Tuesday 28 June 2016

Tahun Baru di Ho Chi Minh City

Persinggahan terakhir dari petualangan kami di Vietnam selama dua minggu adalah Ho Chi Minh City atau dikenal dengan HCMC. Meninggalkan Da Lat yang begitu berkesan, kami tiba di HCMC dalam waktu 50 menit dengan menumpang Vietjet Air. Keluar bandara, udara panas terasa menyengat, sungguh kontras dengan belaian lembut udara sejuk Da Lat yang kami rasakan beberapa waktu sebelumnya.

HCMC adalah tipikal kota besar yang bising dengan lalu-lintas padat. Sepeda motor yang memang merupakan ciri khas Vietnam seolah menyemut di jalanan. Menyeberang di jalan raya HCMC lebih "menakutkan" dibanding dengan Hanoi. Selain ruas jalannya lebih lebar, pengendaranyapun terkesan lebih "berani". Meski begitu, saya malah makin merasa tertantang dan lagi-lagi takjub melihat kendaraan bermotor yang lalu-lalang sama sekali tidak melambatkan laju kendaraannya ketika melihat kami menyeberang, ckckckck...lihai sekali liukan mereka demi menghindari kami.

Highlight dari kunjungan kami ke HCMC ini adalah makan pho (dibaca feu) yang penjualnya orang Vietnam Muslim di daerah Tran Hung Dao, District 1. Mencari tempatnya saja sudah merupakan perjuangan tersendiri, sayang hanya saya saja yang berhasil mencicipi lezat dan gurihnya kuah pho, karena ketika kami kembali setelah shalat Jum'at, warungnya tutup dan baru buka lagi pukul 4 sore, sehingga suami hanya mendapatkan cerita kelezatannya saja :(. Selama di HCMC saya tidak bosan memesan pho, namun kali ini di tempat yang tidak jauh dari hotel tempat kami menginap, yaitu salah satu kedai di Nguyen An Ninh Street, di belakang pasar Ben Thanh Market. 

Hal menyenangkan lain dari HCMC adalah banyaknya taman hijau dengan pohon-pohon besar nan rindang yang juga dilengkapi dengan tempat bermain anak-anak, tempat idaman untuk pejalan yang membawa anak-anak kecil seperti kami. Tempat-tempat lain yang berkesan untuk saya adalah gedung kantor pos HCMC yang sangat terkenal kecantikannya dan Independent Palace.

The People's Committee Building, salah satu tengaran HCMC

Patung paman Ho Chi Minh



Suasana malam tahun baru di plaza seberang Rex Hotel

Independent Palace tampak depan

Salah satu taman besar nan asri di jantung kota HCMC
 

Arena bermain anak dengan peralatan beragam, bersih, dan luas

Namun, hal yang paling menakjubkan untuk saya adalah betapa hingar-bingar dan pesta malam tahun baru yang dirayakan penduduk dan turis seolah tidak berbekas keesokan paginya, baik dari sisi sampah maupun sisa huru-hara, setidaknya dari yang saya lihat dan dengar pagi tanggal 1 Januari ketika kami keluar hotel untuk berjalan-jalan. Padahal pada malam tahun baru, kami diajak kolega suami makan di satu restoran yang konon masuk dalam daftar atas Tripadvisor di kawasan Pham Ngu Lao. Jalan masuk menuju restorannya saja sudah padat dengan sepeda motor, mobil, dan manusia, beruntung karena datang awal kami masih mendapat meja kosong. Saya sendiri tidak mengerti kenapa restoran ini begitu populer, memang pelayanannya cepat dan efisien, menu makanannya enak-enak, tapi rasanya ada banyak restoran serupa yang mempunyai kualitas sama. Singkat cerita, setelah makan malam, berhubung masing-masing keluarga membawa balita, kami memutuskan langsung pulang. Jam baru menunjukkan pukul 8.30 malam tapi jalan yang kami lalui sudah amat sangat padat dengan lautan manusia. Kami memang setipe, malam tahun baru tidak jauh berbeda dengan malam-malam lainnya, sudah tidak kuat mata ini kalau harus dipaksa menunggu sampai jam 12 malam :)

Berhubung malamnya kami tidur awal, dan anak-anak terbiasa bangun pagi, kami memutuskan berjalan-jalan di taman pagi itu. Dan benar saja, di sepanjang jalan, di taman, semuanya tampak seperti hari-hari biasa. Para petugas kebersihan sedang tekun menjalankan pekerjaannya dan volume sampah yang kami lihat pun tampak biasa, mungkin petugas kebersihan khusus sudah bekerja membersihkan kota sejak dini hari ya? Sebagian pengunjung taman ada yang duduk bersantai atau berolahraga, tidak terlihat orang-orang yang tergeletak di bangku taman karena hangover akibat pesta semalam. Sampai saat ini masih misterius untuk saya, bagaimana botol-botol minuman kosong yang dikonsumsi pada malam tahun baru begitu cepatnya dibersihkan, dan bagaimana ribuan sepeda motor yang melaju cepat di jalanan berpesta merayakan malam pergantian tahun bisa aman melaju tanpa menyenggol satu sama lain dan mengakibatkan perselisihan???

