Wednesday 16 October 2013

[Little Traveler]: Bepergian dengan Pesawat Terbang

Kelanjutan dari postingan ini, saya ingin bercerita sedikit tentang pengalaman membawa bayi dengan pesawat terbang. Beragam kejadian yang tidak mengenakkan seperti ada penumpang terganggu dengan tangisan bayi selama perjalanan, ada penumpang yang menunjukkan muka tidak senang ketika tahu kita yang duduk di sebelah/belakang kursinya membawa bayi/balita, bayi/balita pup dalam perjalanan, dan cerita-cerita lain membuat terbang bersama bayi/balita menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian ibu. Namun, tidak berarti ketakutan itu menghambat kita untuk bepergian bukan? Dari pengalaman selama hampir 1,5 tahun terakhir bepergian dengan bayi untuk perjalanan jarak pendek maupun jarak jauh, dengan maskapai budget dan non-budget, sendiri ataupun ditemani orang dewasa lain, ada beberapa hal yang saya petik sebagai pelajaran, meskipun pengalaman setiap orang tidak sama, namun mudah-mudahan bisa berguna bagi siapapun yang tersesat ke blog ini.

Terbang dengan bayi 0-6 bulan jauh lebih mudah
Berkebalikan dengan tradisi di Indonesia yang belum terbiasa jika bayi kecil dibawa bepergian jauh, saya sendiri malah sangat menikmati membawa bayi usia 0-6 bulan bepergian jauh. Semakin muda, malah semakin gampang karena selain masih anteng, hanya minum susu, masih banyak tidur, masih relatif kecil sehingga tidak menyebabkan pegal linu apabila harus dipangku sepanjang perjalanan. Perlengkapannyapun tidak banyak, paling susu, baju ganti, popok sekali pakai, dan satu dua buah mainan.

Terbang menantang dengan bayi 6+ bulan
Memasuki usia 6 bulan, bayi kan sudah mulai menunjukkan ketertarikan pada lingkungan sekitarnya. Nah, ini dia yang jadi masalah untuk kami. Ketika kami terbang ke Paris dengan pesawat pagi dari Bangkok, otomatis penumpang dikondisikan untuk tetap terjaga karena pesawat akan tiba di Paris pada sore hari, tanggal yang sama waktu setempat.Walhasil, selama 12 jam perjalanan, David tidak mau tidur karena distraksi di sekelilingnya. Ia bersikap manis sepanjang perjalanan, membalas senyuman dari setiap penumpang yang melewati bassinetnya, tidak rewel, hanya saja tidak mau tidur sepanjang jalan...pfiuuhhh...

Dalam kurun waktu ini, makanan ringan dan hiburan seperti mainan/flight entertainment wajib dimaksimalkan penggunaannya. Kami tidak membiasakan David ngemil terus menerus di luar waktu makannya, namun ketika bepergian, kami membuat perkecualian. Selama makanan membuat ia tenang, ia bisa makan sampai bosan.

Ketika bayi sudah mulai berjalan, biasanya antara 9-12 bulan, hal efektif yang bisa dilakukan pada perjalanan jarak jauh adalah mengajaknya berjalan-jalan di kabin pesawat. Untuk penerbangan jarak dekat, tidak ada pilihan selain mengusahakannya duduk tenang di kursinya atau di pangkuan dengan memberi mainan atau makanan kesukaannya.

