Saturday, 30 January 2016

#World Heritage Sites: Complex of Hué Monuments

Bagian depan Citadel Hue
Pesawat Vietnam Airlines yang membawa kami melintasi jarak sejauh 573 kilometer dari Hanoi dalam waktu 1 jam 10 menit mendarat mulus di Hue sesaat sebelum malam tiba setelah mengalami penundaan selama hampir dua jam. Pernah menjadi pusat pemerintahan dan pusat budaya 13 raja dari dinasti Nguyen selama kurun waktu 1802 - 1945, Hue menjadi saksi bertahtanya dinasti feodal terakhir di Vietnam. Berada di bagian tengah Vietnam, The Complex of Hue Monuments terdiri dari Citadel yang melingkupi Hoang Thanh (Imperial City) dan Tu Cam Thanh (Forbidden Purple City) serta beberapa monumen penting lainnya. 


Monumen-monumen penting yang layak dikunjungi dalam kompleks ini terletak di hulu sungai Perfume (penasaran mengapa sungai ini dinamai Perfume River), diantaranya Thien Mu Pagoda dan tiga mausoleum kaisar-kaisar Vietnam, yaitu Tu Duc Tomb, Minh Mang Tomb, dan Khai Dinh Tomb. Diresmikan sebagai situs Warisan Budaya Dunia UNESCO pada 1993, The Complex of Hue Monuments  merupakan gabungan keindahan alam dan karya arsitektur serta seni budaya Vietnam. Tiket masuk bisa dibeli dalam bentuk paket seharga VND 360,000 untuk kelima tempat tersebut atau dibeli per tempat seharga VND 150,000 untuk Imperial City, dan VND 100,000 untuk masing-masing makam (Tomb).

Satu hari kami lewatkan di kawasan Citadel yang luas. Sebenarnya ada kendaraan elektrik yang bisa disewa guna berkeliling kawasan, hanya saja kami memilih berjalan santai dibawah teduhnya pepohonan untuk menjelajahi kawasan ini. Sedangkan, esoknya kami gunakan untuk mengunjungi salah satu makam, yaitu Khai Dinh Tomb dalam perjalanan menuju Hoi An. Berada di ketinggian, makam dan sekaligus istana kaisar Khai Dinh, kaisar terakhir Vietnam, dapat dicapai setelah meniti kurang lebih 127 anak tangga. Di kedua sisi gerbang masuk menuju makam terdapat duabelas patung penjaga dari batu yang berdiri berbaris dalam posisi takzim.



Sayang, kami tidak mempunyai cukup waktu untuk mengunjungi semua monumen bersejarah di Hue, namun melihat langsung Citadel dan salah satu makam kaisar Vietnam cukup memberikan sedikit gambaran tentang masa jaya kekaisaran Vietnam di masa lalu.



















Sebagian anak tangga menuju makam kaisar Khai Dinh

Patung penjaga di kedua sisi pintu masuk makam




Singgasana kaisar

Kaisar Khai Dinh


Tuesday, 26 January 2016

Bangkachao: Oasis di Tengah Hiruk Pikuk Bangkok

Sabtu minggu lalu, akhirnya terlaksana juga agenda kami menengok paru-paru kotanya Bangkok. Lumpini? Bukan. Suan Rot Fai? Bukan. Rama IX Park? Bukan. Ketiga tempat tersebut memang termasuk kategori paru-paru kota. Namun, paru-paru kota yang saya maksud disini adalah sebuah "pulau" hijau dikelilingi sungai Chao Phraya dan kawasan metropolitan Bangkok yang padat.

Bangkachao (Bang Krachao atau Bang Kra Jao) memberikan imajinasi tentang suasana Bangkok tempo dulu. Kawasan lindung Bangkachao seluas kurang lebih 2,000 hektar ini terdiri dari hutan, rumah-rumah penduduk, dan lahan perkebunan. Sebagai kawasan lindung, daerah ini mempunyai peraturan khusus yang melarang pembangunan gedung-gedung tinggi di atas lahannya. Hijaunya Bangkachao atau dikenal juga sebagai Bangkok's Green Lung bahkan tampak mencolok jika dilihat dari udara.

