleh/minyak sedikit demi sedikit sambil diaduk perlahan
5. Tuang di loyang bundar diameter 18 cm yang dioles margarin/mentega dan dialas kertas roti
6. Kukus 30-35 menit sampai matang dengan api sedang - rendah.
7. Tutup panci kukusan dibungkus kain bersih agar uap air tidak menetes ke kue.

Akhirnya bisa juga buat cake kukus ketan hitam sendiri :)

Meski penampakan di fotonya kurang menarik, percaya deh, cake kukus ketan hitam ini rasanya legit dan makannya tidak cukup satu potong. Tertarik mencoba?

Tuesday 23 August 2016

TravelXpose Edisi Agustus: Terpikat Keindahan Danau Inle

Danau Inle adalah tempat favorit saya di Myanmar. Entah kenapa, pesona Yangon dengan bangunan kolonialnya, Bagan dengan ribuan kuilnya, atau Mandalay dengan Mingun dan jembatan U-bein belum mampu mengalahkan rasa betah dan keindahan alam yang saya nikmati di Inle. Lebih jauh tentang Inle, semuanya ada di majalah TravelXpose edisi bulan ini :)