Sunday 14 July 2013

[Little Traveler]: Moda transportasi

Siapa sih yang tidak suka bepergian? Saya hampir yakin, semua orang menyenanginya. Apalagi jika pergi beramai-ramai dengan keluarga atau teman-teman dekat, pastilah sangat seru, walaupun pergi sendirian (solo traveling) juga tidak kalah menyenangkan. Tapi bagaimana jika ada anak kecil/bayi yang ikut serta dalam perjalanan? Kira-kira masih menyenangkankah perjalanannya, atau malah merepotkan?

Tidak pernah terlintas sebelumnya untuk menjadikan anak saya traveler di usianya yang masih sangat muda, namun keadaanlah yang membuatnya demikian. Frekuensi perjalanan yang relatif sering membuat putra kami, David nyaris tidak pernah berada di tempat yang sama lebih dari 1 bulan dalam 7 bulan pertama kehidupannya. Ditambah lagi, sehari-hari kami mengurusnya sendiri tanpa bantuan pengasuh, jadi otomatis kemanapun saya pergi untuk suatu keperluan, ia akan ikut bersama saya. Setelah kembali dari perjalanan baru-baru ini, terpikir untuk menulis suka duka membawa bayi kecil kami (yang sekarang sudah tidak kecil lagi) melihat dunia. Karena idenya muncul saat sedang naik kereta, jadi alat transportasi menjadi topik utamanya.

Moda transportasi adalah salah satu faktor utama yang harus dipertimbangkan ketika membawa bayi bepergian, begitu teorinya. Misalnya, saya tidak akan membawa ia naik ojek karena faktor keamanan. Karena saat ini kami tidak memiliki kendaraan pribadi, moda transportasi yang kami gunakan juga bervariasi. Hal lain, kami juga ingin anak kami mempunyai pengalaman naik kendaraan umum sebanyak-banyaknya dan tidak tumbuh menjadi anak yang hanya mau naik kendaraan pribadi yang nyaman serta memandang rendah orang lain yang hanya mampu naik kendaraan umum (pengalaman pribadi bertemu spoiled brat seperti ini). Berikut moda transportasi umum yang pernah kami pernah coba dengan si kecil.

Taksi
Kami membawa si kecil pulang dari rumah sakit dengan taksi dan begitu khawatirnya sampai berkali-kali mengingatkan pak supir untuk mengemudi dengan sangat hati-hati dan jangan ngebut. Sejauh ini, taksi adalah moda yang paling nyaman karena nyaris seperti kendaraan pribadi. Demi keamanan, ketika ia masih bayi  biasanya kami selalu menggendongnya dengan baby carrier/wrap dan mengikatkan sabuk pengaman (kalau ada) seperti biasa. Sekarang, karena ia sudah bergerak aktif, saya hanya memeganginya dengan kuat di pangkuan saya ketika kendaraan melaju dan membiarkannya bebas berkeliaran di jok belakang taksi hanya pada saat taksi berhenti.

Perahu kecil (shuttle boat)
Bagi yang pernah berkunjung ke Bangkok, pastilah pernah melihat shuttle boat yang berseliweran menjemput dan mengantar penumpang di sungai Chao Phraya. Beberapa kali, kami menaiki perahu tersebut dari stasiun BTS Saphan Taksin. Dengan bayi yang aman terbungkus dalam wrap/baby carrier, guncangan karena benturan kapal dengan arus sungai dan terpaan angin dapat diminimalkan.

Bis antar kota
Bis antar kota di Bangkok relatif nyaman, bersih, dan tidak ugal-ugalan, hanya saja untuk perjalanan dengan bis, perlu membawa ganjal berupa bantal/kain empuk yang cukup demi mengurangi benturan pada guncangan mendadak sekaligus menyangga tubuh sehingga tidak terlalu pegal duduk sepanjang perjalanan sambil menggendong bayi.

Kereta api (ekonomi)
Perjalanan dengan kereta api sebenarnya menyenangkan, hanya saja, rookie parents ini kurang teliti mencari informasi. Alhasil, bayi yang baru berusia 17 hari ini harus menaiki kereta api tanpa pendingin udara yang kondisinya nyaris mirip dengan kereta api ekonomi Bandung-Cicalengka, hanya saja lebih bersih. Terus terang, keberanian saya membawa David pergi ketika itu lebih karena tubuhnya terlihat seperti bayi berusia 2 bulan, tidak ringkih, dan juga ada ibu yang menemani. Faktanya, ia masih sangat kecil, sehingga akibat dari terpapar angin selama hampir 4 jam, ia mengalami kolik, menangis semalaman dan baru berhenti ketika berhasil mengeluarkan gas dari tubuhnya. Serba salah memang, waktu itu udara panas sekali jadi saya tidak membungkusnya dengan kain. Duh, kapok gara-gara kejadian ini dan berjanji dalam hati untuk tidak mengulangi kebodohan yang sama di lain waktu :(. Pelajaran berharga untuk kami, hindari perjalanan dengan kereta api ekonomi sebisa mungkin apabila membawa bayi kecil, kecuali orangtua siap menanggung risikonya. Sementara ketika kami menumpang TGV Tours - Paris pulang pergi, tidak ada masalah yang berarti. Pernah beberapa kali David menangis keras dan supaya tidak mengganggu penumpang lain, kami membawanya keluar berjalan-jalan di ruang yang berada di antara dua gerbong atau membawanya ke tempat ganti bayi. Tempat ganti bayi di TGV bersih, tersedia tempat duduk, dan dekorasinya berwarna-warni, cukup untuk mengalihkan perhatian si kecil dari kebosanan perjalanan selama kurang lebih 50 menit.

