Thursday 29 August 2013

Cerita dan Hikmah Lebaran

Meskipun sudah lewat, tapi saya ingin menuliskan pengalaman libur Lebaran kemarin disini. Tahun ini kami memang berniat untuk merayakan Lebaran dengan keluarga besar di Bandung. Saking niatnya, tiket pulangpun sudah dibeli sejak awal tahun.
Alhamdulillah perjalanan mudik kami mulus lancar bak jalan tol. Mendarat di Jakarta sekitar jam 4 sore di H-2 Lebaran, setelah membungkus bakmi GM untuk buka puasa di jalan, kami langsung naik bis Primajasa dan dalam waktu 3 jam sudah sampai di tempat tujuan di Bandung.
Seminggu di Bandung berlalu begitu cepat karena padatnya agenda kami. Selain bersilaturahmi sana-sini, kebetulan ada dua orang teman yang sedang berlibur di Bandung. Jadi, dalam suasana pasca Lebaran, kami sempat jalan-jalan ke Gunung Tangkuban Perahu dan bermalam minggu di mall tersohor di Bandung yaitu Parijs van Java.
Hal berkesan yang membekas di hati pada pertemuan keluarga kali ini terutama adalah banyaknya perubahan sikap yang terjadi pada beberapa orang di keluarga besar saya. Alhamdulillah perubahan sikap ke arah yang positif ini membantu saya menghapus segala syak wasangka yang pernah ada. Pertemuan dengan keluarga besar telah membangun kesadaran saya pribadi bahwa persaudaraan itu sangat indah. Mudah-mudahan kami masih diberi kesempatan untuk bertemu dan berkumpul kembali pada Lebaran-Lebaran yang akan datang..aamiinn.

[Little Traveler]: Berkemah bersama bayi

Liburan awal musim panas tahun ini menjadi pengalaman pertama kami berkemah dengan David. Untuk memperkenalkan kegiatan satu ini pada si kecil, kami masih mencari jalan aman, yaitu berkemah di Eropa, dimana area perkemahan dengan fasilitas yang sangat baik banyak tersedia. Kalau berkemah di Indonesia, hmm...mungkin lain waktu ya nak, ketika area perkemahan dengan sanitasi yang bersih tidak lagi sulit dicari :).

Kalau sedang berlibur di kampung halaman suami, kami suka berkemah karena dengan biaya akomodasi yang relatif murah, anggaran liburan bisa dialokasikan untuk hal lain seperti mengunjungi beberapa kota lain, membayar tiket masuk tempat-tempat yang menarik, berbelanja, dan makan enak :p. Kebetulan di rumah mertua tersedia peralatan berkemah yang diperlukan jadi tidak keluar biaya lagi. Kalau berkemahnya seperti yang diceritakan bumil cantik disini, mmm..mungkin malah biayanya hampir sama dengan menginap di hotel sepertinya, kecuali kalau punya camping car atau caravan pribadi.

Cuaca di akhir bulan Juni  saat itu sangat cerah ketika kami memutuskan untuk berkemah selama dua malam di area perkemahan Diamond Caravan Park di wilayah Bletchingdon, sekitar 8 kilometer sebelah utara kota Oxford, Inggris. Si kecil tampak senang dengan pengalaman barunya, sibuk mengamati ayahnya yang sedang mendirikan tenda begitu kami sampai di perkemahan dan sesekali mengekor saya yang sedang mengeluarkan barang-barang dari mobil.