Terbang dengan nyaman tidak selalu berarti bayi harus tidur di bassinet selama jam penerbangan
Awal saya terbang membawa bayi, yang ada di pikiran adalah kondisi ideal dimana bayi akan tidur tepat setelah take off, tetap nyenyak ketika dipindahkan ke bassinet, dan terbangun sesaat sebelum pesawat mendarat. Terdengar too good to be true, sementara kita bisa beristirahat, membaca atau menonton film.  Faktanya, dalam situasi saya, kondisi ideal itu hanya berlaku pada saat David berusia 0-3 bulan. Bagaimana setelahnya? Ia akan terbangun ketika dipindahkan ke bassinet dan ia tidak tidur sebanyak jam penerbangan. Setiap bayi itu unik, ada yang mudah tertidur karena getaran pesawat, ada yang tidak mau tidur karena terlalu banyak hal yang menarik perhatiannya. Anak saya jelas tidak termasuk kategori pertama, maka saya mencoba mengubah mindset tentang terbang nyaman bersama bayi. Membuat anak lelah bermain sebelum terbang supaya tidur di pesawat sepanjang perjalanan juga bukan solusi, karena kondisi overtired bisa jadi malah memperburuk situasi, tergantung kondisi masing-masing anak. Jadi, bagi saya, terbang nyaman itu adalah ketika bayi/balita tidak rewel. Apalagi kalau ada orang dewasa lain yang menyertai, kita bisa bergantian tidur sementara yang lain mengawasi si kecil. Dengan mengubah mindset ini, saya justru malah lebih santai secara psikologis ketika melakukan perjalanan. 

Bawa mainan favorit kemanapun pergi
Tidak dipungkiri lagi, ketika berada di tempat yang asing, mainan favorit membantu anak kecil untuk merasa nyaman karena seperti berada di lingkungan yang mereka kenal. Kami terbiasa mengeluarkan mainan satu per satu dalam satu waktu sehingga untuk perjalanan jarak jauh, stok mainan yang dibawa cukup untuk menghabiskan waktu. Untuk menjaga kenyamanan penumpang lain, mainan yang kami bawa tidak menimbulkan suara berisik.

Beberapa buku cerita dan mainan yang biasa kami bawa dalam perjalanan

Untuk bayi 0-12 bulan, memberi susu (ASI/Formula) adalah cara paling efektif membuat mereka tertidur
Hal yang kasuistis, namun dalam situasi saya, disusui adalah cara paling manjur supaya David tertidur. Sampai saat ini belum terbayang, bagaimana situasinya jika David sudah disapih nanti. Yah, untuk saat ini saya nikmati saja anugerah yang selalu bisa jadi solusi efektif disaat-saat kritis :).

Manfaatkan bassinet untuk hal lain
Meskipun bayi kami bukan tipe yang menyukai tidur di bassinet, dan ternyata orangtua yang kami temui dalam salah satu perjalanan juga mengalami hal serupa dengan putri mereka, setiap memesan tiket, kami selalu meminta bassinet. Untuk apa? Biasanya, untuk tempat bayi bermain dan untuk menyimpan makanan. Di maskapai tertentu, kalau ada pasangan dengan bayi, awak pesawat akan menawarkan salah satu orang tua untuk makan lebih dulu, tapi di maskapai lain, makanan seringkali datang berbarengan, apa tidak repot? Dalam hal ini, bassinet menjadi penyelamat :).

Punya cukup informasi tentang maskapai yang digunakan
Fasilitas bassinet bagi penumpang yang membawa bayi hanya berlaku untuk penerbangan internasional dan/atau penerbangan jarak jauh. Maskapai budget biasanya tidak memiliki fasilitas ini (saya baru punya pengalaman naik maskapai budget untuk jarak pendek saja), sedangkan maskapai non-budget mempunyai kebijakan yang bervariasi. Sewaktu saya terbang dari Bangkok ke Jakarta via Singapura, saya diberi bassinet untuk kedua rute Bangkok - Singapura dan Singapura - Jakarta padahal waktu terbang relatif pendek. Untuk Air France, berat maksimum yang diperbolehkan adalah 10 kg; Singapore Airlines, berat maksimum yang diperbolehkan 16 kg; Egypt Air, berat yang diperbolehkan antara 12-14 kg ( kalau tidak salah ingat); Garuda Indonesia, berat maksimum yang diperbolehkan 14 kg. O ya, ada maskapai yang langsung memberikan paket kebutuhan bayi atau mainan tanpa diminta dan ada pula yang tidak. Misalnya, pernah seorang pramugari mendekati kami dan mengatakan kalau kami membutuhkan popok sekali pakai atau susu, jangan ragu untuk memberitahu mereka. Berhubung kami selalu membawa perlengkapan David sendiri, fasilitas ini belum pernah kami gunakan. Sebaiknya, cek langsung dengan maskapai mengenai hal-hal tersebut sebelum terbang.

