gambar diambil dari sini
Gara-gara menonton ulasan di televisi baru-baru ini dengan topik apakah daging halal yang dijual di Perancis benar-benar halal ataukah hanya semata dilabeli halal untuk memenuhi permintaan pasar, saya jadi teringat pengalaman kami tentang hal yang satu ini.
Urusan mencari makanan halal menjadi tantangan bagi umat muslim ketika berkunjung atau tinggal di negara-negara dengan mayoritas penduduk non-muslim. Beruntunglah masyarakat muslim yang tinggal di Indonesia, dimana tempat makan dengan menu halal bukanlah hal yang sulit dicari, tentunya dengan perkecualian sebagian wilayah di timur Indonesia. Meskipun begitu, tetap saja kita harus berhati-hati memilih makanan karena merebaknya fakta penggunaan daging yang tidak lazim, khususnya oleh penjual makanan keliling atau gerobak pinggir jalan untuk menekan biaya produksi.
Pengalaman saya berburu daging halal untuk pertama kalinya adalah empat tahun lalu, dan untuk mencapai toko daging tersebut, saya dan teman saya harus berjalan kaki sekitar 45 menit sekali jalan dengan bonus naik bukit pada saat perjalanan pulang, padahal sekitar 5 menit jalan kaki dari tempat tinggal saya, ada toko serba ada yang cukup lengkap. Cukup melelahkan memang, tapi sebanding dengan kepuasan memperoleh daging halal. Setelah pindah ke negara tetangga, mencari daging/makanan halal tidak sesulit dulu, di pasar swalayan besar dekat apartemen selalu tersedia produk-produk halal, walaupun saya tetap mencoba sebisa mungkin berhati-hati untuk tidak makan di hawker centre atau restoran yang tidak memiliki label halal. Kendala lain muncul ketika ada teman yang mengajak makan di suatu tempat yang diragukan kehalalannya. Pernah suatu kali, saya diajak teman yang sedang bertugas di negeri jiran untuk bersantap malam dengan menu seafood di tempat favoritnya. Ternyata, sesampainya kami disana, tempat favoritnya itu adalah restoran Cina yang selain menjual menu seafood, juga menjual menu dengan daging sapi dan babi. Awalnya, saya pikir karena teman kami ini tahu pasti bahwa saya muslim, tempat kami makan dapat dipastikan halal, apalagi di negeri jiran, tapi ternyata saya salah. Masih banyak orang yang salah mengerti apa itu definisi halal.
Tantangan sebenarnya baru dimulai ketika kami pindah ke suatu negara kecil di Pasifik. Selama kami tinggal disana, kami tidak berhasil menemui satupun penduduk muslim, padahal menurut informasi, ada komunitas muslim minoritas di salah satu desa di pulau tempat kami tinggal. Setelah kami tanya sana-sini, hasilnya nihil. Sampai kami meninggalkan negara cantik itu, tidak ada info baru mengenai keberadaan penduduk muslim disana. Kembali ke urusan makanan, ada banyak produk dengan label halal yang bisa diperoleh di pasar swalayan, karena sebagian besar bahan makanan di ibukota diimpor dari negara-negara Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, kecuali untuk produk daging segar. Sayangnya, walaupun tinggal di negara kepulauan, makanan laut tidak terdapat di pasar tradisional dan harganya cukup mahal di pasar swalayan. Setelah mencoba bertahan hanya dengan makan sayur-sayuran, akhirnya kami menyerah juga. Daging sapi lokal dengan kualitas nomor satu sejajar dengan Australia dan Selandia Baru dan daging ayampun mulai kami konsumsi. Adapun apabila kami pergi ke restoran dengan teman-teman, prinsipnya, kami memesan menu apapun selain yang dilarang oleh keyakinan kami. Padahal kan kita tidak pernah tahu pasti bagaimana makanan dimasak di dapur restoran.Tapi mau bagaimana lagi?
Begitu kami menginjakkan kaki kembali ke Asia Tenggara awal bulan lalu, tantangan lain dimulai. Aneka makanan yang dijajakan di pinggir jalan begitu mengundang selera, namun sayangnya banyak diantaranya yang jelas-jelas tidak halal. Di pasar swalayan terdapat produk halal, namun sewaktu terakhir kali saya kesana dan mencari daging sapi di rak yang bertanda "halal products", yang saya temui malah temannya sapi :(...duh, ada-ada saja. Pelajaran penting: jangan hanya percaya begitu melihat tanda di raknya, sebaiknya cek langsung ada tidaknya label halal di kemasan produk. Minggu lalu, kami berniat untuk belanja di toko daging halal di Sukhumvit. Di area yang tidak jauh dari toko daging, terdapat restoran halal dimana kami berencana makan siang yang informasinya saya peroleh dari blog ini. Rupanya belum jodoh mencicipi makanan halal dengan hati tenang, setelah berpanas-panasan berjalan kaki dengan perut lapar, begitu sampai, ternyata restorannya tutup karena libur Idul Adha :(. Ujung-ujungnya, kami terdampar di restoran terdekat dengan menu Mediteranian yang walaupun tidak menjual menu babi tapi tetap saja tidak berlabel halal.
Tampaknya perburuan kami dengan makanan halal masih akan terus berlanjut, entah sampai kapan :). Paling tidak, hikmah yang dapat diambil sejak kami pindah ke kota ini, sekarang kami dapat menemui banyak label halal untuk produk makanan maupun restoran, jauh lebih banyak dari kota tempat tinggal kami sebelumnya, alhamdulillah.
No comments:
Post a Comment