Sunday, 20 October 2013
Kepada Ibu Saya Berterima Kasih
Setiap orang yang mengenal baik saya tahu pasti kedekatan hubungan saya dengan Ibu. Terlahir sebagai anak bungsu tidak membuat saya lantas tumbuh menjadi anak manja. Sedari kecil, saya dibiasakan untuk mandiri, mengurus keperluan saya sendiri, mulai dari membereskan tempat tidur, mencuci sepatu, membereskan buku atau mainan, sampai membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Ibu tidak pernah memanjakan saya secara berlebihan, namun satu hal yang saya ingat, ibu selalu menunjukkan kasih sayangnya secara eksplisit. Pernah suatu pagi, sewaktu usia SD, ketika saya membuka mata, ibulah yang pertama kali saya lihat dan beliau sedang menciumi saya. Ibu juga mempunyai banyak panggilan sayang yang selalu membuat saya senang dan merasa istimewa ketika mendengarnya. Ibu juga hampir tidak pernah memarahi saya. Jika ada hal yang membuat beliau tidak suka, ibu akan diam dan kemudian mengatakan apa yang tidak disukainya agar saya mengerti dan tidak mengulanginya lagi. Kedekatan hubungan kami sebagai ibu dan anak terus berlanjut sampai sekarang, ketika saya sudah berkeluarga. Banyak teman dekat yang penasaran bagaimana saya bisa begitu dekat dengan ibu saya? Bahkan ada satu teman bertanya hal apa yang membuat saya selalu memilih langsung pulang ke rumah setelah jam sekolah/kuliah dibanding berjalan-jalan bersama teman-teman. Jawaban saya saat itu singkat saja, ada Ibu menunggu saya di rumah.
Dari sekian banyak pelajaran hidup yang saya peroleh dari cara Ibu membesarkan saya, ada beberapa yang memberikan kesan mendalam bagi saya sebagai seorang anak.
Ibuku Guruku
Di ajaran agama yang saya anut, dikatakan bahwa Ibu adalah sekolah pertama anak dan memang benar adanya. Ibu adalah orang yang dengan pengalaman hidupnya, menunjukkan pada saya bahwa ibadah itu adalah kebutuhan dan bukan keharusan, dan ketenangan serta kebahagiaan jiwa itu bersumber dari kedekatan kita dengan Tuhan.
Dalam hal akademik, meskipun saya masuk jenjang sekolah umum dan bukan homeschooling, Ibu adalah guru saya di rumah untuk semua mata pelajaran dari saya duduk di bangku SD hingga SMP. Begitu masuk SMU, Ibu menyatakan tidak sanggup mengajari saya karena beliau tidak menguasai pelajarannya, namun ada satu yang tidak berubah, meski Ibu tidak lagi menjadi guru saya. Ibu selalu menunggui saya belajar pada hari biasa maupun pada masa-masa ujian sekolah sebagai bentuk dukungannya terhadap saya.
Ibuku Temanku
Ibu sangat supel dan pandai menempatkan diri dalam lingkungan dimanapun beliau berada, tidak terkecuali dalam posisinya sebagai Ibu. Sependek ingatan saya, Ibu selalu mendengarkan apapun cerita saya, tidak pernah melarang ini-itu, memberikan kebebasan penuh untuk beraktivitas dan melakukan apa saja, menghargai setiap pilihan saya, dan tidak pernah menghakimi. Yang ibu lakukan hanya memberitahu konsekuensi dari suatu tindakan, mengingatkan, dan member masukan, tanpa ada nada otoriter sedikitpun. Karena itu, saya tumbuh dengan menganut prinsip kebebasan yang bertanggung jawab, yang menjadi modal utama ketika saya memutuskan hidup mandiri meninggalkan zona nyaman aman di pelukan Ibu. Saya selalu dapat mengganggap Ibu sebagai teman pada saat dibutuhkan, tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada orang yang melahirkan saya ke dunia ini.
Ibuku Pengasuhku
Sikap Ibu yang hangat membuat saya dengan mudah dapat merasakan kasih sayangnya yang luar biasa besar. Namun, apakah saya menjadi terlena dan kemudian membuat ibu tidak berwibawa di mata saya? Tidak sama sekali. Justru kehangatan dan kasih sayang yang diungkapkan secara visual dan verbal oleh Ibu membuat hati dan fisik saya dekat dengan beliau sehingga saya sangat menghormati Ibu dan begitu menyayanginya. Saya percaya bahwa kasih sayang Ibu yang diungkapkan melalui perbuatan turut membentuk rasa percaya diri anak di kemudian hari, seperti yang saya alami.
Ibuku Pahlawanku
Ibu bekerja keras dengan mengandalkan keahliannya mengolah makanan agar saya dapat mengenyam pendidikan tinggi. Ibu selalu mewanti-wanti agar saya sekolah setinggi mungkin, berkaca dari penyesalan beliau tidak menyelesaikan sekolah. Kondisi ini pula yang membuat saya tumbuh menjadi pribadi mandiri, tidak ingin merepotkan orang lain, persis seperti Ibu yang paling anti meminta bantuan orang lain selama beliau masih mampu melakukannya sendiri. Saya juga tertantang untuk mandiri secara finansial ketika masih duduk di bangku kuliah karena terinspirasi dengan sosok Ibu yang pekerja keras. Pencapaian saya dalam bidang akademik adalah hadiah besar untuk kami berdua, karena kami berjuang bersama mencapai mimpi itu, dengan cara masing-masing.
Kepada Ibu saya berterima kasih atas do’a-do’a tulus yang terangkai indah menyertai setiap langkah perjalanan hidup saya, atas didikan, dorongan, kesabaran, dan kasih sayangnya yang tiada batas. Sosok Ibu begitu penting dalam setiap tahap kehidupan saya sampai saya bercita-cita menjadi ibu terbaik untuk anak-anak saya kelak, seperti halnya Ibu yang menjadi ibu terbaik untuk saya. Semoga saya diberikan banyak kesempatan untuk dapat selalu membahagiakan wanita yang sangat saya cintai ini.
Tulisan ini diikutsertakan pada lomba Penulisan Artikel “Peran Ibu untuk Si Pemimpin Kecil” #LombaBlogNUB
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Nungky....semoga menang yaaa :) aku suka deh tulisan ini. bagus hehe
ReplyDeleteMakasihhh Noni, aamiin..btw, nama saya Pungky loh, bukan Nungky ;p
Deletesemoga menang yahhh
ReplyDeleteMakasih Novii :)
DeleteSangat iri dengan hubungan ibu dan anak yang seperti ini :)
ReplyDeleteKan sekarang bisa diterapkan sama Dea, Ki :)...btw, sori masih belum bisa komen, gak ada kolom comment-nya :( :(...tunggu yaahh
Delete