Saturday 29 August 2015

Jadi Turis di Oxford


Mendengar namanya, pikiran kita pasti langsung melayang pada salah satu universitas paling bergengsi dan populer di dunia, apalagi kalau bukan University of Oxford. Hal lain yang identik dengan kota Oxford ini adalah film Harry Potter yang pengambilan gambarnya memang diambil di beberapa lokasi universitas legendaris tersebut.

Kota Oxford dikenal dengan nama "the city of dreaming spires" berpenduduk kurang lebih 150 ribu jiwa yang terletak di bagian selatan, sekitar 90 kilometer dari London (Sumber: Wikipedia), jadi bisa ditempuh dalam satu hari perjalanan pulang pergi dari London. Keberadaan universitas Oxford sebagai universitas tertua di Inggris sekaligus salah satu yang paling prestisius di dunia yang terletak di kota ini membuat Oxford juga dikenal sebagai kota universitas.

Banyaknya orang-orang yang tinggal di sekitar Oxford dan bekerja di kota ini, membuat pemerintah setempat memberlakukan Park and Ride, sehingga tarif parkir di pusat kota terbilang mahal. Tahun 2013, tarif parkir sampai 30 menit adalah GBP 1, sedangkan antara 30 menit - 1 jam dikenakan tarif GBP 2,5.

Oxford yang klasik (Foto oleh Margaret Tarrasto)

Tujuan wisata utama yang paling menarik di Oxford tentunya adalah tur keliling kompleks universitas yang sangat indah, serasa berada di film Harry Potter, yang memang mengambil lokasi pengambilan gambar disini. Pun kotanya nyaman dan menarik untuk dijelajahi sambil berjalan kaki. Sependek ingatan saya, tidak banyak yang berubah dari kota klasik ini ketika pertama kali saya mengunjunginya pada musim semi 2008, kecuali di kunjungan kedua saya bersama para pria kesayangan di 2013, kami berjalan di bawah hangatnya cahaya matahari musim panas dan penjual es krim yang ramai dikelilingi pembeli. Apa saja yang sempat kami lihat di Oxford?

Bodleian Library
Salah satu kunjungan yang tidak boleh dilewatkan jika berkesempatan mendatangi kota cantik ini adalah mengikuti tur masuk perpustakaan universitasnya, yaitu The Bodleian Library yang dibangun pada abad ke-17. Tur dengan 10-20 orang selama kurang lebih empat puluh lima menit ini akan membawa pengunjung melihat tempat-tempat menarik yang tertutup untuk umum. Begitu memasuki area perpustakaan, pengunjung diminta untuk meninggalkan tas, telepon genggam,dan kamera di lemari penyimpanan dan tidak diperkenankan mengambil gambar apapun selama tur berlangsung untuk menjaga ketenangan suasana perpustakaan dan tidak mengganggu mahasiswa yang sedang belajar disana. Bahkan, peserta tur dilarang bicara selama tur dan pemandunya pun berbicara dengan berbisik-bisik.

Divinity School
Bangunan perpustakaan ini terdiri dari dua lantai. Di lantai dasar terdapat The Divinity School yang hingga abad ke-19 merupakan ruang tempat para Profesor menyelenggarakan ujian lisan bagi para mahasiswanya; Convocation House yang telah digunakan selama 300 tahun untuk menyelenggarakan acara pertemuan anggota dewan akademis universitas dan penganugerahan gelar akademis. Yang paling menarik dari kunjungan ini, selain interior bagian dalam perpustakaan yang sayangnya tidak dapat diabadikan oleh kamera pengunjung, adalah penjelasan dari pemandu tur bagaimana prosedur peminjaman dokumen itu dilakukan.

