Thursday, 22 September 2016

Bermain sambil Belajar di Taman Arkeologis Angkor

Siapa yang tidak kenal Angkor Wat? Candi terbesar di kompleks taman arkeologis Angkor, Siem Reap, Kamboja ini dibangun abad ke-12 pada masa pemerintahan raja Suryavarman II. Angkor Wat adalah candi yang paling terkenal dimana pengunjung dapat menyaksikan bukti sejarah kejayaan kerajaan Khmer dan mengikuti kisah peradaban Hindu kuno dalam bentuk gambar yang dipahat di dinding batu (relief).   


Taman Arkeologis Angkor adalah Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO, peninggalan kerajaan Khmer yang berkuasa antara abad ke-9 hingga abad ke-15. Saratnya nilai sejarah di Angkor Wat membuat kami serasa sedang mengikuti pelajaran sejarah, sedangkan bagi si sulung, pengalaman mencari dan menebak gambar aneka makhluk hidup yang banyak terdapat di relief dinding candi menjadi hiburan istimewa. 

Pemandangan tanah coklat dan gersang mendominasi perjalanan kami dari bandara internasional Siem Reap menuju kawasan Angkor Wat. Anak-anak begitu senang menumpang tuk-tuk, sejenis bendi beroda dua yang ditarik sepeda motor, kendaraan yang lazim ditemui di Kamboja. Keduanya duduk santai di pangkuan sambil melihat kawanan sapi dan kerbau di sepanjang jalan dalam terpaan angin musim kemarau yang kering. 

Berlibur bersama anak-anak ke tempat seperti Angkor Wat bukanlah hal biasa, namun kedua balita kami ternyata sangat menikmatinya. Tak disangka, selama empat hari disana, kami kerap bertemu keluarga lain yang membawa anak-anak kecil dan balita, padahal kompleks Angkor bukanlah surga bagi anak-anak semacam Disneyland yang dipenuhi aneka wahana hiburan menarik. Lalu, apa saja kegiatan yang dapat dilakukan anak-anak selama berada disini? 

Bermain tebak gambar
Jika anak-anak sudah mengenal aneka bentuk benda dan makhluk hidup, Angkor Wat dan Bayon dapat menjadi tempat bermain yang seru. Relief di keempat sisi dinding Angkor Wat diantaranya berkisah tentang perang Kurusetra antara Pandawa dan Kurawa yang terkenal dalam epik India, Mahabharata. Rangkaian kisah para dewa dalam agama Hindu tersebut dipahat dengan sangat indah dan detil sepanjang 800 meter. Sedangkan di Bayon, relief candinya berkisah tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Khmer dan jumlahnya lebih bersahabat untuk anak-anak sehingga mereka tidak sempat merasa bosan diajak berkeliling. Seperti pada salah satu sore yang kami lewatkan di Bayon, David berseru saat ia menemukan gambar serombongan orang, gajah, ikan, udang, dan hewan laut lainnya pada relief di salah satu sisi bangunan, senangnya bukan main.   

Bertemu kawanan binatang
Hutan kecil yang melingkupi Taman Arkeologis Angkor adalah rumah bagi kawanan babi dan monyet. Belum lagi kawanan gajah yang membawa pengunjung naik turun Bakhaeng Hill, tempat untuk melihat matahari terbenam, ataupun berkeliling dari satu candi ke candi lainnya. Memasuki kawasan Angkor Thom, dimana terdapat candi Bayon, Royal Palace, dan Terrace of the Elephants, anak-anak terpukau menyaksikan beberapa ekor gajah sekaligus yang sedang melintas tidak jauh dari tuktuk yang kami tumpangi atau ikut mengantri menunggu giliran melewati gerbang Angkor Thom yang sempit. Masih di Bayon, beberapa ekor angsa juga terlihat sedang berkeliaran, membuat si kecil gemas ingin mengejarnya. 

Menjadi petualang kecil
Di kompleks candi Preah Khan dan Ta Phrom, David terheran-heran melihat akar pohon raksasa membelit bangunan candi. Di lain waktu, ia akan sibuk menghitung patung-patung yang ia lihat, meminjam kamera poket untuk memotret objek yang ia suka, melompati batu-batu pijakan, atau memungut batu-batu kecil yang ia temukan. Sementara adiknya yang baru bisa berjalan, sibuk dengan kegiatan panjat memanjat dimanapun ia menemukan undakan. 

Liburan kami di Angkor usai sudah, namun kenangan menumpang tuk-tuk, melihat gajah, dan pohon raksasa masih lekat dalam ingatan si kecil. Catatan perjalanan itu saya simpan rapi untuk saya ceritakan suatu hari tentang serunya pengalaman mereka menjelajahi bukti peradaban manusia di masa lalu.

No comments:

Post a Comment