Ada yang pernah mengalami malam pergantian tahun di Ho Chi Minh City dan mempunyai pikiran serupa dengan saya?

Tuesday 21 June 2016

Menyapih dengan Cinta Bagian II

Setiap menjelang tahapan sapih menyapih, biasanya saya yang lebih gamang. Rasanya sedih mengingat ritual teramat istimewa yang hanya melibatkan kami berdua akan segera berakhir. Ya, saya sangat menikmati proses menyusui kedua anak kami dan bersyukur diberi kesempatan untuk dapat menyusui mereka. Tapi proses menyapih tetap harus dilakukan, jadi ya kami berusaha membuatnya seindah mungkin. David disapih pada usia 18 bulan, sedangkan Sophie disapih pada usia 19 bulan. Belajar dari pengalaman David yang membutuhkan tiga minggu untuk disapih tanpa menggunakan trik apapun, saya menerapkan hal yang sama untuk Sophie, dengan durasi yang sama pula. Teknik yang dilakukan pun sama, mulai dari mengurangi frekuensi menyusu secara berkala, mendekap dan menimangnya lebih banyak dibanding ketika ia masih menyusu (sebagai pengganti ritual yang hilang), membacakannya buku cerita sambil minum susu UHT sebelum tidur, dan memberinya penjelasan berulang-ulang kalau sekarang ia sudah tidak menyusu lagi. Awal-awal, perasaan ragu masih kerap datang, apalagi baru satu bulan sebelumnya, Sophie mulai pandai berbicara dan salah satu kalimat awalnya adalah "Bu, Sophie mau nen (menyusu)" dengan gaya yang sangat menggemaskan dan penekanan pada kata terakhir dan ekspresi semangat '45, haduh siapa yang tidak goyah melihatnya?

Menyusu diatas tuktuk di Siem Reap
Tapi karena niat sudah bulat, akhirnya proses menyapih dilakukan juga. Syukurlah, tidak ada drama berarti selama proses berlangsung. Dalam waktu tiga minggu, ia berhenti menyusu, tanpa drama.  Semua pengalaman berkesan kapanpun dan dimanapun, termasuk segala posisi akrobat yang kami lakukan akan selalu saya simpan baik-baik di ingatan. Terima kasih Sophie untuk semua pengalaman seru yang kita jalani bersama...je t'aime ma petite cocotte...

Di perjalanan kereta api kuno dari Dalat - Trai Mat
While many people see weaning as the end of something – a taking away or a deprivation- it’s really a positive thing, a beginning, a wider experience. It’s a broadening of a child’s horizons, an expansion of his universe. It’s moving ahead slowly one careful step at a time. It’s full of exciting but sometimes frightening new experiences. It’s another step in growing up.”  - The Womanly art of Breastfeeding, p.237.

Friday 17 June 2016

Kesan dari Little Bandung Festival: Curahan Hati Orang Bandung

Beberapa bulan lalu diadakan Little Bandung Festival 2016 di pusat pertokoan Siam Paragon yang (kalau saya tidak salah) diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung. Mendengar ada acara tersebut, tentu saja saya bersemangat ingin tahu ada apa saja disana, utamanya sih berharap siapa tahu ada stand makanan khas Bandung :p. Sesampainya disana, ternyata apa yang dibayangkan tidak sesuai dengan kenyataan. Ada beberapa stand yang menawarkan beberapa produk, tapi menurut saya pribadi "kurang" Bandung, buku-buku, dan sedikit foto. Ada juga meja yang menjual makanan ringan dan beberapa kotak kue brownies dan pisang molen yang dibagikan secara cuma-cuma. Saya tidak sempat melihat pertunjukan keseniannya karena sudah keburu putus harapan melihat stand-stand yang berpartisipasi. 