Perpustakaan Bodleian adalah salah satu perpustakaan tertua di Eropa dan yang kedua terbesar di seluruh daratan Inggris Raya. Meskipun perpustakaan ini baru resmi dibuka pada tahun 1602, sejarahnya telah bermula pada abad ke-14. Perpustakaan ini dinamai sesuai dengan nama inisiatornya, Sir Thomas Bodley alumni Merton College, Oxford. Bodley-lah yang mengusulkan pengembangan perpustakaan setelah sekaligus menyumbangkan koleksi buku miliknya sehingga perpustakaan ini resmi dibuka pada tahun 1602.

Sesuai dengan mandatnya berdasarkan Legal Deposit Libraries Act 2003, perpustakaan Bodleian adalah satu dari enam perpustakaan di Inggris Raya yang menyimpan satu kopi dari setiap publikasi yang hak ciptanya diterbitkan di wilayah Inggris Raya dan Irlandia. Konsekuensinya Bodleian menerima lebih dari 170,000 volume publikasi per tahunnya. Konsekuensinya, perpustakaan ini menerima begitu banyak buku setiap harinya yang menimbulkan masalah dalam hal penyimpanan publikasi tersebut. Untuk mengatasinya, perpustakaan ini mempunyai beberapa gudang besar, termasuk diantaranya bekas gua bekas penambangan garam sebagai tempat salah satu tempat penyimpanannya. Berbeda dengan perpustakaan pada umumnya, perpustakaan Bodleian menyimpan koleksi manuskrip dan buku-buku sejak ratusan tahun lalu yang tidak terhingga banyaknya. Untuk buku-buku tertentu, pengunjung yang berniat membaca harus mengisi satu formulir yang berisi informasi tentang buku yang dibutuhkan. Di Bodleian ini terdapat suatu sistem yang disebut Pneumatic Lamson Tube System for Book Orders dimana pengunjung kemudian memasukkan formulir tersebut ke dalam sebuah tabung kedap udara yang terhubung ke setiap meja yang nantinya akan diterima oleh petugas perpustakaan dan petugas tersebut akan mencari buku yang diminta dan membawanya ke meja peminta. Sistem ini masih digunakan untuk meminta manuskrip untuk dikirimkan dari New Bodleian Building sampai dihentikannya pada tahun 2010. Nah, petugas perpustakaan inilah yang akan mencari bagian yang dimaksud dan memberikannya kepada pengunjung. Untuk buku dan manuskrip kuno, demi alasan keamanan, dirantai. Tur ini tersedia dalam berbagai bahasa, pada jam tertentu dan disarankan untuk memesan tempat satu hari sebelumnya. Tur yang kami ikuti berdurasi satu jam dengan harga GBP 7 dan berkesempatan mengunjungi Divinity School, Duke Humprey’s Library, Convocation House dan Chancellor’s Court.

Menyusuri Lorong-Lorong Oxford
Sudut-sudut kota Oxford yang klasik turut menguarkan napas kehidupan akademik di kota ini. Meskipun begitu, kawasan perbelanjaan di Broad Street tetap ramai dan menarik para wisatawan yang datang. Di pusat kota di persimpangan Queen Street terdapat Carfax Tower, menara untuk menikmati panorama kota Oxford dari ketinggian hanya dengan membayar 2.2 GBP.

Namanya kota universitas, bergengsi pula, jadi tidak heran sepanjang kami berada disana, kami disuguhi pemandangan mahasiswa mahasiswi yang berpenampilan chic, elegan, dan tentu saja terlihat intelek..pokoknya di mata saya, sangat berbeda dengan penampilan mahasiswa kebanyakan. Kali lain, kami berpapasan dengan mahasiswa gagah berpakaian resmi yang baru keluar dari taksi hitam, sangat berkelas. Hm, apakah institusi mendongkrak penampilan? Jadi terpikir, apakah kalau sekolah di Oxford, saya bisa tampil keren seperti mahasiswa-mahasiswi yang lalu-lalang itu? :)

Christchurch College yang menjadi lokasi pengambilan gambar film Harry Potter

Pemandangan di dalam Brasenose College yang kami kunjungi
Nanti kalau sudah besar, sekolah disini ya... :)



Bangunan unik menarik di Oxford

Martyrs' Memorial

Hertford Bridge

Gaya berpakaian mas-mas dan mbak ini keren banget sih? Apa karena sekolah di Oxford ya? :D

Sheldonian Theatre

Carfax Tower

Pemandangan dari Carfax Tower

Museum Oxford

Dipilih..dipilih hoodiesnya :)

Thursday 27 August 2015

Serunya Naik Bandros

Pernah dengar kata bandros?