Diamond Caravan Park Office
Fasilitas sanitasi
Toilet dan kamar mandi wanita (tersedia alat pengering rambut juga disini)
Ruang cuci piring dan laundry
Area perkemahan (tenda kami yang kedua dari kiri)





Tenda mungil kami yang nyaman
Penampakan bagian dalam tenda sebelum dipakai tidur

Koki dan asistennya sedang menunggu makanan matang
Arena bermain anak-anak
Pemandangan sekitar area perkemahan dengan dua ekor kuda yang sedang tidur

Si penjaga tenda :D
The little camper
Serius memasak :)
Ritual membacakan buku cerita sebelum tidur
Tertidur lelap dalam kehangatan gigoteuse
Wajah sumringah si petualang kecil di pagi hari

Di area tersebut, ada beberapa tenda berukuran besar dan beberapa camping car terparkir rapi. Ternyata, pilihan kami untuk menginap disini tidaklah salah. Memasuki halaman area perkemahan, mata kami disambut bunga warna-warni dimana-mana dan taman kecil yang apik. Kami menuju toko kecil yang juga berfungsi sebagai kantor untuk memberitahukan kedatangan kami. Area perkemahan ini dikelilingi oleh lahan pertanian dan peternakan kuda, dilengkapi dengan kolam renang dan juga arena bermain untuk anak-anak. Setelah membayar 40 pounds termasuk satu plot lahan tempat tenda didirikan atau disebut juga pitch, satu plot lahan parkir mobil, dua orang dewasa dan satu bayi selama dua malam, tidak lupa kami memesan homemade butter croissant yang terkenal dari tempat ini untuk sarapan besok pagi. Oia, di tenda kami juga terdapat wi-fi karena letaknya yang relatif dekat dengan bangunan utama, canggih kan? Tidak jauh dari tempat kami, terdapat tenda warden yang bertanggung jawab menjaga ketenangan dan keamanan lingkungan perkemahan.

Berbicara mengenai peralatan berkemah, ada banyak ragam tenda, mulai dari tenda untuk satu orang sampai tenda super besar dengan tiga kamar tidur. Selain itu, ada pula camping car yaitu mobil van besar yang didalamnya sudah tersedia dapur, tempat tidur, ruang makan, dan kamar mandi; dan caravan, yaitu serupa van besar tanpa kemudi yang dihubungkan dengan mobil untuk membawanya kemana-mana. Kami sendiri membawa satu buah tenda berkapasitas empat orang dari Quechua, dua sleeping bags, selimut, dan satu buah quilt kepunyaan si kecil. Peralatan lain seperti palu, kompor kecil beserta tabung gas dan peralatan makan adalah peralatan wajib yang harus dimiliki selain tenda jika Anda senang berkemah.

Karena kami datang menjelang makan siang, harum masakan tetangga kami sudah mulai tercium. Ada yang membawa peralatan barbeque dan ada pula yang menyiapkan menu makan siang praktis dan sederhana seperti kami, yaitu pasta. Tetangga yang tendanya tepat di samping tenda kami malah lebih seru lagi. Menjelang makan siang, meja dan kursi lipat dipasang, peralatan makan disiapkan dan ditata seperti layaknya di meja makan di rumah, menarik sekali!

Sepanjang hari di awal musim panas itu cuaca bersahabat menemani kami menikmati keindahan kota Oxford dan sekitarnya. Menjelang malam hari, suhu udara berangsur turun berkisar 12-14 derajat Celcius padahal matahari baru terbenam sekitar pukul sepuluh malam. Untuk si kecil, kami memakaikan pakaian tidur musim dingin dilapisi dengan gigoteuse yaitu serupa mantel yang berfungsi sebagai selimut untuk bayi.  Alas tidurnya adalah sleeping bag yang dilapisi oleh quilt. Alhamdulillah, si kecil bisa tertidur nyenyak pada malam pertamanya tidur di dalam tenda dan terbangun keesokan paginya dengan ceria. Malam keduapun berjalan dengan lancar dan kami bertiga langsung tertidur karena capek jalan-jalan seharian.

Dari pengalaman perdana membawa balita berkemah, ada beberapa hal yang menurut kami penting untuk diperhatikan agar acara berkemah sukses dan terutama supaya balita merasa nyaman.

1.Mengecek perkiraan cuaca secara berkala. Pastikan Anda berkemah pada saat cuaca dan suhu udara bersahabat.

2.Pilih area perkemahan dengan fasilitas yang dibutuhkan dan pesan tempat secara online. Kami memanfaatkan situs www.ukcampsites.co.uk untuk mencari area perkemahan di wilayah Inggris dan www.campingfrance.com  untuk wilayah Perancis.