Sebagai orang Bandung yang kebetulan sedang merantau dan sering kangen kampung halaman, saya ingin menyuarakan pendapat bahwa sebaiknya pihak penyelenggara melakukan survei kecil-kecilan dulu tentang ekspektasi pengunjung yang diperkirakan tertarik datang ke acara tersebut. Jadi acara yang diselenggarakan tidak sekedarnya dan justru bisa menarik minat pengunjung untuk datang ke Bandung. Apa saja kira-kira yang menarik diangkat dari Bandung?

Pariwisata Bandung
Bandung kaya dengan keindahan alamnya. Kenapa tidak dipajang banyak foto pemandangan indahnya Kawah Putih, hijaunya perkebunan teh, megahnya Gedung Sate, apiknya Lembang Floating Market, klasiknya Museum Asia Afrika, indahnya curug-curug/air terjun di sekeliling Bandung, dan yang terbaru Dusun Bambu sebagai alat untuk menarik wisatawan?

Kuliner Bandung/Jawa Barat
Pernah mencicipi batagor atau baso tahu goreng, siomay, mie kocok, kue-kue manis, pisang molen, keripik tempe, lotek, nasi timbel, tahu gejrot, mie bakso, bandrek, bajigur, atau jajanan khas pasarnya Bandung? Bagi yang belum pernah, silakan dicari gambarnya dan dijamin akan suka serta bagi yang sudah tahu, dijamin akan selalu kangen dengan kelezatan kuliner Bandung.

Foto-foto suasana Bandung Tempo Doeloe dan sekarang
Suasana Bandung tempo dulu dan sekarang memang sangat jauh berbeda, namun entah kenapa, Bandung seperti memiliki daya tarik magis untuk dikunjungi. Jika pernah melihat foto suasana Bandung tempo dulu, mungkin baru kita percaya kenapa dulu kota ini menjadi magnet bagi pemerintah kolonial Belanda sebagai tempat peristirahatan. Pengunjung yang datang ke Bandung saat ini bisa membayangkan bagaimana situasi pada masa lalu ketika melewati ruas-ruas jalan bersejarah di kota ini.

Koleksi bangunan bergaya Art Deco di Bandung
Saya pernah menyusuri satu demi satu bangunan Art Deco di Bandung, mulai dari yang masih megah berdiri sampai yang kini sudah hancur diratakan dengan tanah. Bandung merupakan salah satu kota di Asia Tenggara yang memiliki bangunan bergaya Art Deco dari tahun 1920-an terbanyak. Salah satu daya tarik lagi bukan, khususnya bagi pencinta seni dan arsitektur?

Koleksi kain batik khas Jawa Barat
Motif batik dari daerah Jawa Barat tidak kalah beragamnya dengan motif batik dari Jawa Tengah dan Yogyakarta. Ada motif batik yang dinamai sesuai asal daerahnya seperti batik Ciamis, batik Cirebon, batik Sumedang, batik Tasikmalaya, batik Garutan, dan batik Indramayu. Kesemua motifnya cantik-cantik dan yang pasti, khas Indonesia.  

Foto-foto kegiatan kesenian Jawa Barat
Kalau tidak memungkinkan untuk menampilkan aneka kesenian khas Jawa Barat dalam pameran ini, mengapa pihak penyelenggara tidak berinisiatif menampilkan cantik dan anggunnya para penari yang membawakan tari Merak dalam gambar atau foto, atau lenturnya para penari yang membawakan tari Jaipongan? Deretan para pemain angklung dengan pakaian berwarna-warni, gagahnya para pemain Pencak Silat juga bisa menjadi daya tarik tersendiri dibandingkan dengan memamerkan sepatu atau jam tangan yang sama sekali tidak mencerminkan "nilai Bandung" nya.

Semoga pihak penyelenggara Little Bandung Festival ke depannya bisa berusaha menampilkan wajah Bandung dengan lebih baik lagi sehingga menarik pengunjung pameran untuk mengetahui lebih jauh tentang Bandung dan tertarik mengunjunginya.

Thursday 16 June 2016

Klappertaart


Berawal dari keinginan tetangga yang sedang ngidam Klappertaart, saya nekat membuatnya pada saat kami mengundang mereka makan malam di rumah. Apalagi, suhu perkuean yang baik hati, Pipit, bilang kalau buat Klappertaart itu gampang...hm, saya paling senang dengan resep yang gampang-gampang. Percobaan pertama ini saya menggunakan resep yang ditulis di blognya mbak Ike disini, teman yang saya kenal di Bangkok dan pernah saya pesan Klappertaartnya. Klappertaart buatan mbak Ike ini memang nagih, enak sekali dan ternyata membuatnyapun mudah. Terima kasih mbak Ike sudah membagi resepnya di blog.