Yang besar di Bandung pasti familiar dengan kue panggang berbahan dasar kelapa yang dijual per lima atau sepuluh potong di pinggir jalan ini, paling nikmat dimakan hangat-hangat.mmm...nyaammm...:). Tapi bukan bandros yang ini yang saya maksud, melainkan bandros alias BANDung touR On buS :).

Foto diambil dari halaman FB Bus Bandros

Salah satu rencana saat mudik kali ini adalah naik bus wisata keliling Bandung yang tersohor itu. Sepupu saya berbaik hati mencarikan informasi dan akhirnya kamipun bisa ramai-ramai naik bis Bandros. Sore itu, bis merahnya datang pukul 15.30 di Taman Cibeunying, 30 menit terlambat dari jadwal. Nyaris saja kami gagal naik dan terancam harus naik bis berikutnya, karena nama sepupu tidak tercatat disana padahal sudah transfer dengan jadwal naik jam 3 sore. Dengan sedikit memaksa sambil menunjukkan bukti pembayaran, akhirnya kami berdelapan bisa naik juga meski tidak mendapat tempat duduk di bagian atas bis.

Dulu, awal-awal bus ini ada, konon bisa dinaiki gratis asal punya kupon belanja dari factory outlet tertentu, dan ada minimal jumlah orang (rombongan). Pengalaman kami naik bus Bandros ini awal Agustus 2015, dikenai tiket IDR 25.000 per orang. Rute bisnya sendiri melintasi Alun-Alun, Jalan Asia Afrika, Jalan ABC, Jalan Braga, Jalan Lembong, Jalan Veteran, Jalan Sunda, Jalan Sumbawa, Jalan Aceh, Jalan Banda, Jalan Riau, Jalan Citarum, Jalan Diponegoro dan berakhir di Taman Cibeunying. Seru? Pastinya, apalagi bagi yang berada di bagian atas bis...tapi kamipun, yang duduk di belakang pak supir, cukup senang berkeliling kota Bandung dengan bis ini, soalnya jadi tontonan orang-orang, hehehe...yang jelas David dan Masagi, sepupunya, senang..David dengan bangga cerita pada orang-orang yang ditemui kalau ia sudah naik bis Bandros :D..padahal hampir setengah perjalanan ia tertidur kelelahan hihihi..Selain itu, saya juga terkesan dengan adanya pramuwisata di bis ini, yang pandai memaparkan kisah-kisah di sepanjang jalan yang kami lalui dengan menarik. Bagian bawah bis didesain seperti sebuah kafe dengan kursi kursi bundar tinggi dengan pagar pengaman, tidak berdaun jendela dan tidak berpendingin. Yuk, nikmati pengalaman baru di Bandung dengan naik bis ini :)


David nangis karena rambutnya ditarik Sophie yang tertawa kesenangan :p

Ramai-ramai naik bis dengan saudara

Pemesanan:
Twitter: @BusBandros

Telp 022-61591010 (jam kerja) HP 087736081998 | WA 085793559911 
Email: busbandros@gmail.com

Saturday 22 August 2015

Spanakopita

Awalnya disuguhi makanan ini sewaktu datang ke acara pengajian di rumah teman dan rasanya enakkk sekali. Tanya-tanya sama mbak Vika, sang tuan rumah, ternyata membuatnyapun gampang...katanya sih :). Ternyata setelah dipraktikkan sendiri, resep ini memang gampang, dan yang jelas, enak. Spanakopita yang merupakan pai bayam khas Yunani juga populer dengan nama Spanikopia atau Burek dengan beragam bentuk. Terima kasih mbak Vika untuk resep gampangnya :).

