Postingan ini sama sekali tidak berkaitan dengan parenting atau apapun yang berhubungan dengan urusan membesarkan anak, melainkan catatan kecil saya yang kalau diingat-ingat sekarang suka bikin tertawa miris sendiri.
Saya punya pengalaman tidak menyenangkan dengan orang yang terganggu ingatannya, selanjutnya disingkat OTI. Cerita pertama terjadi waktu David masih berusia kurang dari 2 tahun dan saya sedang hamil 5 bulan. Suatu pagi kami berjalan menuju daycare, mengambil rute biasa. Seperti kebiasaannya, David berbelok sebentar dekat bak besar dekat bundaran air mancur yang berisi beberapa ekor ikan. Saat itu David berdiri kurang lebih sekitar 1 meter dari saya. Tiba-tiba, entah dari mana munculnya, ada seorang pria yang tampaknya OTI (saya sudah cukup sering melihatnya di daerah Sukhumvit) mendekati David, mungkin maksudnya mengajak bermain. Saya panik dan berusaha mengambil David yang satu lengannya diraih bapak tersebut. Saya berusaha menariknya dan segera lari menjauh. Untung, bapak itu melepaskan pegangannya dan tidak mengejar kami. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, kami masih dilindungi. Terlintas kemungkinan paling buruk, apabila bapak tersebut bersikukuh memegang David, ah sudahlah, membayangkannya saja saya tidak sanggup :'(. Semuanya terjadi begitu cepat dan tidak seperti hari-hari sebelumnya, pagi itu sama sekali tidak ada penjual kaki lima atau orang yang lewat ketika peristiwa terjadi. Sambil gemetar dan menggendong David, saya segera mencari taksi karena David sempat menangis dan tidak mau berjalan lagi, rupanya ia baru sadar apa yang terjadi beberapa saat kemudian. Saya masih gemetaran saat menelepon suami menceritakan apa yang baru saja terjadi. Ya Allah, terima kasih kami masih dilindungi. Setelah kejadian itu, pesan moral yang saya dapat adalah: TIDAK PERNAH lagi membiarkan David berada jauh dari saya, 30 cm sekalipun selama di tempat umum. Mengalami paranoia? mungkin, terserah orang mau bilang apa, saya tidak peduli. Kami masih sesekali berpapasan dengan bapak tersebut dan saya sempat deg-degan ia mengingat profil kami, tapi saya pasrah, hanya bisa banyak-banyak berdoa dan selalu berusaha berjalan menempel beriringan dengan orang lain jika kebetulan kami berpapasan.
Ternyata mimpi buruk itu terulang, lagi-lagi saya harus berurusan dengan OTI yang lain, kali ini perempuan. Ceritanya, satu Sabtu pagi, saya membawa anak-anak ke taman dekat tempat kami tinggal, si kakak dengan sepeda roda empatnya dan si adik di stroller. Lumayan repot mendorong sepeda yang pengemudinya sendiri belum lancar mengayuh dan mendorong stroller dengan satu tangan. Dari kejauhan, saya sudah melihat perempuan ini dan demi keamanan, saya mengambil arah berlawanan. Karena si kakak masih belum lancar mengayuh sepedanya, alhasil kami melaju lambat sekali seperti siput dengan posisi saya mendorong stroller dan si sulung bersepeda di sebelah kanan saya. Tidak disangka, perempuan bertubuh kurus ini berjalan mengitari kolam di tengah taman, sehingga ia sekarang berada searah dengan kami. Singkat cerita, ia sudah berada di depan kami dan mulai berceloteh, mendekatkan badannya ke stroller. Saya yang tidak mengerti apa yang ia bicarakan, hanya punya satu pikiran, melindungi si kecil, karena saya tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Saya pinggirkan stroller dan menghalanginya dengan badan saya, sementara si kakak dengan sepedanya ada di sebelah kanan saya, dan OTI tersebut tetap berdiri di depan kami. Karena stroller sudah di luar jangkauannya, ia mengalihkan perhatian pada sepeda dan bergerak seperti hendak mengambil sesuatu di keranjang depan sepeda yang kebetulan berisi tisu basah dan kunci apartemen. Secara spontan melihat gerakannya, saya langsung menepis tangannya supaya tidak menyentuh apapun, khususnya si kakak. Secepat kilat, OTI yang marah karena perilaku saya meracau sambil langsung mendaratkan tangan di pipi kiri saya, PLAK! Sesaat saya kaget, pengalaman seumur-umur ditampar orang tidak dikenal sambil dimaki-maki (saya tidak mengerti dia bicara apa, tapi sepertinya tidak jauh dari kata-kata makian). Mungkin, ia tersinggung saat saya menjauhkan anak-anak dari jangkauannya sehingga ia menjadi marah. Rasa kaget karena tamparan keras itu mendadak hilang berganti panik karena ia tiba-tiba mengacung-acungkan sebatang dahan pohon yang patah ke arah saya. Saya jadi takut kalau ia nekat mencederai dengan senjatanya itu. Untunglah, tidak jauh dari situ, ada dua ibu yang sedang duduk di bangku dan saya segera mendekati mereka, minta perlindungan. Salah satu ibu kemudian berteriak minta tolong pada tukang kebun untuk mengusir OTI yang masih mengamuk untuk keluar dari taman. Saya dan David yang masih terpukul kemudian memutuskan pulang, padahal belum ada setengah jam kami di taman. Setelah kejadian itu, saya masih berpapasan beberapa kali dengannya, dan lagi-lagi saya khawatir ia akan ingat kami, sampai pernah saya mengambil jalan memutar untuk menghindari bertemu dengannya...duh repotnya :(
Setelah menjadi ibu, saya baru tahu, insting protektif terhadap anak-anak juga membuat saya berani berhadapan langsung dengan OTI, padahal dulu, baru lihat OTI dari jauh, saya sudah lari ketakutan mencari tempat berlindung yang aman. Alhamdulillah, setelah dua mimpi buruk itu, sampai hari ini kami masih dilindungi, dan semoga tidak akan pernah berurusan dengan OTI lagi selamanya.