Idealnya, setiap maskapai, budget dan non-budget mempunyai sabuk pengaman khusus untuk bayi. Pengalaman saya naik Tiger Airways dan Air Asia, saya selalu diberi sabuk pengaman. Begitupun dengan maskapai lain seperti Singapore Airlines, Air France, Silk Air, dan Garuda Indonesia. Hanya ada satu maskapai yang sampai saat ini membuat kami berpikir dua kali untuk menggunakannya. Setelah kejadian ini, kami belum pernah lagi naik maskapai yang sama, mungkin sekarang kondisinya sudah berbeda dan saat itu kami sedang tidak beruntung. Kalau ada yang punya pengalaman, silakan dibagi.

Pemilihan jam terbang disesuaikan dengan kondisi bayi/balita dan anggaran
Tidak semua orang bisa selalu memilih dan mendapatkan maskapai penerbangan yang diinginkan. Cara ideal bepergian dengan anak kecil adalah memilih jam keberangkatan yang sama dengan jam tidur anak. Itu teorinya! Kecuali mereka yang berlibur dengan biaya sendiri atau yang bekerja di perusahaan kaya, orang-orang seperti kami yang bergantung pada jatah home leave kantor, tentu tidak segampang itu memilih maskapai yang diinginkan. Contoh: mengikuti teori, harusnya kami mengambil pesawat Thai Airways yang terbang malam hari dan tiba di Eropa keesokan paginya. Dengan begitu, teorinya si kecil akan tertidur pulas di pesawat. Namun karena harga tiket Thai sangat sangat mahal dibandingkan Air France, otomatis kantor akan membelikan tiket yang lebih murah, national carrier pula, dengan jam keberangkatan pagi dari Bangkok, seperti yang kami gunakan ketika David terjaga selama perjalanan. Awalnya kami berpikir untuk cari pesawat lain dengan transit yang pergi malam hari dan tiba keesokan paginya, namun setelah dipertimbangkan kembali, kami lebih memilih penerbangan langsung karena jelas menghemat waktu dan tenaga, terkecuali untuk stopover. Kondisi anak perlu diperhatikan, ada anak yang tidak peduli terang atau gelap dan sedang berada dimana, kalau sudah mengantuk dia akan tidur; ada pula anak yang setipe anak saya, tidak mudah tidur di perjalanan. Kalau begini, akhirnya kami pasrah dengan jam penerbangan dan usaha maksimal yang dapat dilakukan adalah membuat suasana bagi anak senyaman mungkin sehingga tidak rewel.

Membuat yang tidak nyaman menjadi nyaman selama di pesawat 
Dalam satu perjalanan, duduk di samping kami pasangan dengan putri berusia 17 bulan (waktu itu David berusia 13 bulan). Tidak lama setelah pesawat lepas landas, si putri kecil mulai rewel. Orangtuanya memberi susu dan memasang empeng, tidak lama diapun tertidur di pangkuan ayahnya. Beberapa saat kemudian, ia dipindahkan ke bassinet, tidak terbangun sedikitpun dan tidur selama kurang lebih 3 jam. Orangtuanya kemudian duduk santai sambil menonton film. Saya langsung memandang iri pada pasangan tersebut dan berbisik pada suami, sementara anak saya juga tertidur, tapi di pangkuan saya. Dari kejadian itu saya lagi-lagi mengingatkan diri sendiri bahwa setiap anak tidak sama, dan sekarang saya yang mengubah strategi. Sebelum David jatuh tertidur di pangkuan setelah menyusu, saya sudah siapkan bantal disekeliling saya untuk menopang David, sehingga kedua tangan saya bisa bebas bergerak, biasanya saya minta bantal ekstra. Suami menyiapkan layar monitor dan memasangkan earphone agar saya bisa tetap menonton film dengan David di pangkuan saya. Kadangkala saya memangku David yang sedang tidur sambil menyantap makanan. Pernah juga saya hanya berdua dengan David dalam satu penerbangan. Ketika tiba waktunya makan, saya sempat bingung karena ia tidak mau didudukkan di bassinet, akhirnya sementara saya makan, ia berdiri manis dengan berpegang pada lutut saya. Waktu itu usianya hampir 11 bulan dan sedang senang-senangnya berdiri. Terbukti, seringkali kita mengkhawatirkan banyak hal jika akan bepergian dengan bayi. Kenyataannya, bayi-bayi itu akan bersikap manis apabila mereka nyaman. Saya juga sudah terbiasa untuk memejamkan mata pada saat anak tidur sehingga membuat saya cukup beristirahat dan lebih berenergi dalam perjalanan. Entah karena faktor santai secara psikologis atau David yang sudah semakin pintar tidurnya (atau kombinasi keduanya), dalam perjalanan baru-baru ini, meskipun kami masih menggunakan jam penerbangan yang sama (terbang pagi dari Asia dan sampai sore hari tanggal yang sama waktu setempat di Eropa), David bisa tidur hampir setengah perjalanan pulang dan pergi..suatu kemajuan..dan saya jauh lebih segar. Saya juga sebisa mungkin tidur lebih awal pada malam sebelum keberangkatan agar punya energi ekstra untuk menempuh perjalanan keesokan harinya.

