Saturday 20 July 2013

Masa Tua

Dulu saya berpikir naif bahwa dimasa tuanya, seseorang akan selalu ada yang menjaga, kalau tidak anak sendiri mungkin saudara jauh. Pemikiran ini muncul karena itulah yang saya lihat di lingkungan saya selama ini.  Pernah ada saudara nenek yang sakit dan sebatang kara sehingga almarhumah nenek saya memutuskan untuk membawa beliau dan mengurusnya sampai saudara tersebut meninggal dunia. Kakek dan nenek saya juga diurus oleh anak-anaknya sejak mereka sakit sampai menghembuskan napas terakhir. Mempunyai anak sejumlah nyaris satu lusin ada untungnya, terutama disaat seperti ini, karena yang menguruspun bisa bergantian.
Di mata saya waktu itu, rumah jompo  bukan pilihan ideal seseorang untuk menghabiskan masa tua dan ada juga komentar yang pernah saya dengar bahwa sungguh tega orang yang memasukkan orangtuanya ke rumah jompo. Terkesan bahwa si anak tidak mau repot mengurus orangtuanya. Tapi apakah benar begitu?
Kilas balik ke beberapa minggu yang lalu ketika kami mengunjungi kakek suami saya di rumah jompo. Usia beliau 92 tahun, menderita Alzheimer, dan masuk ke rumah jompo semenjak nenek meninggal beberapa bulan lalu. Awalnya mereka tinggal berdua di rumah dan ada petugas dari dinas sosial yang datang mengurus keperluan mereka setiap hari. Selain itu, anak2nyapun bergantian datang setiap pekan.
Sore ketika kami datang ke rumah jompo tempat kakek tinggal, ada aktivitas sedang berlangsung di taman depan. Kami mencari kakek namun beliau tidak ada disana. Memasuki ruangan utama, ada sekelompok orang sedang bermain kartu, membaca, atau hanya duduk diam sedangkan di ruangan lain ada pula yang menonton televisi. Beragam kondisi mereka, ada yang masih sehat dan ada pula yang sudah menggunakan alat bantu seperti kursi roda. Kami menemui kakek sedang tertidur dalam posisi duduk di kursi dekat jendela, di sebelah seorang wanita yang tersenyum ketika kami mendekat. Saya menitikkan air mata melihat kondisi beliau, berbeda dengan empat tahun lalu saat pertama bertemu. Ketika itu beliau sudah pelupa tapi fisiknya masih sehat dan hobi berjalan-jalan mengelilingi kebun mereka yang luas sambil bernyanyi riang. Beliau juga suka melucu...manis sekali. Kami mencoba mengajaknya berbicara namun rupanya terlalu berat untuk membuka mata...hanya sesekali beliau menjawab dan kemudian tertidur kembali. Sementara wanita di sebelah kakek setiap 10 menit sekali menanyakan hal yang sama pada kami. Akhirnya kami berjalan-jalan di taman sambil menunggu kakek bangun. Lagi-lagi perhatian saya tersita oleh penghuni rumah jompo yang kami temui selama berada disana. Tampaknya mereka bahagia berada disana, dengan teman seusia mereka, mendapat perawatan dan tempat tinggal yang baik.
Pandangan saya tentang rumah jompo perlahan berubah. Topik ini juga ternyata menjadi pembahasan di kalangan teman2 pengajian. Kami sudah mulai berpikir apa bekal yang diperlukan dimasa tua (jika diberi umur panjang) nanti agar tidak bergantung pada anak. Salah satunya yang terpikir adalah menabung sehingga tidak perlu mengandalkan anak untuk hal finansial dan jika sekiranya sudah tidak mampu hidup sendiri, lebih baik masuk rumah jompo selagi masih bisa bersosialisasi dengan sesama penghuni.
Kemandirian di masa tua ini mengingatkan pada orang-orang yang saya kenal, diantaranya seorang wanita berusia 72 tahun yang aktif menjadi relawan di berbagai tempat untuk life skills education, pria berusia 88 tahun yang masih menyetir mobil sendiri dan berprinsip dimasa tuanya tidak mau menyusahkan orang lain, dan wanita yang belajar menyetir mobil diusia 60 tahun setelah suaminya meninggal dunia.
Para penghuni rumah jompo itu dulunya mungkin seperti orang-orang yang saya ceritakan diatas, sampai pada satu waktu mereka benar-benar membutuhkan bantuan. Kakek sendiri dulunya adalah dokter yang bertugas dirumah jompo tersebut dan sekarang beliaulah yang mendapatkan perawatan disana.
Hal-hal seperti ini mengingatkan saya kembali bahwa waktu harus digunakan sebaik mungkin sebelum tiba masa tua, sakit dan penyesalanpun menjadi tidak berguna; serta selalu bersyukur untuk setiap hal baik yang terjadi pada kita, sekecil apapun.

4 comments:

  1. pungky...nyokap aku tuh yah dari dulu udha mesenin kita anak2nya kalo udah tua dan dia sendirian dan kami jauh semua, dia minta masukin ke rumah jompo aja, males ngerepotin anak2nya heh

    ReplyDelete
    Replies
    1. selalu salut sama orangtua yang pantang menyusahkan anak/orang lain seperti mamanya Noni. Enaknya kalau di Indo, meski kita anak-anaknya jauh, masih memungkinkan bayar orang untuk merawat dan jagain ortu ya, itupun dengan catatan dapat orang yang baik. Tapi kalau gak, rumah jompo jadi solusi terbaik, lebih tenang ke kitanya juga, iya gak?

      Delete
  2. Entah kenapa rumah jompo dan daycare buat beberapa orang terdengar seperti 'tempat buangan' sehingga klo ada seseorang yang dimasukkan ke sana selalu ditanggapi dengan kata-kata: kasihan. Padahal kedua tempat itu menyediakan ruang untuk bersosialisasi, walaupun konteks keduanya amat berbeda ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, bener ki..termasuk saya dulu, hehe *jadi malu* sekarang baru tau dan lihat sendiri bahwa tempat-tempat tersebut bermanfaat, kalau ga bisa dibilang penyelamat :)

      Delete