3.Pilihlah tempat yang dekat dengan fasilitas sanitasi untuk memudahkan jika harus mengganti popok atau memandikan si kecil.

4.Siapkan tabir surya atau topi untuk melindungi diri dari matahari. Meskipun area perkemahan pada umumnya dinaungi pepohonan rindang, tidak ada salahnya melindungi kulit dari sengatan matahari, terutama di musim panas.

5.Membawa mainan/buku bacaan favorit anak.

6.Membawa pakaian/perlengkapan yang nyaman dan sesuai dengan kondisi pada saat berkemah.

7.Membawa persediaan makanan/minuman/makanan ringan yang cukup.

8.Jangan terlalu khawatir apabila balita merangkak di rumput, memungut dedaunan kering, atau bahkan memasukkan tanah ke dalam mulutnya. Prinsip berkemah adalah untuk berkenalan dengan alam, jadi biarkan saja mereka bereksplorasi namun sambil tetap diawasi.

Setelah pengalaman pertama yang terbilang sukses, jadi ketagihan deh membawa si kecil berkemah. Yuk, siapa mau ikut berkemah dengan kami?

Tentang Dwikewarganegaraan

Meminjam topik yang dibahas di grup WA baru-baru ini, yaitu pro kontra dwikewarganegaraan (DK) untuk WNI, saya jadi tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang untung rugi kepemilikan DK. Indonesia sampai saat ini baru mengakui kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak hasil pernikahan antar bangsa sesuai UU Kewarganegaraan no. 2 tahun 2006.

Sebagai salah satu pihak yang berkepentingan, saya tentunya pro dengan ide ini, dan berharap dalam 18 tahun ke depan, ketika anak kami harus memilih kewarganegaraannya, peraturan sudah berubah sehingga ia tidak harus memilih antara menjadi WN Indonesia atau WN Perancis.

Faktanya banyak negara yang tidak mengakui DK karena beragam faktor, misalnya berkaitan dengan hak memilih (voting), pengenaan pajak, masalah keamanan, dan lain-lain. Sekilas dari pihak yang kontra, muncul argumen senada bahwa DK mengancam lunturnya nasionalisme,  menguntungkan golongan tertentu, dan membuka jalan bagi orang untuk berbuat kejahatan dan kemudian lari berlindung dibalik status DK-nya.

Menurut saya, nasionalisme tidak ditentukan oleh status kewarganegaraan dan lokasi geografis seseorang. Ada banyak orang yang mengaku Warga Negara Indonesia namun melakukan perbuatan yang jelas-jelas mempermalukan negaranya sendiri, banyak orang Indonesia yang tinggal di Indonesia namun secara nyata memuja-muja kebudayaan Barat. Sebaliknya, tidak sedikit orang Indonesia yang tinggal di luar Indonesia kemudian mengukir prestasi, melakukan sesuatu yang membawa harum nama Indonesia, dan berkontribusi terhadap kemajuan negara ini meskipun dari jauh. Saya sendiri baru merasakan rasa cinta dan bangga yang begitu besar terhadap Indonesia justru ketika saya untuk pertama kalinya keluar dari Indonesia beberapa tahun lalu. Barulah muncul penyesalan kenapa dulu tidak tekun mempelajari kesenian tradisional Indonesia atau belajar memasak masakan khas Indonesia atau mempelajari sejarah Indonesia sehingga saya tidak perlu tergagap ketika orang-orang meminta saya menjelaskan tentang hal-hal yang menarik dari negara saya.

Dibilang dengan adanya DK akan menguntungkan golongan tertentu dan membuka jalan bagi orang untuk berbuat kejahatan, bagi saya pribadi kembali ke orangnya. Siapapun, orang dengan status DK atau tidak, kalau memang berniat jahat, ya cara apapun akan dilakukan. Contohnya, para koruptor yang tidak memiliki status DK saja bisa lari ke luar negeri untuk menghindari kejaran hukum.

