Penerbangan Bangkok - Siem Reap hanya membutuhkan waktu 50 menit saja. Bandara Siem Reap tergolong kecil, sehingga tidak lama, kami sudah berada di ruang kedatangan, mencari-cari papan nama yang dibawa penjemput yang sudah dipesan dari hotel. Bolak-balik mencari, penjemput kami tidak juga ketemu sampai akhirnya ada seseorang yang berlari-lari kecil menghampiri sambil tersenyum minta maaf. Tidak lama, dua buah tuk-tuk menghampiri, siap mengangkut kami dan koper. Hotel kecil tempat kami menginap menyediakan penjemputan gratis dengan tuk-tuk atau mobil dengan biaya tambahan. Sebagai penyuka segala hal yang gratisan, tentunya kami memilih tuk-tuk. Diantara mobil van hitam milik Shinta Mani lengkap dengan chauffeur yang sedang memasukkan koper tamunya ke bagasi mobil dan penjemput berseragam dari Amansara, dijemput naik tuk-tuk itu rasanya sesuatu sekali, hehehe...
Perjalanan dari bandara ke hotel memakan waktu kurang lebih 20 menit, melewati Angkor Wat yang tampak dari kejauhan. Selesai check in, kami langsung menuju loket penjualan tiket masuk Taman Arkeologis Angkor. Dengan dua buah tiket 3-day pass seharga masing-masing USD 40 dan gratis untuk anak-anak dibawah usia 12 tahun, supir tuk-tuk membawa kami menuju Pre Rup, candi untuk melihat matahari terbenam, selain Bakhaeng Hill. Pre Rup dibangun pada abad ke-10 dan untuk mencapai puncaknya, kita harus meniti tangga yang lumayan curam, mengingatkan saya ketika mengejar panorama matahari terbenam di Shwesandaw Pagoda, Bagan, Myanmar.
Tiket masuk yang baru berlaku keesokan harinya (setelah pukul 4.30 sore pengunjung bisa masuk kawasan Angkor tanpa tiket alias gratis) sukses dipakai secara optimal untuk melihat tempat-tempat yang sudah tercantum dalam bucket list, dengan tetap memasukkan jadwal tidur siang diantaranya. Di hari kedua, hampir saja saya nyaris harus membeli tiket baru karena tiket saya masuk ke sela-sela antara jendela dan pintu mobil yang kami sewa (jangan tanya kenapa, ceritanya panjang :D), tapi syukurlah pak supir berhasil menyelamatkan tiket saya sehingga tidak perlu membeli yang baru lagi.
Selama di Siem Reap, waktu saat kami tidak berada di Angkor, kami berjalan-jalan ke kota, menyusuri Avenue Charles de Gaulle, mampir ke Siem Reap Old Market, dan menengok kawasan Pub Street yang ramai dengan turis. Kami juga sempat menghampiri Butterfly Garden Restaurant yang terletak tidak jauh dari Old Market untuk makan malam sekaligus melihat kupu-kupu. Sayang, setibanya disana, ternyata kupu-kupunya tinggal tersisa dua ekor saja sementara yang lainnya sudah beterbangan keluar dari kebun. Untungnya si kakak tidak terlalu kecewa dan mau melanjutkan perjalanan ke Old Market.
Kami juga mampir membeli oleh-oleh di Madame Sachiko Angkor Cookies yang lokasinya berseberangan dengan Hotel Sofitel Angkor Phokeethra. Toko kue yang dirintis oleh seorang wanita Jepang bernama Sachiko Kojima ini membuat kue kering yang dicetak menyerupai bentuk Angkor Wat dalam berbagai rasa. Selain itu ada produk lain seperti teh, kopi, merica, gula aren, madu, kacang mede, keripik pisang, dan aneka kerajinan tangan khas Kamboja. Harga kue keringnya sendiri cukup mahal, antara USD 5 - 20, namun dijamin enak, dan ada logo halalnya :).
Bicara soal makanan, kami tidak sempat menemukan makanan halal selama di Siem Reap. Hampir setiap makan malam kami lewatkan di hotel. Begitu sudah kembali ke Bangkok, baru saya temukan tulisan mbak Hilsya yang ini. Duh, rasanya harus kembali lagi kesana, ternyata ada lumayan banyak tempat makan halal di Siem Reap yang kami lewatkan :(.