Bahan:

500 ml susu segar
125 gr gula pasir
25 gr tepung terigu
25 gr tepung custard
25 gr maizena
75 gr mentega
3 kuning telur --- bisa ditambah maksimal 3 butir telur (saya tidak ditambah)
1 butir kelapa muda --- Karena saya suka kelapa, saya beli 5 gelas air kelapa beserta dagingnya yang sudah dikerok dari penjual langganan, disaring kemudian diambil kelapanya saja. 1 butir kelapa menghasilkan 1,5 gelas daging kelapa, jadi kalau mau beli buah kelapa utuh, mungkin sebanding dengan 3 butir kelapa.
50 gr kenari panggang cincang
Kayu manis bubuk

Topping:
3 putih telur
2 sdm gula pasir
1 sdm tepung terigu
Kismis, direndam kemudian peras
Kayu manis bubuk


Cara membuat:
1. Didihkan 400 cc susu segar dan gula pasir
2. Larutkan tepung terigu, custard dan maizena dengan 100 cc susu segar
3. Masukkan campuran susu dan tepung ke dalam susu panas, aduk terus sampai mengental dan meletup-letup.
4. Angkat dari api, masukkan mentega, aduk rata
5. Masukkan kenari dan kayu manis bubuk
6. Masukkan kuning telur satu persatu
7. Masukkan daging kelapa muda, aduk rata
8. Masukkan adonan ke dalam cetakan sampai 3/4 terisi
9. Bakar dengan cara ditim (pakai air dingin) selama 15 menit dengan suhu 160 derajat sampai setengah matang
10. Kocok putih telur dengan mixer sambil dimasukkan gula sedikit-sedikit sampai kaku
11. Masukkan tepung terigu, aduk rata dengan spatula
12. Semprotkan topping ke atas adonan setengah matang, taburi dengan kismis dan kayu manis bubuk
13. Bakar lagi sampai topping berwarna kekuningan.

Dari pengalaman mbak Ike, berikut tips-tips yang diperlukan untuk kesuksesan membuat Klappertaart:
a. Tepung maizena, custard dan terigu harus benar-benar larut ketika dicampurkan dengan susu. Kalau perlu, sebelum dimasukkan ke dalam campuran susu panas saring terlebih dahulu.
b. Jika menyemprotkan topping, usahakan topping bisa memenuhi seluruh permukaan wadah agar hasilnya cantik
c. Cara memanggang ditim maksudnya wadah-wadah Klappertaart ditaruh di loyang yang lebih besar yang sudah diberi air, cara memanggang seperti ini membuat hasil Klappertaart tetap lembut.

Ini hasil percobaan pertama saya, dan seperti biasa kalau saya berhasil mengeksekusi resep pada kali pertama, saya jadi ketagihan untuk membuatnya lagi, dan lagi, sampai bosan.

Testimoni tetangga untuk Klappertaart perdana :)

[Little Traveler]: Pengalaman Pertama Terbang Solo bersama Dua Balita

Akhir bulan Mei lalu, kami pulang ke Indonesia. Awalnya, kami berencana pulang saat libur sekolah bulan April, namun berhubung si sulung sakit, terpaksa rencana batal dan diundur menjadi akhir Mei. Saat keberangkatan dari Bangkok, kebetulan ada seorang teman dan ibu serta kakak perempuannya yang menemani, meski kami tidak duduk berdekatan. Sementara penerbangan Jakarta - Bangkok sekitar seminggu setelahnya terpaksa harus kami lalui hanya bertiga saja. Ternyata, pengalaman pertama saya terbang membawa bocah usia 4 tahun dan 19 bulan ini sangat menantang.

Dari sisi logistik, dengan satu maupun dua anak, tidak jauh berbeda karena saya selalu berprinsip traveling light, yang berarti satu buah backpack, satu buah koper ukuran sedang, dan backpack si kakak untuk menyimpan mainannya (jika dibutuhkan), ditambah baby carrier.