Pesawat terbang
Perjalanan pertama dengan pesawat terbang dimulai ketika usianya 6 minggu. Menurut saya, ada perbedaan membawa bayi terbang, tergantung usianya, lama penerbangan, rute penerbangan dan kesiapan orangtua. Di usianya yang baru menginjak 14 bulan, ia sudah berkali-kali terbang jarak pendek maupun jarak jauh.  Beragam rutenya, beragam pula cerita kami. Untuk perjalanan dengan pesawat terbang akan saya buat di postingan terpisah.

Ojek/motor taxi
Saya dulunya termasuk pengguna ojek, apalagi mengingat kemacetan Jakarta yang mengerikan. Semenjak mempunyai anak, saya tidak pernah dan tidak diperbolehkan naik ojek terlebih sambil menggendong bayi karena faktor keamanan. Sampai pada suatu hari, karena terdesak waktu, saya akhirnya menggunakan ojek juga sambil membawa David di pangkuan saya. Untung lama perjalanan tidak lebih dari 10 menit, jadi rasa deg-degan pun tidak berkepanjangan. Dengan bayi aman terikat dalam carrier di pelukan saya, saya merasa lebih tenang dibandingkan jika menggendong lepas dengan tangan saja, sambil tentu saja tidak lupa beratus-ratus kali mengingatkan pengemudi ojek untuk berhati-hati dan tidak ngebut.

Becak
Moda transportasi satu ini menjadi favorit saya setiap kali pulang kampung. Nyaman sekali rasanya naik becak sambil menikmati sapuan angin sepoi-sepoi di wajah. Sayang, dengan semakin banyaknya kendaraan bermotor di jalanan, kenikmatan naik becakpun jauh berkurang. Ketika menumpang becak, pastikan muka anak menghadap kita agar jika ada debu/kotoran tidak langsung masuk ke mata. Sama dengan ojek, ketika menumpang becak, saya selalu menggendong David dalam carriernya demi alasan keamanan.

Angkutan umum/angkot
Angkutan umum sering kami gunakan pada saat pulang kampung ke Bandung. Satu-satunya yang kurang nyaman dari angkot adalah ketika bayi minta menyusu. Selain dari itu, angkutan umum tidak menjadi masalah untuk kami dan David.

Shuttle van
Kendaraan minibus berkapasitas 10-12 orang yang seringkali kami tumpangi dalam perjalanan Bandung-Jakarta p.p. Seringnya minibus yang saya tumpangi dari tempat pemberangkatan dekat rumah ini kosong, jadi ya hampir tidak ada bedanya dengan naik kendaraan pribadi. Sabuk pengaman pada minibus ini mengikat pinggang saja tanpa ada sabuk melintasi tubuh, jadi lebih mudah untuk saya yang memangku David selama perjalanan.

Skytrain
Sebisa mungkin saya menghindari naik BTS (skytrain di Bangkok) pada jam-jam  sibuk, karena pernah suatu kali saya memaksakan naik di gerbong yang padat. Tidak lama, si bayi mulai menangis keras karena mungkin stress berada dalam himpitan kepadatan penumpang kereta. Di luar jam sibuk, naik BTS sangat nyaman dan ketika ia sudah bisa duduk, seringkali saya membiarkannya duduk sendiri di kursi penumpang.

Kereta Bawah Tanah/MRT/Metro
Satu-satunya hal yang kurang nyaman dari kereta bawah tanah adalah tidak adanya pemandangan..ya iyalah, namanya juga kereta bawah tanah. Sama dengan skytrain, saya juga sebisanya menghindari naik MRT/Metro pada jam sibuk. Sama pula dengan keadaan di angkot, di skytrain dan kereta bawah tanah, menyusu adalah hal yang paling saya hindari. Kalaupun terdesak, biasanya saya turun di stasiun terdekat dari tempat saya, mencari tempat duduk dan mulai menyusui. Setelah selesai, baru naik kereta berikutnya.

Ferry
Perjalanan pertama David dengan ferry baru-baru ini cukup menyenangkan. Kapal yang membawa kami menyeberangi Selat Channel berkapasitas 800 orang dengan fasilitas lengkap. Selama 3 jam perjalanan, kami bisa berjalan-jalan menjelajah kapal dan melihat pemandangan. Untungnya, selama perjalanan, si kecil tidak mabuk laut dan tampak senang berjalan-jalan kesana kemari.

Skylabs
Skylabs adalah sejenis tuk-tuk bermotor dengan mesin 90 - 150 cc, yang banyak ditemui di bagian Timur Laut Thailand. Bentuknya berupa sepeda motor dengan tempat duduk yang cukup untuk 3 orang penumpang dibelakang/disampingnya. Umumnya, pengemudi skylabs suka tantangan, namun beruntung waktu kami menaiki skylabs membawa si bayi yang masih berusia 20 hari ketika itu, pengemudinya perempuan sehingga kami cukup tenang. Seperti biasa, ia saya gendong dengan gendongan kain tradisional khas Indonesia. 

2 comments:

  1. waduh...david, bayiii jagoannnn :) kayaknya David malah udah nyobain semua moda trans lebih banyak dari tante noni hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih tante cantik..ayoo, jalan-jalan bareng David yuk :)

      Delete