Ternyata mimpi buruk itu terulang, lagi-lagi saya harus berurusan dengan OTI yang lain, kali ini perempuan. Ceritanya, satu Sabtu pagi, saya membawa anak-anak ke taman dekat tempat kami tinggal, si kakak dengan sepeda roda empatnya dan si adik di stroller. Lumayan repot mendorong sepeda yang pengemudinya sendiri belum lancar mengayuh dan mendorong stroller dengan satu tangan. Dari kejauhan, saya sudah melihat perempuan ini dan demi keamanan, saya mengambil arah berlawanan. Karena si kakak masih belum lancar mengayuh sepedanya, alhasil kami melaju lambat sekali seperti siput dengan posisi saya mendorong stroller dan si sulung bersepeda di sebelah kanan saya. Tidak disangka, perempuan bertubuh kurus ini berjalan mengitari kolam di tengah taman, sehingga ia sekarang berada searah dengan kami. Singkat cerita, ia sudah berada di depan kami dan mulai berceloteh, mendekatkan badannya ke stroller. Saya yang tidak mengerti apa yang ia bicarakan, hanya punya satu pikiran, melindungi si kecil, karena saya tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Saya pinggirkan stroller dan menghalanginya dengan badan saya, sementara si kakak dengan sepedanya ada di sebelah kanan saya, dan OTI tersebut tetap berdiri di depan kami. Karena stroller sudah di luar jangkauannya, ia mengalihkan perhatian pada sepeda dan bergerak seperti hendak mengambil sesuatu di keranjang depan sepeda yang kebetulan berisi tisu basah dan kunci apartemen. Secara spontan melihat gerakannya, saya langsung menepis tangannya supaya tidak menyentuh apapun, khususnya si kakak. Secepat kilat, OTI yang marah karena perilaku saya meracau sambil langsung mendaratkan tangan di pipi kiri saya, PLAK! Sesaat saya kaget, pengalaman seumur-umur ditampar orang tidak dikenal sambil dimaki-maki (saya tidak mengerti dia bicara apa, tapi sepertinya tidak jauh dari kata-kata makian). Mungkin, ia tersinggung saat saya menjauhkan anak-anak dari jangkauannya sehingga ia menjadi marah. Rasa kaget karena tamparan keras itu mendadak hilang berganti panik karena ia tiba-tiba mengacung-acungkan sebatang dahan pohon yang patah ke arah saya. Saya jadi takut kalau ia nekat mencederai dengan senjatanya itu. Untunglah, tidak jauh dari situ, ada dua ibu yang sedang duduk di bangku dan saya segera mendekati mereka, minta perlindungan. Salah satu ibu kemudian berteriak minta tolong pada tukang kebun untuk mengusir OTI yang masih mengamuk untuk keluar dari taman. Saya dan David yang masih terpukul kemudian memutuskan pulang, padahal belum ada setengah jam kami di taman. Setelah kejadian itu, saya masih berpapasan beberapa kali dengannya, dan lagi-lagi saya khawatir ia akan ingat kami, sampai pernah saya mengambil jalan memutar untuk menghindari bertemu dengannya...duh repotnya :(
Setelah menjadi ibu, saya baru tahu, insting protektif terhadap anak-anak juga membuat saya berani berhadapan langsung dengan OTI, padahal dulu, baru lihat OTI dari jauh, saya sudah lari ketakutan mencari tempat berlindung yang aman. Alhamdulillah, setelah dua mimpi buruk itu, sampai hari ini kami masih dilindungi, dan semoga tidak akan pernah berurusan dengan OTI lagi selamanya.
Ya ampun, ga kebayang deh ditampar ama OTI yang lagi ngamuk. Syukurlah dirimu dan anak2 baik-baik aja Pungky. Aku ga pernah ngalamin ketemu ama OTI waktu jalan ama Dea. Justru yang terjadi sebaliknya, Dea selalu ketemu orang-orang yang menyenangi anak-anak, akibatnya ya Dea mudah akrab ama orang baru. Justru bundanya yang deg-degan, meleng dikit anaknya udh nongkrong ama orang lain dan akrab :((. Masih berusaha menanamkan ama Dea bahwa ga semua orang bisa dipercaya. Any idea?
ReplyDeleteHahaha sayapun gak pernah terlintas bakal ngalamin Ki..Ya ampun, Dea bahas apaan tuh kalau nongkrong gitu? canggih euy, hehe...Waduh, belum bisa kasih saran Ki, habis bocah2 emang biasanya perlu pemanasan kalau ketemu orang baru, kecuali tamu yg diajak nginep dirumah, baru kenal langsung diajak main, hihihi..
Deleteinsting ibu untuk menjaga anaknya ya mbak. Aku pernah marah sama temen karen nyubit2 anakku sampe kenceng :)
ReplyDeletehaduh maaf mbak, baru balas nih...iya, insting singa betina lapar tepatnya, mbak Lidya :)..pasti kesel banget kalau ada yang "ganggu" anak kita, meski alasannya karena lucu menggemaskan, tapi jangan sampai menyakiti dong ya?
DeleteWaduh, antara kasian sama OTI ini tp ya takut juga ya kl diapa2in, apalagi kl sama anak2...semoga kita selalu aman2 aja ya Pung...
ReplyDeleteiya, kalo sendirian mah tinggal lari aja, nah kalo sama anak2 susah larinya..aamiin, thanks Dwi :)
Delete