Yang menarik untuk diperhatikan, status DK ini diajukan untuk diberlakukan bukan hanya bagi anak hasil pernikahan antar bangsa tetapi juga untuk warga negara Indonesia yang telah menetap lama di luar negeri. Kira-kira apa ya alasan Pemerintah kita untuk tidak mengakui DK? Dilihat dari sisi positifnya, sebenarnya apa sih keuntungan dengan mengakui DK? Pertama, Indonesia tidak akan kehilangan putra-putra terbaik bangsanya meskipun mereka tinggal di luar negeri, justru diharapkan terjadi alih teknologi/ilmu pengetahuan dari mereka pada rakyat Indonesia secara umum. Kedua, meningkatnya peluang investasi di Indonesia. Kalau memang UU Agraria no. 5 tahun 1960 dibuat sebagai upaya pencegahan pemilikan tanah oleh pihak asing yaitu kolonial Belanda ketika itu, rasanya Undang-Undang tersebut sudah masanya untuk diperbarui pada saat ini. Kepemilikan tanah/properti tidak bergerak oleh pihak asing (individu) tidak otomatis menjadi ancaman bagi rakyat Indonesia. Faktanya adalah kepemilikan tanah di Indonesia mayoritas masih tetap dipegang oleh warga negara Indonesia sendiri dan bukan warga asing. Ketiga, pada umumnya anak-anak hasil pernikahan antar bangsa mendapatkan pendidikan yang relatif lebih baik sehingga di masa depan anak-anak ini dapat menjadi tumpuan harapan yang turut memajukan bangsa dan negara kita. Nah, kalau mereka disuruh memilih dan misalnya mereka memilih kewarganegaraan selain Indonesia, berarti hilanglah calon-calon potensial yang diharapkan dapat membangun negeri ini.

Dari sudut pandang saya yang awam ini, muncul pertanyaan dapatkah pemerintah kita mengadopsi kebijakan pemerintah negara lain seperti Pakistan atau Perancis? Salah satu teman di grup yang bersuamikan warga negara Pakistan mengatakan bahwa Pakistan tidak mengakui DK. Meskipun begitu, anak hasil pernikahan yang bapak/ibunya berkewarganegaraan Pakistan mempunyai semacam kartu identitas seumur hidup dan mempunyai hak dan kewajiban sama dengan warga negara Pakistan dalam hal kepemilikan properti, membayar pajak, dan lain-lain kecuali satu, yaitu tidak dapat mencalonkan diri menjadi Perdana Menteri. Sedangkan di mata pemerintah Perancis yang mengakui DK, status kewarganegaraan seseorang tidak dapat dihapuskan karena alasan apapun kecuali terbukti berkhianat kepada negara. Jadi, jika seorang anak terlahir dari bapak/ibu warga negara Perancis, maka sampai kapanpun dan meskipun anak tersebut memilih menjadi warga negara lain, dimata pemerintah Perancis, didasarkan dengan bukti dokumen resmi yang sah dimata hukum seperti akte kelahiran dan livre de famille atau buku catatan keluarga, anak tersebut adalah warga negara Perancis.

Yang ironis, dari pembahasan di grup muncullah pengakuan bahwa ternyata banyak teman yang belum membuatkan paspor Indonesia untuk anak-anak mereka. Sangat disayangkan bahwa kebijakan masing-masing perwakilan kedutaan besar di setiap negara tidak seragam, contohnya teman saya tidak membuatkan paspor Indonesia untuk anaknya karena staf konsuler di negara tempat anaknya lahir bilang tidak perlu sebab sudah ada affidavit, padahal fungsi affidavit dan paspor jelas berbeda. Teman yang lain mengeluh belum membuatkan paspor untuk ketiga anaknya karena harus memenuhi persyaratan-persyaratan lain terlebih dahulu yang membutuhkan waktu. Belum lagi kalau dihadapkan dengan staf sesama bangsa Indonesia yang anehnya sangat tidak kooperatif dengan kita sebagai teman sebangsa setanah air, menjadi alasan pendukung kenapa teman-teman ini mengurungkan niatnya membuatkan paspor Indonesia untuk anak-anak mereka.