Bahan:
1. 2 ikat bayam
2. Butter
3. 200 gr keju Feta
4. 1 butir telur
5. Puff pastry siap pakai
6. 1 batang daun bawang
7. Minyak zaitun untuk olesan

Cara membuat:
1. Cacah bayam dan daun bawang sampai halus, kemudian tumis dengan sedikit mentega, buang airnya, kemudian sisihkan.
2. Hancurkan keju Feta,tambah sejimpit pala dan sebutir telur kocok, lalu campur dengan bayam.
3. Siapkan puff pastry, susun bayam dan lipat pastry di semua sisi.
4. Alasi loyang dengan baking paper, letakkan pastry yang sudah diisi bayam dan oles atasnya dengan minyak zaitun.
5. Panggang 15-20 menit atau hingga berwarna kuning kecoklatan.

Voila, begini penampakannya :)

Spanakopita yang paling enak dimakan hangat

Penasaran mau mencoba?

#World Heritage Sites: Maulbronn Monastery Complex

Kompleks Biara Maulbronn menjadi situs Warisan Budaya Dunia UNESCO yang pertama kali kami kunjungi di Jerman pertengahan tahun ini. Maulbronn dianggap sebagai salah satu biara abad pertengahan yang paling terawat kondisinya di seluruh Eropa. Terletak di wilayah Baden-Württemberg, kompleks biara Maulbronn yang dibangun antara tahun 1147 - 1178 dikelilingi benteng dan menara bergaya campuran Roman dan Gothic. Lukisan yang menghiasi langit-langit ruang depan gereja atau dikenal dengan Paradies yang terakhir kali dibuat pada 1522 sudah tampak memudar warnanya. Apa bedanya bangunan bergaya Roman dan Gothic yang tampak di biara ini? Gaya Roman terlihat pada langit-langit ruangan yang pendek, sedangkan Gothic cenderung diasosiasikan dengan pilar-pilar yang ramping dan langit-langit ruangan tinggi memberikan kesan megah. Di bangunan utama juga terdapat fountain house, yang konon dibangun setelah seekor keledai berhenti di tempat tersebut ketika mencari sumber air untuk minum. 

Dengan tiket masuk EUR 7 per orang, pengunjung bisa mengunjungi seluruh hampir semua bagian biara, lingkungan rumah-rumah disekeliling biara dan juga bagaimana para biarawan membangun sistem pengairan dari sumber air danau yang terletak tidak jauh dari kompleks tersebut. Penjelasan lengkap tentang kompleks biara Maulbronn bisa dilihat disini.

Kunjungan ke situs Warisan Budaya Dunia belum lengkap tanpa mantan pegawainya :p
Bangunan khas Roman dengan langit-langit rendah

Parlatorium dengan langit-langitnya yang menawan

Fountain house

Salah satu sudut Maulbronn








Di musim dingin, api dinyalakan di ruangan ini agar menghangatkan ruang di atasnya

Thursday 20 August 2015

Semalam di Sampran

Tempat ini pertama kalinya kami kunjungi pada suatu siang di bulan April yang terik berdasarkan info dari...mana lagi kalau bukan Google? :p. Terletak di wilayah Nakhon Pathom, atau sekitar 1 jam berkendara dari Bangkok, Sampran Riverside bisa menjadi alternatif tujuan wisata akhir pekan yang menarik. Pertama kali datang, kami dikenakan tiket masuk THB 50/dewasa, sedangkan kali kedua, tidak dikenakan tiket masuk karena memang mau menginap disana.

Sedikit cerita tentang asal muasal nama Sampran, dalam bahasa Thai Sampran berarti tiga pemburu karena menurut legenda, di daerah itu konon tiga orang pemburu berhasil melumpuhkan seekor gajah liar yang membahayakan keselamatan penduduk setempat.

