Kedua kota cantik ini kami kunjungi pada kesempatan berbeda. Melaka atau Malaka atau Malacca kami datangi pada bulan Juli 2010 sementara ibukota pulau Penang, yaitu George Town, kami sambangi untuk melewatkan pergantian tahun 2012-2013 lalu. Keduanya ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada bulan Juli 2008.
Lalu apa yang menarik dari kedua kota ini? Seperti halnya kota-kota di Semenanjung Malaka, kedua kota ini menjadi bukti nyata peleburan budaya Melayu, Cina, India, dan Eropa (Inggris, Belanda, Portugis) karena fungsinya sebagai kota perdagangan yang menghubungkan Timur dan Barat selama kurang lebih 500 tahun. Peleburan budaya tersebut terwujud diantaranya dalam bentuk arsitektur bangunan, pola kota, dan makanan.
Malaka
Kedatangan kami di Malaka bertepatan dengan penyelenggaraan pertandingan perempat final Piala Dunia 2010, jadi terbayang betapa ramainya kedai-kedai kopi menayangkan siaran pertandingan sepakbola di layar raksasa, seru sekali!
|
Christ Church Malaka |
|
Kendaraan khas di kawasan turis Malaka |
|
Malaka di malam hari |
Rasanya kunjungan pertama ke Malaka ini masih kurang memuaskan karena kami belum menjelajah setiap sudut kotanya. Euforia Piala Dunia saat itu membuat kami malah sibuk mencari tempat untuk menonton pertandingan :D, giliran saatnya kembali ke Jakarta baru deh menyesal karena belum sempat mengeksplorasi kota secara maksimal :(.
George Town
Niatan untuk mengunjungi George Town bisa dibilang cukup mendadak. Kami beruntung masih bisa mendapatkan tiket di saat-saat terakhir dengan harga yang masih masuk akal pula. Penerbangan Bangkok - Penang dengan maskapai Air Asia membutuhkan waktu 1 jam 40 menit. Sesampainya di Bandara Internasional Penang, kami mengantri untuk mendapatkan taksi. Harga dari bandara sampai kota Georgetown yang termasuk zone 5 (kalau tidak salah) adalah RM 45. Selain taksi, ada pula armada bis yang melayani rute dari bandara ke pusat kota George Town. Informasi rute bis dapat dilihat di
sini.
Untuk kriteria penginapan, mengingat uniknya bangunan di kota George Town, kami memilih menginap di
boutique hotel yang umumnya merupakan bangunan konservasi. Ada beberapa pilihan, namun yang berlokasi dekat zona inti warisan dunia adalah
boutique hotel di sepanjang Lebuh Chulia, antara lain Yeng Keng Hotel, Chulia Heritage Hotel, dan Banana Boutique Hotel - hotel tempat kami menginap. Karena kedua hotel pertama yang saya taksir penuh, pilihan jatuh pada hotel ketiga. Meskipun mereka tidak menyediakan boks bayi, tapi sebagai pejalan dengan standar akomodasi biasa-biasa saja, secara umum kami tidak mempunyai keluhan ketika menginap disini.
Apa saja hal yang menarik untuk dilakukan di George Town? Yang pertama, tentu saja berkeliling kota melihat bangunan - bangunan bersejarahnya yang indah. Kedua, apalagi kalau bukan wisata kuliner. Tiga hari kami lewatkan di kota George Town tidak jauh dari kegiatan memamah biak alias makan-makan dan mengukur jalan menikmati bangunan-bangunan bersejarah. Kami juga mengunjungi perumahan penduduk yang dibangun di atas air (
clan jetties) yang juga merupakan bagian dari Jejak Warisan Penang atau
Penang Heritage Trail.
Dari sekian banyak bangunan bersejarah di Penang, berikut beberapa di antaranya yang sempat kami datangi.
Fort Cornwallis
Dibangun oleh Francis Light, benteng berbentuk bintang ini selesai pada awal abad 19. Awalnya, benteng ini digunakan sebagai pusat administratif pulau Penang, Pengadilan Tinggi Penang, dan kantor polisi Sikh. Dengan 3 RM, pengunjung dapat menikmati taman di dalam benteng yang hijau dan terawat serta mempelajari sejarah Penang dari setiap papan informasi yang terdapat disana.
Pinang Peranakan Mansion
Kurang lebih mirip dengan Museum Peranakan di Singapura, Pinang Peranakan Mansion adalah contoh rumah Baba kaya. Dibangun pada abad 19, rumah ini pernah menjadi kediaman sekaligus kantor Kapitan Cina Chung Keng Kwee. Dibuka setiap hari dengan harga tiket 10 RM untuk dewasa dan 5 RM untuk anak-anak di bawah 12 tahun, serta gratis untuk anak-anak dibawah 6 tahun.
Kapitan Keling Mosque
Merupakan mesjid bersejarah terbesar di kota George Town yang dibangun pada awal abad 19. Tepat di samping mesjid terdapat kedai nasi kandar Liqayat Ali yang sangat terkenal. Pada jam sibuk, antriannya bisa begitu panjang dan sesuai dengan pamornya, nasi kandar ini membuat kami ketagihan untuk makan lagi disana.