Kembali lagi ke masalah DK, ada yang mau berbagi pendapat atau pengalaman tentang untung ruginya mempunyai dua kewarganegaraan?

Friday 2 August 2013

Ramadhan dan Lebaran

Tidak terasa seminggu lagi sudah mau Lebaran. Dulu sewaktu kecil menjalani 30 hari rasanya lama sekali menuju hari Lebaran, sekarang malah kebalikannya.

Bagi saya sendiri, esensi ibadah di bulan Ramadhan jauh lebih berkesan sekarang dibanding dulu, ketika saya sudah sedikit mengerti makna puasa, shalat tarawih, dan ibadah lainnya di bulan suci ini. Sedangkan dulu, saya paling malas kalau sudah bulan Ramadhan karena itu artinya harus mencatat materi ceramah tarawih yang ditugaskan guru agama di sekolah dan setelahnya harus mengantri untuk mendapatkan tanda tangan penceramah sebagai bukti, yang berarti pulang malam untuk saya karena mesjid dekat rumah tarawihnya 23 rakaat sementara yang 11 rakaat lumayan jauh. Saking malasnya, pernah saya membuat stempel cap mesjid -seperti yang dilakukan teman-teman sekelas- dan menulis ceramah dari televisi sehingga terpenuhi jumlah ceramah yang diikuti. Kalau dipikir2, buat apa coba menugaskan murid membuat catatan ceramah tarawih hanya untuk memastikan bahwa murid melaksanakan shalat tarawih di mesjid? Lagipula saya hampir yakin guru tidak akan membaca semua ceramah itu tapi hanya melihat apakah lembarannya kosong atau penuh. Tapi waktu itu tidak punya pilihan lain selain mengerjakan apa yang diperintah guru.

Diluar urusan catat mencatat yang menyebalkan ini, saya suka bulan Ramadhan, saat dimana bisa bermain kembang api, menanti saat berbuka dengan perasaan gembira, jajan cireng setelah tarawih, dan tentunya hari Lebaran ketika mendapat angpau dari om dan tante saya.  Sampai lulus SD, setiap Lebaran Ibu selalu menjahitkan minimal dua potong baju baru untuk saya, jadi beberapa hari sebelum Lebaran Ibu saya yang hebat ini selalu sibuk menjahit, membuat kue kering, dan memasak dalam jumlah banyak, ck ck ck...

Sekarang, terus terang saya tidak menantikan Lebaran seperti dulu lagi. Selain masakan khas Lebaran buatan Ibu yang selalu saya kangeni, suasana Lebaran beberapa tahun terakhir yang agak berbeda membuat saya senang ketika hari Lebaran berlalu, aneh ya? Dulu saya selalu menangis ketika sesi bermaaf-maafan tiba. Sekarang, biasa saja. Rasanya momen saling memaafkan hanya menjadi sekedar basa-basi dalam satu hari itu karena 364 hari berikutnya kembali ke situasi yang sama :(. Justru saya malah sedih ketika bulan Ramadhan yang berlalu tanpa terasa. Karena itu, kalau ditanya bagaimana perasaan saya merayakan Lebaran jauh dari keluarga, jujur saya merasa biasa saja.

Meskipun pengalaman Lebaran saya terdengar begitu pesimis, ada juga Lebaran yang berkesan untuk saya pribadi. Tahun 2011 ketika masih tinggal di Port Vila, kami sudah berencana untuk Lebaran di Sydney sebelum terbang kembali ke Perancis. Namun kendala teknis membuat kami gagal pergi ke Sydney. Alhasil, di hari Lebaran kami hanya diam di rumah, sambil membayangkan suara takbir dan hidangan khas Lebaran yang lezat. Saat lain yaitu ketika saya berLebaran di Paris tahun 2008. Suami saya (waktu itu masih pacar) mengantar saya ke masjid Paris untuk shalat 'Id. Pagi itu angin bertiup sangat kencang sampai-sampai kekhusyukan saya hilang karena sepanjang waktu shalat yang ada saya sibuk menahan sajadah dan mukena dari terpaan keras angin musim gugur yang begitu menusuk tulang. Lebaran tahun lalu di Bangkok juga berkesan karena itu adalah Lebaran kami yang pertama setelah kelahiran si kecil, masih belum terlalu sulit membawa bayi 3 bulan yang terdiam tenang menunggu ibunya selesai shalat.

