Mengingat kembali masa-masa sewaktu David baru lahir, urusan tidur memang jadi hal yang paling sering jadi topik bahasan kami berdua. Pengalaman kami dengan urusan tidur bayi ini pernah saya tulis di
sini.
Begitu David berusia 7,5 bulan, ia sudah pintar tidur sepanjang malam dan memberikan kesempatan pada saya beristirahat. Kemewahan ini berjalan selama beberapa minggu sampai saat David mulai pintar berdiri di boksnya tapi belum bisa kembali duduk atau berbaring. Jadi beberapa kali ia terbangun, langsung berdiri, menangis, dan tidak bisa tidur kembali karena tidak tahu caranya duduk. Ini saya ketahui ketika suatu malam, ia terbangun dan mulai menangis. Seperti biasa, saya tidak langsung menghampirinya karena tangisannya pun timbul tenggelam sampai satu saat, tangisannya tidak terdengar lagi. Begitu ditengok, ternyata si bocah dalam posisi duduk tertidur sambil memegang kisi-kisi boksnya :). Sejak saat itu, kami mulai mengajarinya untuk duduk dari posisi berdiri dengan harapan ia bisa kembali tidur sendiri ketika terbangun di malam hari dan langsung berdiri. Ketika satu tantangan bisa diatasi, muncul lagi tantangan lain. Selesai dengan urusan duduk dan berdiri ini, David yang masih sekamar dengan kami seringkali terbangun sesaat ketika kami masuk kamar untuk tidur. Dari situ, kami beranggapan bahwa sudah saatnya ia pindah ke kamarnya sendiri agar tidurnya lebih nyenyak tanpa harus terganggu suara yang kami timbulkan ketika keluar masuk kamar tidur.
Saat usianya genap 10 bulan, David mulai tidur sendiri di kamarnya dan bisa ditebak, David dapat tidur nyenyak tanpa gangguan dan kamipun bebas keluar masuk kamar tanpa membuat David terbangun. Di usia ini, secara umum ia sudah pintar tidur sepanjang malam, namun tentu saja ada malam-malam dimana ia terbangun saat dini hari. Pemahaman saya dan suami yang berbeda tentang tidur ini memang membuat kami banyak berdebat tentang apa yang harus dilakukan ketika David bangun. Menurut pemahaman suami, karena pada dasarnya David sudah bisa tidur malam dan sudah makan MPASI, maka ketika ia terbangun di malam hari tidak berarti ia lapar, bisa saja ia hanya perlu ditenangkan tanpa perlu disusui. Sementara saya sendiri, jika David terbangun, agar kami bisa tidur kembali, saya terbiasa menyusuinya,
win-win solution untuk kami berdua kan? Jalan tengah yang kemudian diambil, ketika David bangun, maka selalu bapaknya yang bangun dan menenangkannya. Cara ini sangat efektif, sesuai dengan saran yang ditulis di buku-buku tentang bayi, karena si ayah yang datang, perlahan bayi tahu bahwa ia tidak akan mendapat susu. Dari situ, bayi belajar mengasosiasikan bahwa malam hari adalah waktunya tidur, bukan waktunya makan. David hampir selalu bisa tertidur lagi sampai pagi setelah ditenangkan bapaknya beberapa saat dan di saat lain, kerap kami mendengar ia menangis beberapa detik sebelum kembali tertidur sendiri.
Ketika pola tidurnya sudah mulai stabil selama kurang lebih sebulan, kami mulai sering bepergian lagi, dan otomatis pola tidurnya ikut berubah. Menidurkan David kembali menjadi tantangan pada usia 12-18 bulan, dan
sleep training kami ulang setiap kali pulang dari bepergian karena pada saat di luar rumah sulit sekali mengharapkan David dengan pola tidurnya yang ideal. Di rentang usia ini, dalam kondisi normal, yaitu kami sedang berada di rumah dan suami tidak sedang dinas luar, ritual menidurkan David bisa dibilang mendekati gambaran ideal di buku-buku
parenting yang membahas tidur bayi. Setelah disusui sambil dibacakan do'a pengantar tidur, saya atau suami akan meletakkannya di boks, mengucapkan selamat tidur, dan meninggalkannya dalam kondisi belum tidur. Beberapa saat kemudian, ia akan tertidur sendiri. Namun ketika pulang bepergian, lain lagi ceritanya. Kalau sedang tidak beruntung, butuh waktu menemani si kecil sampai ia benar-benar tidur, bisa 10, 15, 20 menit, atau bahkan 1 jam di malam-malam yang cukup menantang.