Sumber: Googlemaps

Entah kenapa, taksi yang berseliweran pagi itu di Sukhumvit enggan mengangkut kami (kami sekeluarga plus seorang teman baik/tetangga beserta putranya) yang bersikeras pakai argometer, sampai akhirnya ada satu taksi yang bersedia. Setelah sedikit tersesat, sampailah kami di tempat tujuan dengan argometer THB 81 saja! Bandingkan dengan harga yang ditawarkan supir-supir sebelumnya, berkisar antara THB 200-250. Semoga berkah rezekinya ya pak supir yang baik hati...

Untuk mencapai Bangkachao dari daerah Sukhumvit sebenarnya cukup mudah. Berbekal Googlemaps, tujuan akhir kami adalah Wat Klong Toey Nok (via Ratchadapisek Rd. - Na Ranong Rd., selanjutnya ikuti petunjuk Googlemaps). Sesampainya disana, kami disambut seorang wanita yang menawarkan kapal untuk menyeberang ke Bangkachao. Kapal kecil bermuatan enam penumpang yang dikemudikan seorang ibu dari Tha Pa-Sri Pier membawa kami ke seberang sungai dengan gratis. Hanya pulangnya kami dikenakan ongkos kapal seharga THB 5. Hal menarik yang teramati pagi itu adalah semua pengemudi kapal yang merapat di Tha Pa-Sri Pier adalah wanita, petugas yang membantu kami turun di Pae-Jeab Pier sampai petugas di tempat penyewaan sepeda semuanya wanita...women rock!

Di Pae-Jeab Pier, terdapat tempat penyewaan sepeda seharga THB 40/jam atau THB 100/hari. Kamipun langsung menyewa sepeda dan entah kenapa hari itu kami mendapat harga khusus, THB 90/hari dengan bonus sebotol kecil air minum. Setelah menempatkan si kakak di kursi anak dibonceng bapaknya dan si adik digendong dengan baby carrier di punggung saya, kami mulai menentukan rute. Tujuan pertama adalah Sri Nakhon Khuan Park dilanjutkan dengan Floating Market. 

Pasar terapungnya tidak terlalu istimewa menurut saya, hanya suasana keseluruhan kawasan ini yang menarik, dan terutama karena banyaknya warna hijau yang memanjakan mata kami hari itu. Di tengah belantara beton Bangkok, keberadaan Bangkachao memberikan napas segar bagi warga kotanya, dan wisatawan asing yang ingin lari sejenak dari hingar-bingar kota besar.

Hijaunya Bangkachao Forest Park ditingkahi kicau burung

Kawasan ini paling enak dijelajahi dengan bersepeda

Sri Nakhon Khuan Khan Park yang apik

Ojek sepeda :p

Sudut lain Sri Nakhon Khuan Khan Park

Sri Nakhon Khuan Khan Park

Bagian dari pasar terapung di atas beton :)

Floating Market

Rumah panggung khas Thai

Tiga jam lebih disana rasanya belum cukup untuk menjelajahi dan melihat hal-hal menarik lainnya di pulau hijau ini. Sampai jumpa lagi, Bangkachao..nantikan kedatangan kami kembali!

Monday, 25 January 2016

Dibuang Sayang dari Chiang Rai

Chiang Rai memang belum seterkenal kota tetangganya, yaitu Chiang Mai. Kamipun hanya melewatkan semalam di Chiang Rai sehingga tidak mendapat gambaran lengkap tentang suasana kota di utara Thailand ini. Padahal, tidak berbeda jauh dengan tetangganya, alam propinsi Chiang Rai juga tidak kalah indah. Dari kunjungan singkat di penghujung tahun 2014 lalu, berikut tempat-tempat berkesan yang wajib disambangi di Chiang Rai.

Wat Rong Khun (White Temple)

Wat Rong Khun yang eye-catching dengan latar belakang langit biru

Kuil dengan desain unik dan seluruhnya berwarna putih ini direnovasi oleh seorang seniman kontemporer Chiang Rai dari uang pribadinya dan dibuka untuk umum pada 1997. Wat Rong Khun menjadi tengaran (landmark) kota Chiang Rai dan selalu dipadati wisatawan maupun orang-orang yang berdoa, apalagi tidak dipungut bayaran sama sekali untuk masuk ke tempat ini. Penjelasan lengkap tentang Wat Rong Khun bisa dibaca disini. Yang menarik, pada bangunan kuil ini, di samping gambaran tentang surga, neraka, dan sang Buddha di dindingnya, ada pula pahatan tokoh-tokoh cerita masa kini seperti Spiderman, Hello Kitty, sampai artis ternama seperti Michael Jackson.




