Tuesday 26 February 2013

Ada apa di Chuvit Garden?

Banyak hal yang begitu sensasional di Thailand, salah satunya adalah taman ini. Chuvit Garden berlokasi tidak jauh dari tempat kami tinggal dan hampir setiap pagi dan sore hari, saya membawa si kecil berjalan-jalan kesini. Taman yang merupakan milik pribadi ini selalu ramai dengan anak-anak kecil yang bermain dan orang dewasa yang berolah raga setiap pagi dan sore. Berawal dari papan informasi di salah satu sudut taman, diceritakan bahwa taman ini didesain dan dimiliki oleh seorang politisi Thailand yang juga pengusaha panti-panti pijat besar di Bangkok bernama Mr. Chuvit Kamolvisit. Oleh karena itu, taman ini dinamai sesuai dengan nama pemiliknya. Lalu dimana sensasionalnya? Belakangan, dari Lonely Planet, saya tahu bahwa cerita dibalik pembangunan taman itulah yang sensasional, dan kisah-kisah tentang sang pemilik sendiri. Demi membangun Chuvit Garden, sang pemilik meratakan bangunan-bangunan tempat usaha di atas tanah miliknya yang sebelumnya disewakan secara resmi dengan buldozer. Karena tindakannya, ia dijatuhi hukuman penjara. Disini diceritakan lebih lengkap tentang siapa Mr. Kamolvisit.

Ternyata, keteduhan taman cantik Chuvit Garden di tengah-tengah hutan beton Sukhumvit Road menyimpan cerita lain. Daripada pusing mengikuti ceritanya, mari kita tengok langsung Chuvit Garden :)



Salah satu pengunjung taman sedang dijemur :)











Gazebo di sisi lain Chuvit Garden

Sebagai penutup, terlepas dari cerita sensasional dibalik Chuvit Garden, salah satu hal penting yang membedakan Bangkok dengan Jakarta sebagai ibukota metropolitan ialah keberadaan ruang terbuka hijau. Hm, kira-kira ada tidak ya orang kaya di Jakarta yang bersedia mengorbankan tanah miliknya pribadi untuk dibangun menjadi ruang terbuka publik seperti Chuvit Garden?

6 comments:

  1. Koq jadi kangen tahura yaaa? *salahfokus. eh eh, kemaren baru aja ngebahas ama adikku soal lapangan gasibu yang sekarang udh ga berfungsi sebagai tempat olahraga lagi karena diisi PKL :(. Dulu aku rutin jogging di situ dan suka nongkrong di taman cilaki juga ama temen2 YPBB

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu dia yang disayangkan Ki, gak bisa lihat taman atau ruang terbuka hijau, langsung deh dikuasai PKL :(.Disini juga banyak PKL sih, tapi lebih bisa diatur. Eh, kalau sempat ajak Dea ke Tahura, mau lihat dong foto-fotonya...pengen tau seperti apa penampakannya sekarang.

      Delete
  2. Aaah aku iriiii dengan tamannya. Salah satu kendala aku males di Jakarta sih ya karena gaya hidupnya metropolis dan hedon banget, taman aja 1 gede dan baguss gak ada. Thai at least masih ada ya, dan oke banget pula kondisinya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenernya kalau dipikir-pikir Bangkok beda tipis sama Jakarta ya, kecuali dua hal, mass transport dan ruang terbuka hijau. Apalagi udah emak2 kayak kita gini ya, rasanya penting banget ngasih anak main di luar..Kalau di Vienna udah nyaman banget ya? Kita juga masih mikir-mikir untuk balik ke Jakarta, selain macetnya, kalau mau menghirup udara segar masa harus ke luar kota terusss??

      Delete
    2. Kalo di Vienna sih tiap 3 RT gitu pasti ada taman gede mbak..
      Jadi ruang hijaunya sekitar 40% lah dari pemukiman penduduk. Aku tiap sore udah ngegilir aja mau ke taman mana, kami anak beranak duduk2 aja disitu. Well lebih tepatnya suamiku ngangon Saif, akunya duduk ahhahaha..

      Jakarta hedon banget mbaaak, aku sih 2 bulan di Jkt, ya ke taman jogging di Klp Gading aja terpaksa yg deket rumah. Itu pun gak child friendly, karna emng khusus buat org lari. Tapi yah daripada di mall aja sih. Mendingan banget anakku lari2 di rumput kan..

      Delete
    3. Wuihhh..kebayang kotanya hijau dan adem gitu dengan taman setiap 3 RT, bener2 gambaran ideal tata ruang sebuah kota pas jaman kuliah dulu. Tiap sore bisa milih mau ke taman yang mana, kalau di Vienna hal yang biasa, kalau di Jakarta, itu suatu kemewahann!!! Saif shock ga sih kira-kira, biasa hirup udara segar dan main di rumput, eh pas dateng ke ibukota, terpaksa gak bisa sering2 main di udara terbuka?

      Delete