Saturday 12 December 2015

Bahagia itu Sederhana

Siapa yang dulu waktu SD punya semacam buku harian, dan menjelang perpisahan di bangku kelas VI, teman-teman sekelas diminta menuliskan biodata lengkap dengan cita-cita serta kesan dan pesan untuk si pemilik buku? Saya punya, dan biasanya saya, paling suka menuliskan cita-cita: "Bahagia dunia akhirat" tanpa benar-benar mengerti bahagia seperti apa yang dimaksud.

Tahun berganti, usia bertambah, kehidupan berubah, dan di usia yang sekarang, kadang saya suka tersenyum geli membayangkan diri sendiri di masa SD, butuh waktu puluhan tahun untuk mengerti kalau perasaan bahagia itu bisa diciptakan di dunia dan bahagia itu teramat sederhana.

Ternyata, bahagia itu sesederhana ketika melihat bocah berusia 3,5 tahun berhasil mengayuh sepeda roda duanya untuk pertama kali, spontan saya menangis saking bangga dan bahagia melihat usahanya...

Perasaan bahagia itu datang lagi sesederhana sepotong kalimat yang disampaikan guru renangnya bahwa mulai bulan depan ia sudah bisa berenang tanpa ditemani lagi. Rasanya baru kemarin, saya membawa bayi delapan bulan berenang untuk pertama kalinya. Naik turun dalam proses "belajar" berenang ini sudah kami lewati bersama sampai pernah saya berada dalam tahap nyaris ingin menunda kelas berenang sampai anaknya bersemangat lagi. Alhamdulillah, usaha David dan dukungan guru-guru renangnya membuahkan hasil. Rasanya tidak sabar melihat si sulung berenang sendiri walau pasti saya akan kangen menemaninya nyemplung di kolam seperti yang saya lakukan selama 3 tahun terakhir. 

Teruslah bersinar dan berusaha menjadi sumber kebahagiaan kami dan sekelilingmu, sayang... In Shaa Allah, aamiin..

No comments:

Post a Comment