Tuesday 26 April 2016

Terpana di Mae Klong Railway Market


Dalam perjalanan menuju pasar terapung Amphawa sewaktu libur Songkran dua minggu lalu, kami mampir ke pasar satu-satunya yang mungkin hanya ada di Thailand. Pasar Mae Klong adalah pasar tradisional biasa, yang membedakan hanyalah lokasinya yang berada di pinggir rel kereta api, bersisian tanpa jarak! Melihat langsung pasarnya, aturan yang pernah saya ingat saat kuliah dulu dimana garis sempadan minimal rel kereta api adalah 11 meter (untuk vegetasi) dan 20 meter (untuk bangunan) jelas tidak berlaku disini.

Tapi jangan dibayangkan kereta yang melewati rel ini melaju cepat. Karena pasar ini berlokasi di stasiun terminus Mae Klong, maka laju keretapun terbilang sangat lambat dan masyarakat sudah diperingatkan sebelum kereta lewat. Ketika petugas stasiun mengumumkan kereta akan bergerak, serentak para penjual melipat tenda dan menata dagangannya. Ada delapan waktu keberangkatan dan kedatangan kereta yang akan melewati pasar ini, yaitu pukul 6.30, 8.30, 9.00, 11.10, 11.35, 14.40, 15.35, dan 18.00. Beberapa situs memberikan jadwal yang berbeda, sehingga ketika kami sampai disana menjelang 10.15, kami bertanya-tanya apakah keretanya sudah lewat atau belum. Ketika salah satu ibu penjual bilang keretanya akan lewat pukul 11.30, saya tenang, maka pergilah kami berempat membeli es krim sekaligus ngadem di toko kecil di seberang jalan, karena udara siang itu bukan main panasnya. Sedang asyik menjilati es krim, terdengar suara mirip klakson yang dibilang suami suara klakson truk...ehh..beberapa detik kemudian, dari tempat kami berdiri, saya lihat bagian atas gerbong kereta sedang berjalan menjauh :(...sempat kecewa juga karena sudah jauh-jauh datang, kami tidak jadi menyaksikan saat kereta melintasi rel.

Saya sudah pasrah dan berhenti memasang muka kecewa karena si sulung tiba-tiba bilang ingin pipis. Tidak sengaja, saya melihat jadwal kereta yang tertulis di dinding toilet umum yang kami hampiri dan kami masih bisa melihat kereta yang pergi jam 11.35. Hm, ternyata keberuntungan masih berpihak pada kami. Tidak lama, terdengar tiupan peluit panjang dari petugas stasiun, dan perlahan keretapun melaju membelah pasar :). Penasaran melihat langsung? Ada banyak video yang bisa disaksikan, salah satunya ini.


 




 

Monday 25 April 2016

Mampir ke Chocolateville



Sudah lama saya mendengar tentang Chocolateville yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan coklat, dan sudah beberapa kali pula merencanakan pergi ke sana yang berakhir dengan batal. Alasan paling sering adalah karena kesorean atau sulit dapat taksi dari stasiun BTS Mo Chit. Liburan panjang dua minggu lalu akhirnya terwujud juga niat untuk menyambangi Chocolateville. Seperti banyak tempat di Thailand, Chocolateville adalah restoran yang dirancang menyerupai bangunan a la Eropa/Amerika. Semua sudutnya nyaris instagrammable :). Tidak ada tiket masuk, jadi kalau cuma sekedar mau jalan-jalan tanpa makan atau minum disinipun tidak akan ada petugas yang mengusir. Kebetulan tidak jauh dari pintu keluar Chocolateville ada restoran sari laut halal Viyacrab yang juga bisa menjadi pilihan. Untuk mencapai Chocolateville, karena berada di luar Bangkok, cara paling mudah adalah naik taksi seharga kurang lebih THB 300 - 350 dan jangan lupa menunjukkan alamatnya yang tertulis dalam bahasa Thai, plus kita juga pastikan taksi mengambil arah yang benar dengan mengandalkan GPS, karena belum tentu supir taksi tahu alamat yang dimaksud. Dibuka sejak pukul 3 sore sampai tengah malam, waktu terbaik datang kesini adalah menjelang matahari terbenam dimana udara tidak terlalu panas. Tempat ini untuk saya masuk kategori "cukup dikunjungi sekali saja" karena lokasinya yang jauh, tapi harus diakui kalau Chocolateville memang cantik. Coba saja lihat foto-fotonya disini.









#World Heritages Sites: My Son Sanctuary, Vietnam

Sekitar 55 kilometer dari kota Hoi An, sekitar satu jam perjalanan, terdapat Situs Warisan Dunia UNESCO lainnya, yaitu My Son (dibaca: mi son) Sanctuary. Yang menarik, situs ini merupakan peninggalan kerajaan Champa yang berasal dari tanah Jawa. Banyak hotel menawarkan paket wisata sehari seharga USD 10 per orang, termasuk transportasi bis pulang pergi dan tiket masuk situs My Son. Demi memberikan pengalaman berbeda untuk anak-anak, kami memutuskan membayar ekstra USD 5 per orang untuk kembali ke Hoi An dengan menumpang kapal.

