Friday 6 December 2013

Third-Culture Kids: Our Homework

I am from Belgium, where the clouds are usually soaked in rain,
I am from Italy, where the clouds are always cleared by sunlight,
I am from Poland, where the sky is as dark as coal,
I am from Mozart, whose music charmed peoples' hearts and woke their souls,
I am from my dreams and nightmares, where my imagination takes over,
I am from Egypt, whose mysteries haunt peoples' minds, 
I am from the ocean, where the waves calm my thoughts,
I am from the mountains, where the echo calls my name,
Most of all, I am from my family, where my heart truly belongs.

"I am from..." - Hendrik Verrijssen

Puisi diatas yang saya kutip penuh dari bukunya sungguh menggambarkan kekayaan pengalaman si penulisnya yang baru berusia 12 tahun ketika membuat puisi ini. Lalu, bagaimana seorang TCK dapat tetap mengembangkan potensinya secara optimal meskipun menjalani pola kehidupan berpindah atau nomaden? Karena putra kami sendiri baru berusia 18 bulan dan masih pasrah dibawa kemana-mana, saya pakai pengalaman pribadi saja sebagai ilustrasi kiat-kiat penting dari buku ini supaya lebih mudah diingat ketika tiba saatnya diterapkan pada anak nanti :)

Have fun!
Kiat ini sangat membantu saya yang mantan katak dalam tempurung ketika memulai petualangan saya sepuluh tahun yang lalu, yaitu menikmati seoptimal mungkin keberadaan kita di tempat yang sekarang ditinggali. Misalnya, sewaktu tinggal di Jakarta, saya jarang pulang ke Bandung karena hampir setiap akhir pekan harus bertemu dengan masyarakat di lapangan, sedih sih, tapi ternyata ada hikmahnya, saya jadi punya kesempatan untuk lebih mengenal kota kosmopolitan ini.

Unpack Your Bags and Plant Your Trees
Karena masa tugas suami yang bisa dibilang penuh dengan kejutan, saya mulai terbiasa untuk segera menikmati tempat tinggal baru secepat mungkin tanpa membiarkan fase kangen tempat tinggal yang lama dan culture shock dengan tempat baru berlanjut berlarut-larut. Istilahnya unpack your bags and explore the city with  your legs dan itu yang saya lakukan ketika pindah dari Port Vila ke Bangkok dua tahun yang lalu, jalan kaki kemana-mana :)

Rumah kami sewaktu tinggal di Port Vila mempunyai halaman yang sangat luas. Terinspirasi dari mertua yang bercocok tanam segala rupa di kebunnya, saya berniat untuk berkebun sesampainya disana dengan perjanjian suami yang menanam dan merawat dan saya tinggal memetik hasilnya karena saya tidak suka cacing, hehe.... Awalnya, suami menanam bibit terong, paprika, zukini, daun basil, dan daun mint. Tanaman zukini nyaris berbuah, namun karena ditinggal pergi ke Indonesia selama hampir sebulan, begitu kembali ke Port Vila, pohonnya sudah mati :(. Tanaman yang sukses hanya daun basil dan daun mint, sampai kami sering sekali buat saus pesto dan membuat pizza dengan daun basil, atau membuat campuran minuman bersoda dengan jeruk nipis dan daun mint. Tapi memang benar, kenangan tentang pohon yang kami tanam disana begitu melekat sampai-sampai ketika suami berkesempatan lagi tugas kesana, saya mengingatkannya untuk memberikan laporan pandangan mata tentang kabar tanaman basil dan mint yang kami tanam dulu.

Makna lain dari "plant your trees" ini adalah sebanyak mungkin mengunjungi tempat-tempat di sekitar daerah yang ditinggali atau tempat-tempat yang dilalui dalam perjalanan pulang kampung ke daerah asal. Bagi kami berdua, pulang ke kampung halaman adalah murni kunjungan keluarga dan tidak termasuk kategori liburan. Biasanya, kalau kami pulang ke kota kami masing-masing, sebagian besar waktu ya dihabiskan bersama keluarga dan kalau masih ada sisa waktu, baru dipakai untuk liburan berdua (sekarang bertiga) ke tempat lain.

Keep Relationships Solid
Menurut buku ini, 1) menciptakan tradisi keluarga, 2) membina hubungan baik dengan anggota keluarga besar dan teman di tempat baru serta 3) menjaga komunikasi dengan teman di tempat lama adalah kuncinya. Kiat ini menjadi pekerjaan rumah bagi kami yang tidak akan pernah berakhir kalau ingin terus menjalin hubungan baik dengan keluarga dan teman-teman. Contohnya, sebisa mungkin, pada saat acara keluarga besar di kedua belah pihak, seperti Hari Raya kami berusaha hadir, meskipun tidak selalu bisa, minimal setiap dua tahun sekali, kami mewajibkan diri untuk pulang pada saat Lebaran ataupun Natal. Kami berdua sudah merasakan manfaatnya menjaga hubungan baik dengan teman di tempat lama, yaitu kami sering mendapat tawaran mengunjungi teman-teman dekat yang sekaligus menawarkan tempat tinggal mereka untuk diinapi, seperti teman saya yang ini, dan sebaliknya kamipun membuka pintu rumah yang tidak begitu lebar untuk mereka jika berkesempatan berkunjung ke tempat dimana kami tinggal. Soal tradisi keluarga, nah ini yang masih harus dipikirkan, kira-kira tradisi keluarga seperti apa yang bisa kami terapkan? Sampai hari ini kami belum punya tradisi apapun dan belum ada ide juga sih.

Return to the Same "Home" during Each Leave
Idealnya,  keluarga yang sering berpindah-pindah mempunyai satu rumah yang dituju setiap kali pulang ke daerah asal. Masalahnya, kami juga belum punya rumah di kampung halaman masing-masing dan belum memutuskan untuk punya. Kadang-kadang suka terpikir soal keinginan punya rumah ini, tapi yah, saat sekarang, kami syukuri saja keadaan dimana kami tidak perlu memikirkan biaya sewa tempat tinggal dan segala printilannya. Mudah-mudahan suatu saat nanti, cita-cita untuk punya rumah sendiri bisa tercapai :).

Acquire "Sacred Objects"
Komitmen awal untuk hidup di negara "ketiga" sampai waktu tertentu membuat saya sempat berpikir ulang ketika akan memulai koleksi barang sebagai kenang-kenangan dari tempat kami tinggal dan tempat-tempat yang pernah kami kunjungi. Kriterianya, barang koleksi tidak terlalu berat dan tidak mudah hilang/terselip dalam setiap acara pindahan, seperti magnet kulkas atau gantungan kunci misalnya. Akhirnya, terpikirlah sebuah ide cemerlang *cemerlang menurut saya yang mengusulkan sih, hahaha...* untuk konsisten mengoleksi berbagai mata uang kertas dengan nominal terkecil. Koleksi kami lainnya adalah buku berisi cerita rakyat dari setiap negara yang kami tinggali/kunjungi. Bagi saya, cerita rakyat tidak kalah menariknya dengan dongeng-dongeng klasik pengantar tidur yang selama ini sering diceritakan. Hm, kira-kira ada lagikah koleksi lain yang memenuhi kriteria saya diatas?

Setelah menamatkan membacanya, saya jadi penasaran ingin mendengarkan cerita teman-teman yang masa kecilnya berpindah-pindah kota tempat tinggal mengikuti tugas orang tua, pasti seru deh! Ada yang mau berbagi?

No comments:

Post a Comment