Proses check in sampai sebelum boarding masih gampang. Karena pesawat terlambat 1 jam, maka kami baru terbang sekitar pukul 7 malam. Di sini, perjalanan mulai menantang. Penerbangan kali ini menjadi yang terberat sepanjang pengalaman saya, pertama, karena saya hanya sendiri menjaga anak-anak; kedua, situasi diperparah karena mereka tidak tidur siang; ketiga, jam penerbangannya mendekati jam tidur mereka. Sophie menangis terus, berhenti ketika ada penumpang di belakang yang menawarkan permen karamel, dan menangis lagi karena permen karamel yang dikunyahnya menempel di gigi dan susah dilepaskan :D. Pada waktu bersamaan, David juga menuntut perhatian yang biasanya tidak pernah dia lakukan saat di rumah ataupun di perjalanan-perjalanan kami sebelumnya. Untunglah ibu dan kakak perempuan teman menawarkan untuk bertukar tempat duduk, sehingga saya sangat terbantu dengan adanya teman saya yang ikut menghibur anak-anak. Setelah bertukar tempat duduk, drama masih berlanjut meski tidak separah sebelumnya. Ada saat dimana Sophie tenang, giliran si kakak yang membuatnya menangis kembali sampai saya harus menegurnya...duuhh..capek! Meski terlihat lelah, tapi keduanya tidak mau tidur sampaiii...beberapa saat sebelum mendarat, lampu di kabin pesawat dimatikan, dan tiga detik kemudian, keduanya tertidur! Oalah, ternyata itu yang membuat mereka susah tidur dan cranky. Persoalan baru muncul ketika kami mau turun. Beruntung ada bala bantuan, sehingga teman saya menggendong Sophie dan saya menggendong David, sementara barang-barang di kabin dibawakan oleh kakak perempuan teman saya. Masalah muncul ketika kami antri di imigrasi, David yang diminta berjalan mulai menangis karena capek. Mendengar suara tangisan David, beberapa orang berbaik hati memberikan tempat antri mereka untuk kami. Tangisan plus tantrum masih berlanjut saat kami menunggu bagasi yang berakibat membangunkan si adik di gendongan saya, jadi nangislah dua-duanya :(...

Di pintu keluar, petugas dari hotel tempat kami menginap malam itu sudah menunggu dan tidak lama, shuttle bus datang membawa kami. Untunglah, begitu keluar, suasana hati David sudah kembali membaik. Sesampainya di hotel, Sophie langsung tertidur sementara David tertidur beberapa saat setelahnya, dan saya menarik napas lega..alhamdulillah.

Dalam perjalanan kembali ke Bangkok, saya ditemani ibu dalam perjalanan dari Bandung ke Jakarta. Penerbangan Jakarta-Bangkok kami lalui bertiga saja. Setelah melepas ibu dan dua sahabat saya yang menyempatkan waktu datang ke hotel pagi-pagi sebelum terbang, petualangan dimulai. Tidak ada persiapan khusus apapun kecuali berdoa anak-anak akan manis selama di pesawat. Oia, beberapa hari sebelumnya, kami minta David untuk membantu saya selama perjalanan dengan bersikap manis. Jam penerbangan siang hari yang pas dengan jadwal tidur siang Sophie sangat menguntungkan. Satu-dua menit setelah pesawat mengudara, Sophie tertidur dan baru terbangun satu jam sebelum mendarat. Sophie saya masukkan dalam gendongan sehingga saya bisa bergerak lebih bebas, termasuk pergi ke toilet. Alhamdulillah, David manis sepanjang perjalanan, termasuk bersedia ditinggal sebentar di kursinya saat saya pergi ke toilet. Drama kecil dimulai ketika Sophie bangun dan mengusili kakaknya yang berakhir dengan balas membalas...namun pengalaman kedua ini relatif lebih mudah dibanding pengalaman pertama. Satu jam tidak terasa ketika pesawat mendarat di Don Mueang, berbeda rasanya ketika kami terbang ke Jakarta, perjalanan yang hanya 3,5 jam terasa lamaaaa sekali untuk saya. Setelah dua pengalaman tersebut, mungkin saya akan pikir-pikir lagi jika harus terbang bertiga saja dengan anak-anak dalam waktu dekat. Tapi kalau seandainya terpaksa harus terbang lagi, setidaknya saya akan menyetok aneka permen (yang sangat jarang saya beri pada anak-anak) dan lebih memilih penerbangan pagi/siang dibandingkan penerbangan sore/malam (untuk jarak pendek). Bukan tidak mungkin, pendekatan "carrot and stick" akan diterapkan lagi jika dibutuhkan :). Ada yang mau berbagi cerita dan pengalaman terbang sendirian (tanpa ditemani dewasa lain) bersama anak-anak balita?

Wednesday 15 June 2016

TravelXpose edisi Juni: Sepotong Kisah Masa Lalu dari Hoi An, Vietnam

Hoi An menjadi salah satu kota favorit saya selama perjalanan akhir tahun kemarin di Vietnam. Meski kecil dan tidak butuh waktu lama mengelilinginya, wajah kuno kota tua ini tidak membosankan untuk dipandangi lagi, dan lagi. Selanjutnya, silakan baca tulisan saya tentang Hoi An di majalah TravelXpose edisi Juni 2016 :).