Catatan ini ditulis berdasarkan pengalaman saya membawa satu orang bayi/balita, tentu jauh lebih mudah dibandingkan dengan kisah ibu-ibu hebat yang pernah saya baca disini dan disini :). Have a safe and pleasant journeys, moms...

17 comments:

  1. hallo mbak pungky, salam kenal ya... terimakasih sudah sharing, jadi nambah semangat dan pede buat saya, karena dalam waktu dekat juga akan berangkat dengan 1 bayi dan 1 toddler. Boleh tanya mbak, kalau dengan Garuda, posisi kursi yang ada bassinetnya itu yang paling depan di kelas ekonomi kah? travel agent saya bilangnya kursi untuk mom n baby justru di baris ke-2 kelas ekonomi, row tengah (yang ada 4 kursi). agennya yakin sekali, sedangkan dari seat map garuda harusnya kursi yang paling depan. makasih ya mbak!

    ReplyDelete
    Replies
    1. salam kenal kembali :), terima kasih sudah mampir.
      Wah, hebat mau traveling dengan bayi dan balita, pasti mbak ini supermom deh! Mau terbangnya jarak jauh ya? Iya betul, kalau pesawat besar yang konfigurasi deretan kursinya 3-4-3, tempat menyimpan bassinetnya ada di deretan paling depan kelas ekonomi karena kan bassinetnya harus dipasang ke dinding penyekat di pesawat. Saya berpengalaman naik Garuda untuk rute CGK-BKK jadi pesawatnya juga bukan yang besar dengan konfigurasi tempat duduk 3-3 dengan 1 buah bassinet di masing-masing row terdepan, tapi kalau untuk penerbangan jarak jauh selama ini selalu pakai maskapai yang konfigurasi kursinya 3-4-3, biasanya di deretan kursi yang ada 3 buah bisa dipasang 1 buah bassinet dan di baris tengah yang 4 kursi (seperti yang dibilang oleh agen perjalanan mbak) bisa dipasang 2 buah bassinet. Mungkin kursi terdepan yang ada bassinetnya sudah penuh mbak, jadi oleh agennya ditempatkan di baris kedua, cuma kalau di baris kedua ya tidak dapat bassinet berarti karena tidak ada tempat untuk memasangnya. Kalau mbak cuma jalan bertiga dengan anak2, mudah-mudahan kursi keempat kosong ya, jadi bisa lebih lega :). Semoga lancar perjalanannya ya mbak dengan anak-anak.