Clan Jetties
Perumahan masyarakat Cina yang didirikan di atas papan-papan kayu sepanjang dermaga Weld mulai berkembang sejak abad 19. Di sepanjang Weld Quay, terdapat delapan perkampungan yang penduduknya merupakan keturunan para imigran Cina dengan latar belakang sejarah, geografis, dan garis keturunan yang beragam.
St. George's Church
Gereja Anglican tertua di Asia Tenggara, St. George's Church berdiri gagah di tengah hamparan rumput hijau yang luas di Farquhar Street. Selesai dibangun pada 1819, gereja ini bersama-sama dengan Goddess of Mercy Temple, Mesjid Kapitan Keling, Sri Mahariamman Temple menjadi simbol keagamaan yang berdampingan secara harmonis sehingga area ini dikenal juga sebagai
The Street of Harmony.
Queen Victoria Memorial Clock Tower
Sebagai simbol kekayaan hartawan Penang Cheah Chen Eok, menara ini dibangun pada 1897 untuk memperingati 60 tahun bertahtanya Ratu Victoria dari Inggris.
The Esplanade Town Hall
Diresmikan pada 1880 oleh Gubernur Sir Fedderick Weld, gedung indah ini awalnya adalah tempat berkumpulnya para kalangan atas Penang. Gedung ini juga sempat menjadi latar film Anna and the King.
Selain berjalan-jalan di pusat kota George Town, kami tidak melewatkan kunjungan ke Bukit Bendera yang terletak di Penang Hill. Kereta dengan tiket 30 RM/orang membawa kami melihat Penang dari ketinggian Bukit Bendera.
|
Tulisan menarik di setiap jalan di area World Heritage Core Zone |
|
Nasi kandar, salah satu makanan khas Penang yang tidak boleh dilewatkan |
|
Penjelasan menarik mengapa jalannya dinamai Love Lane :) |
|
Love Lane yang terkenal |
|
Pintu masuk Fort Cornwallis |
|
Deretan meriam di Fort Cornwallis |
|
Rujak, salah satu kuliner wajib jika berkunjung ke Penang | |
|
Town Hall |
|
St. George's Church |
|
Bagian muka rumah khas Penang |
|
Salah satu sudut di Pinang Peranakan Mansion yang cantik |
|
City Hall |
|
Antrian menjelang makan siang di kedai Nasi Kandar Liqayat Ali, jalan Mesjid Kapitan Keling |
|
Salah satu sudut perumahan di kawasan dermaga yang bersih |
|
Salah satu dari sekian banyak kuil di Penang |
|
Victoria Clock Tower |
|
Pasangan berbahagia, pengantin Penang |
|
Berpose sejenak di stasiun funiculaire Bukit Bendera :) |
|
Deretan rumah khas Penang |
|
Clan jetties |
|
Sudut Chinatown |
|
Mesjid Kapitan Keling |
|
Kawasan Chinatown |
|
Kuil kecil di Armenian Street yang cantik |
|
Perumahan di clan jetties |
|
Aneka kacang-kacangan yang dijual di sebuah kedai di Penang Hill |
|
Villa dan perumahan mewah di sepanjang sisi jalan Batu Feringgi Beach |
|
Masjid apung di Tanjong Bungah |
|
Deretan bangunan apartemen, perumahan,dan villa mewah di Penang |
Dari George Town, kami melanjutkan perjalanan ke Batu Feringgi Beach untuk melewatkan malam pergantian tahun disana. Melewati kawasan Gurney Drive yang
chic, saya terkagum-kagum ketika melihat pelataran pejalan kaki sepanjang garis pantai dan di sisi lain berdiri bangunan pertokoan mewah Gurney Plaza dan Gurney Paragon, terselip diantara gedung-gedung apartemen eksklusif dengan pemandangan langsung ke pantai.
Meninggalkan kawasan Gurney Drive, saya kembali ternganga melihat banyaknya bangunan mewah di sepanjang Batu Feringgi. Tampaknya sektor properti di pulau Penang sangat berkembang pesat dan kelihatannya para orang kaya ramai-ramai menginvestasikan aset mereka dalam bentuk
holiday home. Kenapa saya berasumsi begitu? Karena hampir sebagian besar bangunan mewah tersebut kosong tak berpenghuni. Sebagian lainnya tampak belum rampung dibangun.
Memasuki area Batu Feringgi, hotel-hotel dari berbagai bintang mulai tampak. Pantainya sendiri bersih namun di beberapa tempat cukup berbatu sehingga tidak dapat digunakan untuk berenang. Berbeda dengan George Town yang berhasil membuat saya terpesona karena kebersihan kota dan konservasi bangunan bersejarahnya, Batu Feringgi tidaklah sebagus pantai-pantai di Indonesia, hanya mungkin promosi dan pengelolaannya yang membuat pantai ini menjadi terkenal dan membuat hotel-hotel berbintang berebut mengibarkan benderanya disana.
Sayangnya, waktu kunjungan yang sempit tidak memungkinkan kami untuk menyeberangi Penang Bridge dan menengok kota Butterworth. Meskipun begitu, George Town sudah meninggalkan sepotong kenangan indah dan pastinya, kami tidak keberatan kembali lagi kesini, apalagi kalau sambil membayangkan nasi kandar Liqayat Ali, rujak, dan kuliner Penang lainnya yang belum sempat kami cicipi :).
kendaraan turisnya meriah ya
ReplyDeletembak Lidyaa, maaf telat bales komennya :(. Hihi, hiasannya memang super heboh :)
Delete