Hari terakhir kami di Siem Reap dilewatkan dengan mengunjungi pasar tradisional di kawasan Old Market. Kunjungan ke pasar basah memang selalu seru dengan pemandangan eksotis buah-buahan dan sayur mayur yang beberapa saya tidak tahu namanya. Di pasar, banyak terdapat tempat makan dipenuhi pengunjung yang sedang sarapan. Konon, masyarakat Kamboja pada umumnya selalu makan di rumah, kecuali saat makan pagi, kebiasaan mereka adalah makan di luar rumah.
Mudah-mudahan kami bisa kembali lagi ke Siem Reap di musim yang berbeda, melihat kompleks Angkor dalam kehijauan tanaman dan lahan pertanian di musim hujan, menjelajahi Old Market, dan menjajal restoran halal disana.
Tiket masuk yang baru berlaku keesokan harinya (setelah pukul 4.30 sore pengunjung bisa masuk kawasan Angkor tanpa tiket alias gratis) sukses dipakai secara optimal untuk melihat tempat-tempat yang sudah tercantum dalam bucket list, dengan tetap memasukkan jadwal tidur siang diantaranya. Di hari kedua, hampir saja saya nyaris harus membeli tiket baru karena tiket saya masuk ke sela-sela antara jendela dan pintu mobil yang kami sewa (jangan tanya kenapa, ceritanya panjang :D), tapi syukurlah pak supir berhasil menyelamatkan tiket saya sehingga tidak perlu membeli yang baru lagi.
Selama di Siem Reap, waktu saat kami tidak berada di Angkor, kami berjalan-jalan ke kota, menyusuri Avenue Charles de Gaulle, mampir ke Siem Reap Old Market, dan menengok kawasan Pub Street yang ramai dengan turis. Kami juga sempat menghampiri Butterfly Garden Restaurant yang terletak tidak jauh dari Old Market untuk makan malam sekaligus melihat kupu-kupu. Sayang, setibanya disana, ternyata kupu-kupunya tinggal tersisa dua ekor saja sementara yang lainnya sudah beterbangan keluar dari kebun. Untungnya si kakak tidak terlalu kecewa dan mau melanjutkan perjalanan ke Old Market.
Kami juga mampir membeli oleh-oleh di Madame Sachiko Angkor Cookies yang lokasinya berseberangan dengan Hotel Sofitel Angkor Phokeethra. Toko kue yang dirintis oleh seorang wanita Jepang bernama Sachiko Kojima ini membuat kue kering yang dicetak menyerupai bentuk Angkor Wat dalam berbagai rasa. Selain itu ada produk lain seperti teh, kopi, merica, gula aren, madu, kacang mede, keripik pisang, dan aneka kerajinan tangan khas Kamboja. Harga kue keringnya sendiri cukup mahal, antara USD 5 - 20, namun dijamin enak, dan ada logo halalnya :).
Toko Kue Angkor Cookies |
Bicara soal makanan, kami tidak sempat menemukan makanan halal selama di Siem Reap. Hampir setiap makan malam kami lewatkan di hotel. Begitu sudah kembali ke Bangkok, baru saya temukan tulisan mbak Hilsya yang ini. Duh, rasanya harus kembali lagi kesana, ternyata ada lumayan banyak tempat makan halal di Siem Reap yang kami lewatkan :(.
Hari terakhir kami di Siem Reap dilewatkan dengan mengunjungi pasar tradisional di kawasan Old Market. Kunjungan ke pasar basah memang selalu seru dengan pemandangan eksotis buah-buahan dan sayur mayur yang beberapa saya tidak tahu namanya. Di pasar, banyak terdapat tempat makan dipenuhi pengunjung yang sedang sarapan. Konon, masyarakat Kamboja pada umumnya selalu makan di rumah, kecuali saat makan pagi, kebiasaan mereka adalah makan di luar rumah.
Suasana di salah satu sudut pasar |
Toko spesialis beragam daging yang diasinkan dan dikeringkan |
Mudah-mudahan kami bisa kembali lagi ke Siem Reap di musim yang berbeda, melihat kompleks Angkor dalam kehijauan tanaman dan lahan pertanian di musim hujan, menjelajahi Old Market, dan menjajal restoran halal disana.
suasananya unik bgt ya mbak.. jd pengen nyobain itu kue angkor, bentuknya mirip anchor kah? hehe
ReplyDeletekuenya sih kue kering biasa dengan aneka rasa, hanya berbentuk Angkor Wat dua dimensi, mbak :)
Delete