Tuesday 5 March 2013

Tentang Kunci

Pernah berada dalam situasi yang tidak mengenakkan sekaligus konyol?
Saya pernah, dan hampir semuanya berhubungan dengan kunci :). *Duh, harusnya saya mengerjakan tulisan yang sudah lewat deadline, tapi apa daya, sang ide entah hilang kemana, malah teringat soal insiden-insiden konyol yang pernah saya alami*.

Kejadian pertama, pada suatu malam, beberapa tahun yang lalu, pertemuan dengan masyarakat yang saya ikuti berakhir cukup larut (saya sempat bekerja di suatu proyek berbasis masyarakat yang salah satu kegiatannya adalah pertemuan di malam hari pada akhir pekan), akibatnya saya tiba di kosan saya di daerah Kebayoran Baru hampir jam 11 malam. Karena saya tidak menelepon ibu kos sebelumnya, saya dapati pagar sudah terkunci dan lampu rumah padam, yang artinya penghuni rumah sudah tidur semua. Mau loncat pagar, takut dikira maling, teman kos satu-satunya sedang pulang ke rumahnya di luar kota, duh, bagaimana ini? Akhirnya, tanpa berpikir panjang, saya kembali naik taksi yang mengantar saya pulang tadi sambil berpikir keras kemana saya harus menuju. Di taksi, berkejaran dengan ponsel yang nyaris habis baterai, terpikirlah untuk menelepon seorang teman yang tinggal di kos-kosan besar di daerah Setiabudi. Sayapun meneleponnya, menyampaikan maksud saya, dan telepon pun mati, ppfiuuhh...deg-degan tapi lega, nyaris saja saya luntang-lantung malam ini di ibukota. Setelah kejadian itu, saya selalu memastikan untuk menelepon ibu kos memberitahukan apabila saya pulang malam dan meminta agar pagar tidak dikunci.

Kejadian kedua, waktu berlibur ke Jakarta, seorang teman baik menawarkan apartemennya untuk kami tinggali. Kebetulan, sang teman sedang sibuk pulang pergi ke luar kota dan luar negeri dalam kurun waktu tiga minggu, dan hanya pulang sebentar ke apartemennya diantara jeda perjalanan satu dengan perjalanan lainnya. Satu malam, kami bermaksud pergi makan seafood di Benhil. Teman kami itu baru saja pulang dari luar kota dan tidak mau ikut makan diluar karena capek. Kami bilang paling lambat sampai apartemen jam 9.30 malam dan tidak minta kunci, mengingat ada si pemilik apartemen yang bersedia membukakan pintu. Kamipun pergi makan dan pulang dengan perut kenyang sekaligus baju bau asap. Begitu sampai di depan pintu, diketuk berkali-kali, dipanggil, ditelepon, tidak ada hasil. Akhirnya, selama hampir 30 menit mencoba, kamipun menyerah. Suami berinisiatif untuk menginap di hotel sebelah apartemen yang saya tanggapi dengan dingin. Coba bayangkan, check in di hotel hampir jam 11 malam dengan pria asing, dengan pakaian seadanya, bau asap seafood pula, dan besoknya check out dengan pakaian yang sama pula, apa kata dunia? Tapi, waktu yang terus beranjak larut membuat saya menepis semua kekhawatiran, lagipula kami sudah menikah, jadi terserah apa kata orang. Malam itu, untuk pertama kalinya, saya tidak dapat menikmati tidur di hotel bintang lima, dan keesokan paginya, rasanya saya ingin cepat-cepat menyelesaikan sarapan, sementara suami malah bersantai ria. Siangnya, kami bertemu dengan si pemilik apartemen, ternyata oh ternyata, dia tertidur pulas saking capeknya, dan ketika melihat kamar tempat kami tidur kosong, ia berpikir bahwa kami tidak pulang, padahal... :)

Kejadian ketiga, saat liburan ke Jakarta juga, kami menempati unit yang sama, karena kebetulan si teman baik sedang dinas ke luar kota. Alkisah, suatu malam kami berniat keluar mencari makan. Tepat ketika kami melewati dan menutup pintu, suami saya berseru kalau kuncinya masih tergantung di lubang kunci...yaahh..bagaimana kami masuk nanti? Enaknya tinggal di apartemen, selalu ada layanan 24 jam untuk hal-hal darurat seperti ini. Setelah meminta tolong resepsionis, 30 menit kemudian pintu berhasil dibuka oleh teknisi dan kami pun terhindar dari risiko menjadi tunawisma malam itu.