Keunikan lain dari kompleks kuil ini adalah toiletnya. Berbeda dengan toilet pada umumnya, pengunjung yang bermaksud menggunakan toilet harus melepas alas kakinya dan menggunakan sandal yang telah disediakan demi alasan kebersihan. Pun jalur masuk dan keluar toilet ditandai dengan pagar pembatas. Sehingga tidak heran kalau area toiletnya benar-benar bersih.

Deretan sandal khusus untuk digunakan dalam kawasan toilet

Doi Tung Royal Villa

Doi Tung Royal Villa ini merupakan bagian dari Doi Tung Royal Development Project (penjelasan lengkap bisa dilihat disini). Villanya sendiri diperuntukkan sebagai tempat tinggal Yang Mulia Srinagarindra, Ibu Suri kerajaan Thailand, semasa hidupnya untuk memonitor kegiatan-kegiatan yang didanai oleh kerajaan di propinsi Chiang Rai. Tiket masuk Doi Tung Royal Villa seharga THB 130, termasuk biaya tiket masuk ke Mae Fah Luang Garden. Sayang, karena keterbatasan waktu, kami hanya bisa masuk kompleks villanya. Kendaraan diparkir jauh dari kawasan Doi Tung dan ada angkutan khusus yang sudah tersedia untuk mengantar pengunjung ke puncak bukit. Kami datang bersamaan dengan diadakannya festival rutin Doi Tung, sehingga kedatangan kami disambut atraksi dan tari-tarian khas daerah yang dinamis dan menarik.



Setelah selesai menonton atraksi, kami melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan. Layaknya tempat yang berkaitan dengan kerajaan, pengunjung diminta berpakaian sopan. Apabila bajunya dianggap kurang sopan, ada tempat penyewaan sarung dan kemeja. Meski villa ini sudah menjadi museum, namun kadang masih berfungsi, maka pengunjung dilarang memotret di semua bagian dalam villa ini. Pengunjung masing-masing diberi alat bantu dengar untuk memahami penjelasan dari pemandu wisata/penerjemah di setiap titik yang telah ditandai. Berikut adalah foto pemandangan dari balkon belakang villa yang sangat indah, benar-benar cocok digunakan sebagai tempat peristirahatan.

Usai mengunjungi villa, kami berhenti sejenak untuk mencicipi kopi Doi Tung yang terkenal. Bagi penggemar kopi, daerah utara Thailand juga dikenal dengan perkebunan kopinya. Khususnya di Chiang Rai, daerah perbatasan dengan Myanmar dan Laos, perkebunan kopi dibudidayakan oleh ketiga negara tersebut untuk menggantikan perkebunan opium yang sebelumnya ada. 


Bangunan villa yang mirip chalet di pegunungan Swiss



Pintu masuk villa yang diukir cantik

Pemandangan spektakuler dari bagian depan villa

Bagian samping villa Doi Tung

Dinding berlapiskan tanaman merambat hijau yang subur di sepanjang jalan menuju villa

Semua produk Doi Tung, mulai dari kopi, kacang-kacangan, sampai aksesoris

 

Ibu penjual kacang-kacangan dan beras

Pohon keramat

Masih dalam kompleks yang sama, ada Mae Fah Luang Garden, taman asri yang dihiasi hamparan bebungaan warna-warni bak taman istana di negeri dongeng. Karena hari sudah menjelang sore, kami terpaksa melewatkan kunjungan ke taman cantik ini, semoga lain waktu ada rezeki lagi untuk melihatnya secara langsung.

Mae Fah Luang Garden

http://www.tatnews.org/wp-content/uploads/2014/12/Mae-Fah-Luang-Garden.jpg
Kredit foto: www.tatnews.org

http://www.doitung.org/uploads/pictures/tourism_mfl_garden-02.jpg
Foto: www.doitung.org

http://www.tatnews.org/wp-content/uploads/2014/01/Mae-Fah-Luang-Garden.jpg
Kredit foto: www.tatnews.org