      Delete
  2. Halo Mba Pungki, terima kasih sharingnya! :)
    Baby Mba Pungky pertama kali terbang usia berapa?Saya berencana pergi dengan baby 1 bulan 3 minggu, tapi banyak yang bilang sebaiknya jangan karena telinga baby sakit akibat tekanan di pesawat yang terlalu tinggi, bahkan beresiko tuli. Saya jadi kuatir..Mohon sarannya ya Mba
    Makasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai mbak Astrid, salam kenal! Maaf saya telat balas pesannya. Anak saya pertama kali terbang usia 6 minggu dari Bangkok ke Jakarta, transit di Singapura waktu itu. Awalnya saya juga agak deg-degan, tapi setelah konsultasi dengan dokter anak saya sebelum terbang, beliau bilang tidak masalah bawa bayi terbang selama kondisinya sehat (tidak sedang mengalami radang, flu, dan penyakit bayi lainnya). Pas lepas landas dan mendarat disusui aja, tapi kalau sedang tidur, biarkan saja, tidak usah dibangunkan. Sayapun mendapat komentar sama dari tetangga ketika membawa bayi saya pulang ke Indonesia, hehehe... Yang jelas, pastikan dengan dokter anak mbak Astrid kalau bayinya sehat dan bisa dibawa terbang. Selamat bepergian dengan si kecil ya..terima kasih sudah mampir :)

      Delete
  3. Hallo mba pungky,,msh dlam topik yg sama,aqu n suami renc mau bawa my baby usia nti terbang genap 6 minggu,,palagka raya-jkrta dgn wku tmpuh 1.40 mnt,,agak was was n takut jga sie,,brhbung si dede agak susah didapet nya :)
    Tp stlah ggoling n bnyk konsul ke DSA tp ttp aja hati deg degan,,apa bner ya bs merusak gendang telinga n menyebabkan tuli (amit2),yg aqu takutin sidede bobo dan ga mau nyusu,gmna cra mengatasinya ya mba,,mksih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo mbak Ani, sebelumnya saya mohon maaf baru balas sekarang, kebetulan baru saja pulang dari mudik. Apakah perjalanannya dengan si kecil sudah terlaksana? Kalau sudah, mudah-mudahan semuanya lancar ya. Kalau belum, jangan banyak khawatir :). Dulu, saya juga pertama kali terbang bawa bayi 6 minggu dan mengikuti saran DSA, kalau anaknya sedang tidur, tidak perlu dibangunkan. Biasanya kalau anak saya tertidur pada saat pesawat mulai turun dari ketinggian, saya rapatkan kuping anak saya ke dada dan telinga satunya lagi saya tutup dengan dengan telapak tangan saya. Lagipula setahu saya, angkutan pesawat jaman sekarang umumnya memiliki tekanan udara di kabin yang aman untuk bayi.Yang terpenting, pastikan dengan DSA kalau bayi mbak sehat fisiknya dan bisa dibawa terbang. Salam :)

      Delete
  4. Hello Sist Pungky,

    Perkenalkan saya Theresia Hutabarat. Dear Sist Pungky yang berpengalaman, paparanya di blog mengenai berpergian dengan balita, mendorong saya untuk mengkontak, Mba Pungky. Saya sedang mengalami situasi dilematis menyangkut perjalanan ke Eropa dalam hal ini Jerman. Suami saya, mendapat undangan dari almamaternya TU Berlin untuk mengikuti short course selama 10 hari pada Bulan Mei'15 mendatang. Karena sudah lama mengimpikan ingin membawa istri berwisata ke Eropa (Jerman), maka saya diajak. Namun rasa sumringah diajak ke Eropa, segera berubah bimbang, karena ada dua anak yang masih balita dan batita yang tidak mungkin ditinggal tapi juga tidak mudah untuk membawa mereka serta. Rencananya, suami kami akan start di Frankfurt kemudian bertandang ke Amsterdam. Dalam benak saya, bila anak-anak ikut, penerbangan yang panjang akan dialami oleh mereka pasti tidak nyaman. Perjalanan ke Eropa yang adalah pertama kalinya bagi saya dan anak-anak masih buram banget bayangannya. Pikir-pikir batal aja deh saya pergi, biar suami aja yang berangkat. Tapi suami ogah pergi kalau saya enggak ikut. Ditanya kepengen, oooh ya, pasti mau banged. Ninggalin anak-anak selama dua minggu, engga gampang juga urusannya. Orang tua (Mama saya - Opung) yang sudah sepuh menjaga si kecil tanpa kami juga ndak PeDe. Salah satu dibawa, anak yang lain ditinggal sama Opung, juga kesian...;-( Kumaha iye teh, Sist Pungky? Mohon advise, ya Sist. Salam hangat, Thres Hutabarat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal, mbak Theresia. Asyiknya ada kesempatan untuk jalan-jalan ke Eropa. Pastinya bawa dua anak kecil tidak semudah bawa satu anak ya mbak? tapii kesempatan emas tidak boleh dilewatkan dong. Kalau perjalanan pulang perginya bareng suami, setidaknya masing-masing bisa pegang satu anak. Di pesawatpun ada hiburan buat anak-anak, apalagi kalau dapat pesawat yang berangkat malam hari, mereka juga bisa tidur. Yang paling penting, pastikan kondisi anak-anak sehat ketika akan berangkat, mainan favorit mereka tidak ketinggalan (keluarkan satu persatu agar tidak kehabisan bahan untuk mengatasi kebosanan menempuh perjalanan panjang) dan yang pasti orangtua juga harus santai, jangan tegang duluan karena perjalanan panjang bawa anak kecil. Semoga bisa sedikit mencerahkan ya, mbak :)