Nguyen, pemandu rombongan kami menjelaskan bahwa situs peninggalan kerajaan Cham pada abad ke empat belas ini mengandung banyak misteri yang belum terpecahkan. Diresmikan menjadi Situs Warisan Budaya Dunia pada 1999, My Son Sanctuary merupakan reruntuhan kompleks candi pemujaan umat Hindu Tao yang dibangun bangsa Champa dari abad 4 - 13. Meski nama Champa ini pernah dibahas dalam mata pelajaran Sejarah di bangku sekolah, tetap saja saya terkagum-kagum ketika tahu bangsa Champa itu berasal dari Jawa Tengah, Indonesia yang datang untuk melakukan perdagangan dengan bangsa Vietnam. Sekarang, diperkirakan ada sekitar 100,000 orang keturunan Champa yang bertempat tinggal di delta Mekong di sebelah selatan Vietnam.

Kompleks candi ini dikelilingi perbukitan lebat dan tidak diketahui keberadaannya sampai tahun 1885, ketika Henri Parmentier, seorang arkeolog Perancis, menemukan situs My Son. Ada 71 bangunan candi yang berhasil diidentifikasi dan bangunan dengan kondisi yang relatif masih baik berada di grup B, C, dan D, tidak sepenuhnya hancur saat dibom oleh tentara Amerika pada 1969.

Meski seringkali dibandingkan dengan situs-situs lain yang jauh lebih besar seperti Angkor Wat, Borobudur, Bagan, atau Ayutthaya, My Son mempunyai nilai historisnya sendiri karena merupakan salah satu bukti peradaban Asia yang telah punah.


Dua lubang bekas ranjau saat perang

Reruntuhan candi dengan penyangga disana-sini










Bayangkan dulunya candi ini terkubur di tengah hutan belantara





Monday 18 April 2016

Berkunjung ke Taladnam Khlong Lad Mayom

Berniat melewatkan salah satu hari di akhir pekan untuk keluar rumah, pilihan kami di suatu hari Minggu siang di penghujung bulan Maret yang panas adalah pasar terapung Khlong Lad Mayom. Beroperasi pada akhir pekan dan hari libur nasional antara pukul 08.00 – 17.00, Khlong Lad Mayom dapat dicapai dengan menumpang skytrain Sukhumvit Line arah ke Bang Wa, turun di stasiun terakhir Bang Wa, kemudian dilanjutkan dengan taksi seharga kurang lebih THB 80. Pergi dari rumah sekitar pukul 10 pagi, kami sampai di tempat tujuan sekitar pukul 11 siang. Meski namanya pasar terapung, sebagian besar kedai di Khlong Lad Mayom ada di "daratan" dan hanya beberapa kapal yang terlihat di kanal siang itu, yang sama sekali tidak membuat kami kecewa, karena pasarnya besar, menarik, lokal, dan banyak yang bisa dilihat. Menjelang makan siang, pasar semakin ramai pengunjung yang mayoritas adalah masyarakat Thai. Menu istimewa yang wajib dicoba di pasar ini salah satunya adalah "pla pao" atau ikan bakar yang dilumuri garam, disajikan dalam kotak karton dilengkapi lalapan dan dua jenis sambal seharga THB 240/porsi. Kami juga sukses memborong cendol untuk persediaan di salah satu kios, yeayy...Aneka manisan khas Thai berjejer tampak menggoda untuk dibawa pulang. Area pasar yang relatif besar dipenuhi tempat makan dan kedai-kedai disekelilingnya, sehingga tidak perlu khawatir kelaparan selama berada disini.

Siang itu, selain menjelajahi daerah pasar, kami juga mengambil paket tur keliling kanal naik perahu. Dari tiga program yang ditawarkan, kami memilih program yang paling ideal dari segi waktu maupun tempat yang akan dikunjungi, yaitu tur menyaksikan kehidupan sehari-hari masyarakat setempat dengan lama waktu 40 menit non stop menggunakan kapal sewaan privat seharga THB 700.

Jika berkunjung ke Bangkok dan ingin melihat pasar terapung secara langsung, Khlong Lad Mayom bisa menjadi pilihan karena pasarnya tidak kalah menarik dan jaraknya tidak sejauh pasar terapung lain yang lebih populer seperti Damnoen Saduak atau Amphawa.

Sungai penuh ikan ini membuat anak-anak histeris kesenangan :)

Salah satu perahu penjual yang terlihat hari itu

Ada bagian hiburan anak-anak juga di pasar ini


Hidangan khas ikan bakar bergaram yang enak

Aneka manisan khas Thai

Manisan berbahan dasar kelapa, yuummm....

Fish spa

Pekarangan penduduk yang cantik








Bagian belakang rumah penduduk yang hijau


Petugas pos melaksanakan tugasnya dengan naik perahu








Namanya pasar, isinya pun makanan semua :)

Makan bukan hanya kebutuhan, melainkan hobi orang Thai




Tunggu cerita saya berikutnya dari pasar terapung yang lain :)