Kembali ke Sampran Riverside, tempat ini didesain sebagai destinasi ekobudaya yang berdiri sejak 1962, memiliki beragam fasilitas mulai dari hotel, restoran, ruang pertemuan, pertanian organik, pertunjukan budaya, pasar terapung, dan miniatur desa tradisional. Setiap akhir pekan, digelar pasar tradisional dan tur keliling lahan pertanian organik. Bahkan inisiatif pertanian organik yang digalakkan oleh manajemen Sampran terus berkembang dengan melibatkan petani lokal, jadi jangan heran kalau menu makanan di restoran mereka juga menggunakan bahan-bahan organik dari kebun yang dikelola sendiri. Informasi lebih lengkap tentang pertanian organik ini bisa dilihat disini.

Pemandangan sungai Ta Chine
Hijau dimana-mana


Tur naik gajah

Hasil karya pengrajin setempat di pasar Rim Klong

Akomodasi berupa rumah tradisional Thai di tepi danau

Tempat bermain anak-anak


Diantara rumpun bebungaan warna warni yang cantik

Pasar apung Rim Klong
Lahan pertanian organik di seberang sungai

Salah satu sudut taman herbal


Bunga flamboyan yang tengah mekar

Kegiatan yang diselenggarakan setiap harinya dari pukul 10-12 adalah proses pembuatan sutra, pertunjukan seni tari dan musik tradisional Thai, seni bela diri, membuat payung tradisional, membuat kreasi dari buah-buahan, bercocok tanam,  sampai membuat keramik dari tanah liat. Pertunjukan budaya termasuk upacara keagamaan, Muay Thai, upacara pernikahan tradisional Thai, dan tarian bambu juga ditampilkan pada jam tertentu. Sedangkan tur keliling lahan pertanian organik hanya ada pada akhir pekan saja. Sayangnya, pertama kali kami datang di hari biasa dan menjelang jam makan siang, jadi tidak ada yang bisa kami lihat selain langsung menuju restoran Inn Chan yang terletak di tepi sungai Ta Chine dan menikmati menu makan siang yang lezat. Selepas makan siang, kami sempat berkeliling sebentar, melintasi taman-taman kecil yang ditata berbeda satu sama lain, ada yang apik dan ada yang dibuat tampak liar namun semuanya tetap menyegarkan mata.

Beberapa minggu setelahnya, kebetulan ada ibu yang sedang berkunjung, jadi kami memutuskan untuk menginap satu malam di Sampran pada akhir pekan, sekalian berencana mengikuti tur pertanian organiknya. Kenyataannya, kami gagal ikut turnya karena kesiangan :p, jadi sekalian kami menjelajahi hampir semua sudut taman, mulai dari taman bunga, taman herbal sampai taman yang ditanami sayur-sayuran. Oya, karena namanya tempat ekobudaya dan menerapkan pertanian organik, jadi saya sempat "berburuk sangka" ketika sekilas mencium aroma tidak sedap saat membuka pintu balkon kamar, mengira-ngira apakah itu kompos olahan dari kotoran gajah atau binatang lain :D.

Selain keberadaan aroma misterius yang tercium hanya dari balkon kamar kami dan atraksi menunggang gajah bagi para pengunjung yang kurang berkenan untuk saya, kami tertarik untuk mengunjungi kembali Sampran di lain waktu dan mengikuti tur keliling lahan pertanian organiknya. Sampran bisa menjadi salah satu tempat tujuan perjalanan sehari yang layak dikunjungi untuk melepaskan diri dari hiruk pikuknya Bangkok, meski untuk mencapai tempat ini, dari stasiun BTS Bang Wa perlu disambung taksi sejauh kurang lebih 30 kilometer lagi.

Sampran Riverside
KM 32, Phetkasem Highway, Suan Sampran
Nakhon Pathom 73110, THAILAND
www.sampranriverside.com

Wednesday 19 August 2015

Naik Kereta Api Tut..Tut..Tuuuttt..