Ada yang mau berbagi cerita tentang Lebaran yang berkesan di hati?

Thursday 1 August 2013

Sekilas dari Seminar tentang Amazing Parenting

Setelah selama ini cuma bisa tahu ilmu parenting dari seminar-seminar yang diikuti supermom Indah dan di-share di blognya, bulan lalu gabungan ibu-ibu pengajian disini mendapat kesempatan mengundang ibu Rani Noe'man yang kebetulan sedang berada di Bangkok untuk mengadakan seminar dengan topik Amazing Parenting. Senang sekali saya akhirnya mendapat kesempatan ikut acara seperti ini dan tidak lagi iri dengan teman-teman di Indonesia yang bisa berpartisipasi dalam seminar serupa. Btw, terima kasih ya Indah untuk selalu berbagi ilmu parenting di blog, sangat-sangat berguna untuk orangtua baru seperti saya :).

Ibu Rani Noe'man awalnya bergabung sebagai trainer di Yayasan Kita dan Buah Hati dan merupakan pendiri Komunitas Cinta Keluarga. Sosok Ibu Rani yang geulis khas orang Sunda dan pembawaannya yang humoris membuat semua materi trainingnya sangat menarik, mudah dipahami dan to the point.

Bu Rani memulai sesinya dengan pertanyaan: MENGAPA PUNYA ANAK?
Jawaban yang munculpun beragam, ada yang menjawab karena ingin melanjutkan keturunan, karena selayaknya setelah menikah ya punya anak, karena permintaan mertua, dan lain-lain.

Intinya: Mempunyai anak adalah TANGGUNG JAWAB sekaligus INVESTASI
Yang artinya kita sebagai ORANGTUA berperan besar dalam menentukan KARAKTER anak.
POLA PENGASUHAN yang keliru dapat menumbuhkan karakter yang tidak diharapkan. Apa saja kekeliruan yang seringkali dibuat oleh orangtua itu adalah:
1. Tidak membaca bahasa tubuh anak
2. Tidak mendengar perasaan anak
3. Menggunakan 10 gaya tradisional (memerintah, menyalahkan, menginterogasi, membandingkan, mengancam, mencap, menceramahi, membohongi, mengalihkan, menjamin)

Gaya-gaya tradisional yang seringkali diterapkan oleh orangtua pada jaman dulu ini dalam jangka waktu tertentu dapat membuat kantung jiwa anak rusak perlahan-lahan sehingga anak merasa tidak dicintai, tidak dihargai dan akhirnya anak akan mencari pelarian yang dapat menerima dan mencintai dirinya secara apa adanya. Bagus kalau pelariannya adalah tempat/orang yang baik, namun bagaimana jika pelariannya itu berbentuk obat-obatan, pergaulan bebas, kekerasan, dan hal-hal lain yang menjadi mimpi buruk setiap orangtua?

Karakter anak dibentuk oleh faktor internal (Temperamen, Kecerdasan, Bakat) dan pendidikan agama yang kemudian menurunkan nilai-nilai yang berwujud kepercayaan dan pemahaman bawah sadar pada diri anak. Pengaruh lingkungan dan pola pengasuhan orang tua turut berperan penting membentuk nilai-nilai dalam diri anak.