Kejadian keempat, sewaktu mengunjungi teman saya di kota Lyon, saya diajak teman saya itu menghadiri suatu pesta. Menjelang jam 12 malam, kami meninggalkan pesta tersebut dan menuju stasiun metro terdekat. Teman saya dan satu orang temannya sudah masuk duluan dan saya mengikuti dari belakang. Pertama mencoba, mesin menolak menerima kartu metro saya. Kedua kali, tidak ada reaksi; ketiga kali, sama saja. Rupanya ada masalah dengan kartu metro saya. Sayapun mulai panik karena loket penjualan tiket sudah kosong dan kedua teman saya sudah berada di dalam. Bagaimana saya mau pulang? Akhirnya, mereka berdua menyarankan saya untuk melompati gerbang otomatis tersebut. Awalnya saya ragu-ragu, takut terekam CCTV, tapi karena tidak ada pilihan lain, akhirnya saya melakukan yang disarankan. Pikir saya waktu itu, kalaupun ketahuan, saya punya alasan yang kuat dan ada dua teman saya yang bisa menjadi saksi. Syukurlah tidak ada panggilan apapun dari kantor polisi sampai beberapa minggu setelahnya..pengalaman unik di negeri orang, yang tidak ingin saya alami lagi tentunya.

Kejadian kelima, bukan saya yang mengalami sendiri, melainkan teman kos saya, sebut saja X. Si X ini, untuk sebagian besar orang yang mengenalnya, seringkali dianggap aneh, suka mencari perhatian, suka berkhayal, dst. Kamar X bersebelahan dengan kamar saya. Suatu malam, teman saya yang lain menemukan X tengah meringkuk tertidur di depan pintu kamarnya. Karena kasihan, teman saya membangunkan si X dan menyuruhnya tidur di kamar dia. Hihi, sampai sekarang tidak jelas alasannya kenapa X tidak langsung masuk ke kamarnya untuk tidur dan malah tidur di depan pintu kamar. Lupa bawa kunci? mungkin...Terlalu lelah? mungkin.. Yang pasti bukan karena hangover karena saya tahu persis meskipun X suka datang ke acara pesta teman-teman, dia tidak minum sama sekali. Yang jelas, kelakuan X ini membuat predikat aneh semakin melekat pada dirinya, ada-ada saja.

Ada yang punya pengalaman serupa?

2 comments:

  1. Waaa, pernah kejadian terkunci sampai harus nginap di hotel yaa? Dulu pertama kali pindah ke kos-an yang di sudirman, langsung keluar dan pulangnya udh malem dan belum sempat minta kunci pagar ke pemilik kos-an. Ternyata pagar sudah terlanjur dikunci, HP ibu kos mati, telpon rumahnya juga ga diangkat dan satu-satunya teman yang dikenal di kos-an itu sedang keluar kota. Untungnya setelah 10 menit bengong di depan pagar, ada anak kos lain yang memergoki dan akhirnya kami bisa masuk lewat warnet di samping pagar yang ternyata terhubung ke halaman depan kos-an. Nyaris saja yaaaa

    ReplyDelete
  2. Kikiii, pasti bisa nebak kami nebeng di tempat siapa, hehehe...untung ada hotel sebelah, kalau gak berkeliaranlah kami cari hotel di ibukota malam itu :p. Walah, kebayang...biasanya kepergok itu ujungnya gak enak ya, tapi untuk yang ini namanya kepergok membawa berkah, jadi gak perlu check in menjelang tengah malam, hahahaha....

    ReplyDelete