Liburan singkat kami ke Indonesia minggu lalu ditutup dengan naik kereta Argo Parahyangan dari Bandung ke Jakarta. Ternyataa...banyak yang sudah berubah dari terakhir saya menggunakan jasa kereta ini tahun 2007! Dimulai dari beli tiket online yang tinggal dicetak di mesin khusus begitu sampai di stasiun, saya dibuat kagum dengan bersihnya udara di ruang tunggu stasiun, bebas asap rokok, yeayyy!! Peraturan dilarang merokok ditulis di banyak tempat dan ditegakkan oleh petugas berwenang sehingga saat-saat menunggu keberangkatan kereta menjadi sangat menyenangkan. Di ruang tunggupun sekarang tersedia colokan untuk mengisi baterai telepon. Begitu naik kereta, kenangan masa lalu memenuhi benak saya..duluu saya sering sekali naik kereta ini, dari mulai keberangkatan yang paling pagi sampai kedatangan yang paling malam.




Kalau dulu ada dua jenis kereta untuk jurusan Bandung - Jakarta, yaitu Parahyangan dan Argogede, sekarang hanya ada satu yaitu Argo Parahyangan dan kesemuanya adalah kelas eksekutif, tidak ada lagi kelas bisnis. Meskipun gerbong keretanya masih yang lama, tempat duduknya masih nyaman, dan di bagian depan dipasang foto staf yang saat itu bertanggung jawab memastikan penumpang nyaman dalam kereta (customer service on train). Kereta meninggalkan stasiun Bandung pukul 08.35 menuju stasiun Cimahi. David senang sekali naik kereta, Sophie juga, bapak ibunya juga :).


Selepas Cimahi, sepanjang perjalanan, hamparan sawah, petani-petani yang bekerja, rumah-rumah penduduk yang berwarna-warni, anak-anak kecil yang melambaikan tangan ketika kereta lewat, kepadatan lalu lintas di tiap kota yang kami lewati, begitu khas Indonesia, membuat saya tersenyum-senyum sendiri...Dulu, pemandangan yang sama kerap saya temui, tapi biasanya begitu duduk, saya membaca buku atau memejamkan mata atau mengobrol dengan sahabat saya Aria, yang dengannya, saya bolak-balik Bandung-Jakarta naik kereta untuk urusan pekerjaan. Sekarang, setelah sekian lama, menikmati pemandangan dari balik jendela kereta menjadi hal istimewa. Sesaat sebelum melewati jembatan Cisomang, yang penting dalam sejarah perkeretaapian, petugas menceritakan sedikit tentang jembatan yang dibuat pemerintah Hindia Belanda ini, bagus untuk menambah ilmu pengetahuan.

Pengumuman di atas kereta sekarang dibuat dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris, jadi serasa berada dalam pesawat. Gara-gara ini pula, saya jadi salah sangka ketika tidak lama setelah kereta berjalan, awak pramugari kereta masuk ke gerbong kami dan menawarkan makanan. Terpikir seperti di pesawat, saya mengira kalau nasi goreng yang dikemas di kotak plastik itu gratis. Tidak tahunya, menjelang memasuki Bekasi, mbak pramugarinya datang membawa bon, jadilah kami yang sudah bahagia karena mengira dapat sarapan gratis sibuk mencari lembaran rupiah yang sudah sangat menipis...untung masih cukup untuk membayar tagihannya :D.

Kereta tiba di stasiun Gambir 30 menit terlambat dari jadwal, tidak masalah bagi kami yang sedang berlibur, dan di Gambir pun sama, bebas asap rokok, senangggg :). Salut untuk semua perubahan yang telah dilakukan PT. KAI, kami puas dengan pengalaman naik kereta kali ini. Jadi tidak sabar merencanakan liburan ke Indonesia dan naik kereta api lagi...tuuutt...tuutttt....
 
Biasanya lewat tol ini, sekarang cuma dipandang dari kejauhan
Hamparan sawah yang tidak membosankan dilihat



Indahnya Indonesiaku