      Delete
  5. Mba pungky thanks info Nya.. Aq mw tny kl bawa asi yo sdh dipompa Dlm dot Apakah blh?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo mbak Dini, saya belum pernah punya pengalaman naik pesawat bawa ASIP karena anak saya biasa minum dari tangkinya langsung :). Tapi dari pengalaman para ibu bekerja yang pernah saya baca,gak masalah bawa ASIP dalam botol ketika naik pesawat, meski mereka pergi tanpa bawa si bayi. Semoga membantu ya. Terima kasih sudah mampir kesini :)

      Delete
  6. Hi mba Pungky😊 saya baca blog mba tentang fly without baby benar2 bikin saya terinspirasi, kebetulan habis lahiran nanti, saya dan suami berencana utk JJ rame2 brg tmn2 sambil bawa baby kami yg diperkirakan udh berusia 4 bulan pada saat itu, kalo boleh tahu mba Pungky, kl di Thai airways apakah menyediakan bassinet jg? Dan bassinet di Garuda dan Thai airways apakah free of charge atau tidak? Terima kasih ya mba buat infonya😄😄

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo mbak Merlin, terima kasih sudah mampir disini. Untuk pertanyaannya, saya coba jawab sesuai pengalaman saya ya.
      1. Thai Airways menyediakan bassinet. Info tambahan, berbeda dengan beberapa airline yang kami gunakan, kalau di TG (Thai), syarat pemakaian bassinet lumayan strict, yaitu bayinya harus berusia tidak lebih dari 6 bulan. Tapi harusnya gak masalah karena bayi mbak kan baru berusia 4 bulan saat perjalanan.

      2. Bassinet di GA dan TG gratis alias free of charge, namun ketersediaannya terbatas. Karena itu saat memesan tiket, jangan lupa minta dan memastikan dapat bassinet.

      Semoga membantu dan selamat jalan-jalan dengan si kecil :)

      Delete
  7. Halo mba, saya mau nanya kan kalau ke Eropa persyaratan pengajuan visa pakai travel insurance, waktu itu mba travel insurance yg bisa cover bayi apa ya? Makasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo mbak Fadhila, maaf balasannya terlambat. Kami kebetulan dicover asuransi kantor suami untuk perjalanan, pakai Winterthur. Mungkin bisa ditanyakan langsung ke VFS Indonesia yang mengurus visa Schengen. Semoga urusannya lancar ya..

      Delete
  8. hey mba pungky, wah sharingnya bagus banget setuju sama teorinya yang ini "Pemilihan jam terbang disesuaikan dengan kondisi bayi/balita dan anggaran" tapi kalau untuk saya anggaran berada di posisi terdepan hehehe.. keep posting nice article

    tiket murah sq

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Ezy, terima kasih sudah mampir. Kami juga sama kok, anggaran tetap jadi pertimbangan utama :)

      Delete
  9. selama ini cuma mikirin kebutuhan bayinya aja tapi ga terpikirkan soal maskapai, jam terbang dll... makasih untuk infonya!

    ReplyDelete