Kapan saat terbaik untuk membentuk karakter anak? Pembentukan karakter anak dapat dimulai sedari dini, antara usia 0-7 tahun. Mengapa pada usia ini? Karena sampai usia 7 tahun jaringan syaraf di otak anak (lupa penjelasan ilmiahnya) belum tersambung secara sempurna, sehingga apabila dalam kurun waktu tersebut ditanamkan nilai-nilai positif, sistem bawah sadar anak akan menyerapnya dengan sangat baik seiring dengan berkembang dan menguatnya ikatan syaraf-syaraf otak tersebut. Hal yang sama berlaku juga jika anak terpapar hal-hal buruk dalam periode ini. Tinggal kita sebagai orangtua memilih mau membekali anak dengan hal yang mana?

Di sela-sela training, ibu Rani menampilkan beberapa slideshow yang berisi contoh pesan singkat/sms gaya anak jaman sekarang. Isi sms tersebut mengingatkan saya pada postingan Indah yang ini. *bergidik ngeri*
Selain itu, ada pula beberapa potongan adegan sinetron yang ditayangkan oleh stasiun TV swasta S*** yang sangat tidak pantas, yaitu adegan dimana sekelompok anak berseragam SMU menonton film dewasa bersama-sama dan tidak lama kemudian, satu persatu pasangan muda-mudi tersebut masuk ke kamar untuk mempraktekkan apa yang baru mereka lihat. Adegan lain diambil dari film remaja V*rg*n yaitu pada bagian ketika salah satu tokoh di film itu rela menyerahkan keperawanannya pada laki-laki tua demi uang 10 juta! Selain itu, ditunjukkan pula permainan dimana si pemain akan mendapat poin apabila berhasil mencuri mobil atau menabrak orang, dan apabila pemain berhasil keluar sebagai pemenang, hadiahnya membuat kami yang hadir terbelalak..sangat tidak pantas!  Slideshow ini ditutup dengan berita kasus-kasus pencabulan terhadap anak-anak perempuan kecil yang pelakunya adalah anak-anak usia sekolah dasar sampai belasan tahun di berbagai daerah di Indonesia. Sungguh fakta yang mengerikan sekaligus menyedihkan :(. Itu hanya salah satu contoh, tentunya masih banyak tayangan-tayangan tanpa mutu lain yang berseliweran setiap harinya, dikonsumsi oleh anak-anak, dan tanpa pendampingan orang tua. Bagi saya pribadi, pesan moral apapun yang ingin disampaikan oleh para pembuat film/sinetron/games tidak menjadikan tayangan tersebut lantas layak dikonsumsi. Pertanyaan demi pertanyaan muncul: Sebegitu lemahnya kan peran Lembaga Sensor Media di Indonesia??? Bagaimana pornografi tidak merajalela di negeri kita??? Sebegitu bobroknyakah pemerintahan di negara kita sampai mereka tidak peduli/sadar bahwa cikal bakal generasi muda bangsa ini sedang dirusak otak dan pikirannya dengan pornografi???

Ibu Rani berulang kali mengatakan meskipun pahit, itulah kenyataan yang terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, beliau mengatakan adalah penting membangun rasa percaya diri dalam diri anak sehingga kelak ia mampu berkata tidak pada pengaruh buruk yang ada di lingkungannya, termasuk juga mampu membela dirinya sendiri ketika mengalami bullying. Topik bullying tidak dibahas dalam pertemuan kali ini, namun ibu Rani menegaskan bahwa anak TIDAK BOLEH mengalah, justru bekali anak dengan teknik negosiasi dan juga kemampuan untuk berpikir yang mencakup 3P (Pikir-Pilih-Putuskan) dalam segala hal. Karena besarnya tantangan membesarkan anak di masa sekarang itulah, maka para orangtua perlu terus belajar dan belajar agar dapat menyesuaikan pola pengasuhan anak sesuai dengan masanya.


If children live with criticism, they learn to condemn.
If children live with hostility, they learn to fight.
If children live with ridicule, they learn to be shy.
If children live with shame, they learn to feel guilty.
If children live with encouragement, they learn confidence.
If children live with praise, they learn to appreciate.
If children live with fairness, they learn justice.
If children live with security, they learn to have faith.
If children live with approval, they learn to like themselves.
If children live with acceptance, they learn to find love in the world.