Akhir pekan panjang alias long weekend minggu lalu kami mengunjungi Kanchanaburi. Tujuan ini sekaligus nostalgia buat kami karena pertama kalinya kami kesini tiga tahun lalu, si sulung baru berusia 17 hari. Naik kereta ekonomi hampir 3,5 jam dan akibatnya si bayi susah tidur malamnya karena kembung, duuh..kalau ingat itu, rasanya berdosa sekali :(. Pada kunjungan pertama dulu, kami hanya menghabiskan waktu di sekitar sungai Kwai karena kebetulan penginapan kami berlokasi dekat jembatan historis yang menjadi ikon Kanchanaburi. Kali ini, kami memilih menginap di Sai Yok, kurang lebih 50 kilometer dari Kanchanaburi, di tepi sungai Kwai Noi.
Setelah lima jam perjalanan dari Bangkok, akhirnya sampai juga kami di Sai Yok. Teorinya, waktu tempuh ke Kanchanaburi itu kurang lebih dua setengah jam, namun dengan acara berhenti untuk makan siang, toilet, dan istirahat plus nyasar karena navigator lupa tugasnya :p, waktu tempuh kami jadi dua kali lipatnya.
Air terjun Erawan menjadi tujuan pertama kami. Erawan Falls ini mempunyai tujuh undak air terjun sepanjang 2,1 kilometer dan merupakan bagian dari Taman Nasional Erawan seluas 550 km2 yang diresmikan pada Juni 1975 sebagai Taman Nasional Thailand yang keduabelas. Jaraknya dari Kanchanaburi sekitar 70 km, sementara dari Sai Yok kurang lebih 45 menit berkendara tanpa nyasar (lupa berapa kilometer pastinya).
Tiket masuk kawasan taman nasional adalah THB 100 bagi orang Thai dan pengunjung yang berdomisili di Thailand, sedangkan bagi wisatawan asing dikenakan tiket masuk THB 300. Di dalam kawasan Taman Nasional ini terdapat berbagai macam akomodasi, mulai dari tenda, dorm, sampai bungalow, dengan semua peralatan tersedia untuk disewakan. Hari Minggu itu kawasan Taman Nasional relatif lebih ramai dari biasanya sehingga area parkir ditambah. Kami mendapat tempat parkir di dalam kawasan taman nasional, tidak jauh dari area perkemahan, lumayan, mengurangi jarak berjalan kaki ke air terjun :). Saya sempat tertegun ketika sedang berjalan, tiba-tiba ada seekor babi hutan sedang berjalan di antara kemah-kemah, tampaknya ia tidak takut dengan manusia, cuek saja mengendus sana-sini mencari sesuatu untuk dimakan. Beberapa kali keluar masuk taman nasional, baru kali ini saya melihat penampakan babi hutan dari dekat, yang meski terlihat jinak, tapi tetap saja bikin deg-degan ketika ia berjalan ke arah saya.
Di lingkungan taman nasional terdapat mobil listrik yang dapat dinaiki dengan tiket THB 30 per orang untuk mengantar pengunjung ke titik awal trekking menuju air terjun. Rute dari air terjun pertama sampai keempat relatif landai dan cukup mudah. Bahkan, saya sempat melihat beberapa pengunjung perempuan dengan sepatu berhak menguji kelihaiannya meniti jalan setapak menuju air terjun...hebat! Kami sendiri berhasil mencapai air terjun kelima dan tinggal 300 meter lagi menuju air terjun keenam, namun karena jalan setapak sebelumnya cukup curam dan licin, apalagi masing-masing menggendong anak, kami memutuskan untuk tidak meneruskan perjalanan. Biarlah dua air terjun terakhir disimpan untuk kunjungan lain waktu, In Shaa Allah.
Pengunjung umumnya memenuhi air terjun di undak kedua yang relatif luas dan undak keempat untuk berenang-renang di air tawar yang jernih menyegarkan bersama sekelompok ikan-ikan...wow!
|
Si babi hutan yang nyasar ke area perkemahan |
|
The trekkers |
|
Suasana air terjun di undak keempat |
|
Berenang dengan ikan-ikan di air terjun undak keempat |
|
Suasana ramai di air terjun undak kedua, yang paling dekat, paling luas sekaligus paling ramai |
Hari berikutnya, kami meninggalkan Sai Yok menuju Kanchanaburi dalam perjalanan pulang ke Bangkok. Setibanya di Kanchanaburi, tujuan utama adalah menorehkan kembali jejak kaki di jembatan sungai Kwai sekaligus menunggu kereta melintas di jembatan historis dari masa Perang Dunia II tersebut.
|
Inilah kereta historis itu , jurusan Bangkok - Namtok |
|
Panorama sungai Kwai |
|
The Bridge over River Kwai yang terkenal |
Sayang, waktu yang terbatas tidak memungkinkan kami menapaki lembaran sejarah yang paling penting dan wajib dilakukan di Kanchanaburi, yaitu menaiki kereta menuju Namtok yang melintasi Death Railway dan mengunjungi Hellfire Pass Memorial Museum, bagian tidak terpisahkan dari sejarah pada masa Perang Dunia II ketika tentara Jepang mengerahkan tenaga kerja Asian dan tawanan perang untuk membangun jalan kereta api sepanjang kurang lebih 400 km dari Thailand ke Myanmar (Burma pada masa itu). Sampai jumpa lagi, Kanchanaburi...