Sewaktu usianya 18 bulan, David
disapih dan ternyata cukup berpengaruh pada pola tidurnya. Ia bangun sekitar jam 6-7 pagi dari yang sebelumnya jam 5 pagi. Tidur siangnyapun menjadi lebih nyenyak dan lama, berkisar antara 1,5-2 jam dari yang sebelumnya maksimal 1 jam saja. Usia 18-21 bulan adalah kondisi yang paling ideal bagi saya. Selain
sleep training yang hanya membutuhkan waktu singkat (2-4 hari) sepulang dari bepergian, menidurkan David sangatlah mudah. Tinggal dipeluk sambil dido'akan, kemudian saya letakkan David diboksnya dalam kondisi sadar. Ia akan melihat saya keluar kamar tanpa menangis sedikitpun, berceloteh sepeninggal saya, kemudian tidur. Kemudian terjadi perubahan situasi lagi yang membuat David kembali tidur bersama kami selama beberapa waktu karena kakek neneknya datang berkunjung. Setelah mereka pulang dan David kembali tidur di kamarnya,
sleep training dimulai lagi. Uniknya, kali ini situasinya terbalik dan kami juga tidak tahu alasan kenapa David lebih mudah ditidurkan oleh bapaknya dibandingkan oleh saya. Sekarang di usianya yang sudah 2 tahun, hanya bapaknya yang bisa menidurkan David dan meninggalkannya keluar kamar dalam keadaan belum tidur, seringkali ia malah beryanyi atau berceloteh -biasanya proses menidurkan itu cuma berlangsung tidak lebih dari 5 menit dan saya hanya bisa memandang iri- sementara jika saya yang melakukan itu, ia akan segera menangis dan memanggil-manggil saya untuk menemaninya tidur. Jadi, sampai hari ini bapaknyalah yang bertugas menidurkan David sementara jika ia harus tugas ke luar kota, saya menidurkannya dengan cara menemaninya sampai tidur karena ia akan protes keras bila saya meninggalkannya dalam kondisi sadar. Sekarang, hampir jarang ia terbangun di malam hari. Pagi hari, ia terbiasa bangun antara jam 6-7, dan sudah pintar bermain sendiri sampai kami menghampirinya sekitar jam 7 pagi.
Sebenarnya, kalau mendengar cerita dari sesama orangtua lain, ada anak yang memang mudah dalam urusan tidur dan sudah pintar tidur sepanjang malam sedari bayi. Ada pula yang masih sering terbangun beberapa kali dalam semalam seperti layaknya bayi dan balita. Di keluarga kecil kami, perbedaan latar belakang budaya dan kebiasaan membuat banyak hal, diantaranya urusan tidur anak pun menjadi hal penting. Tapi, pada akhirnya saya mengakui kalau "
happy and well-rested mom makes happy baby" karena saya mendapat banyak manfaat dari usaha kami bersama mengatur pola tidurnya David.
Pengalaman pribadi selama dua tahun terakhir membuat saya belajar banyak hal baru, yaitu:
1.
Sleep training ternyata perlu dilakukan
berulang kali dan bukan hanya satu kali, apalagi kami termasuk sering bepergian dan relatif sering menerima tamu menginap di rumah sehingga David kerap bermigrasi tidur bersama kami selama masa tinggal si tamu. Setiap kali terjadi perubahan yang mempengaruhi pola dan suasana tidur bayi, setiap kali itu pula,
sleep training kembali diterapkan, kecuali kalau pola dan suasana tidur dapat dipertahankan dengan stabil.
2. Untuk melatih anak agar pintar tidur, peran ibu saja tidak cukup. Dalam pengalaman kami,
komitmen dan keterlibatan bapaknya untuk terlibat langsung sangat membantu proses latihan tidur David. Meskipun ia harus bekerja esok paginya, ia secara sukarela menenangkan David yang terkadang bangun dini hari.
3.
Ritual sebelum tidur wajib hukumnya untuk David, mulai dari membaca buku cerita bersama-sama, minum susu, menggosok gigi, berdoa, dan kemudian tidur. Walaupun begitu, sampai sekarang masih menjadi misteri besar mengapa meski dengan ritual yang sama, David akan menangis keras jika saya meninggalkannya, sementara dengan bapaknya, David begitu terlatih untuk tertidur dengan sendiri tanpa tangisan sedikitpun.
4. Membawanya
bermain/berada di alam terbuka pada pagi dan sore hari selama 1-2 jam membuat proses menidurkan David menjadi lebih mudah.
5. Meskipun sebagian orang sudah memisahkan kamar si kecil sejak lahir, kami menunggu sampai David menunjukkan
kesiapan untuk bisa tidur sendiri di kamarnya.
6. Saya yang cukup tidur lebih bisa mengontrol diri dan ekstra sabar dalam menghadapi tingkah laku si kecil dan ini sangat penting menurut kami. Selain itu kami juga punya waktu santai lebih banyak di malam hari setelah David tidur.
Tantangan berikutnya yang tampak di depan mata adalah "bagaimana pola tidur si balita 2+?" Atau adakah yang mau berbagi pengalaman menarik seputar pola tidur balita 2+?