Seperti pada umumnya ibu baru, sempat terlintas sedikit perasaan khawatir ketika harus bepergian dengan membawa bayi untuk pertama kalinya.
Ketika usianya 17 hari, si kecil 'terpaksa' naik kereta ekonomi selama kurang lebih 3,5 jam dari Bangkok ke Kanchanaburi yang mengakibatkan ia mengalami kolik pada malam sesampainya kami disana. Dibilang terpaksa karena adanya kesalahan informasi yang kami terima mengenai jenis moda transportasi ke Kanchanaburi. Alhamdulillah, keesokan harinya kondisinya membaik sehingga kami bisa menikmati liburan dengan perasaan tenang. Perjalanan pulang kembali ke Bangkok dengan bis antar kota dilewati dengan baik tanpa kendala yang berarti dan liburan perdana kami dengan si kecil di Kanchanaburi juga menyenangkan.
Dengan hanya bermodalkan tips sederhana dari dokter anak kami yaitu jika bayi muda (
infant) rewel selama perjalanan, peluk dan susui si bayi, sayapun cukup percaya diri membawa si kecil terbang ke Indonesia di usianya yang baru menginjak enam minggu. Beruntung, perjalanan perdana kami berdua dengan pesawat terbang ini, dengan satu kali transit di Singapura, juga ditemani oleh ibu saya tercinta.
Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Saya dapat menyusui si kecil yang terikat sabuk pengaman dengan nyaman meskipun baru pertama kali mencoba, dan berkat
nursing apron plus
nursing t-shirt yang saya kenakan, kegiatan menyusuipun aman nyaman dan saya bisa mengobrol tanpa canggung dengan pria asing yang duduk di sebelah. Meskipun si kecil tidak banyak tidur, ia sangat tenang selama berada di bassinet dan di pangkuan saya. Tampaknya ia dapat menikmati perjalanan udara pertamanya.
Dari bandar udara Soekarno-Hatta, kami menginap satu malam di Jakarta dan keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan dengan
shuttle ke Bandung selama kurang lebih 4 jam karena macet. Lagi-lagi si kecil pun tenang dan tidak menangis barang sedikitpun. Barang bawaan kamipun termasuk sedikit, hanya satu buah
baby bag untuk semua keperluan si kecil sampai membuat tante saya terkagum-kagum mengingat bahwa kami bepergian dengan bayi. Di usianya yang kesembilan minggu, yaitu ketika kami kembali ke Bangkok, si kecil sudah mencoba moda transportasi kereta ekonomi,
skytrain, bus, pesawat terbang,
shuttle bus,
shuttle boat, tuk tuk, dan angkutan kota.
Tonggak penting dalam cerita perjalanan dengan si kecil adalah ketika kami harus terbang ke Perancis untuk menghadiri acara keluarga pada bulan Agustus 2012, tepatnya 20 Agustus 2012. Pada saat itu usianya baru 3 bulan 1 minggu. Penerbangan malam hari selama 8 jam dari Bangkok ke Kairo berjalan mulus, dimana si kecil tidur nyenyak dan bangun 2 jam sebelum mendarat di Kairo. Oiya, ada hal ganjil yang saya alami pada perjalanan kali ini. Maskapai penerbangan yang kami tumpangi ini sukses membuat dahi kami berkerut karena: 1) tidak memberikan sabuk pengaman untuk bayi dan permintaan kami dijawab dengan santai oleh pramugaranya "oh, tidak perlu. Pegang saja bayinya erat-erat" ????????????????, 2) beberapa detik setelah mendarat, pramugarinya langsung melepas sabuk pengaman dan langsung berdiri, 3) pramugari bukannya memastikan bahwa koper/tas tersimpan dengan rapi di kompartemen atas tapi kami melihat salah seorang pramugari memasukkan barang di kompartemen yang sudah penuh dan menutup pintu kompartemennya dengan paksa. Lha, kalau pintunya dibuka dan tas/kopernya jatuh menimpa kepala penumpang bagaimana?, 4) pramugarinya tidak menegur ketika ada satu orang penumpang di sebelah kami yang menyalakan ponsel begitu roda pesawat menyentuh landasan. Rasanya cukup sekali saja menggunakan maskapai ini. Di bandar udara internasional Kairo kami harus menunggu selama 4 jam dan kesan pertama saya terhadap bandara ini buruk. Pertama, kami melewati
screening machine yang dijaga oleh dua orang petugas. Kedua petugas ini dengan santainya merokok di dalam ruang ber-AC dan jelas-jelas terpampang papan bertulisan besar di dinding belakang mereka "NO SMOKING". Konyol bukan? Kedua,
prayer room di bandara ini sangat menyedihkan karena kotor dan ruangan tempat shalat berubah fungsi menjadi tempat tidur penumpang transit yang akan melanjutkan perjalanan ke Afrika. Lebih parahnya, bagian shalat untuk wanitapun dikuasai oleh pria-pria yang tidur sembarangan. Ketiga, fasilitas tempat duduk di dalam gedung bandara sangat sangat minim. Selama masa transit ini, si kecil tidur nyenyak sehingga ketika di pesawat, ia hanya tidur sebentar dan sempat menangis karena mengantuk beberapa saat sebelum mendarat di bandara Charles de Gaulle Paris.
Karena tempat duduk kami berada di belakang kelas bisnis, maka kamipun termasuk yang keluar lebih awal dari pesawat. Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba seorang petugas memanggil dan menanyakan apakah kami penumpang kelas bisnis. Tentu saja kami jawab bukan, namun petugas tersebut tetap menyerahkan dua buah kartu berwarna ungu. Sebenarnya kartu ini hanya berlaku untuk penumpang kelas bisnis dari semua maskapai dan
premium voyager Air France. Jadi, kali ini kami beruntung karena dengan
pass tersebut, kami tidak perlu mengantri panjang di imigrasi dan terpisah antrian pula antara saya dan suami.
Sesampainya di Paris, petualangan belum berakhir. Setelah menggunakan fasilitas ruang ganti bayi di terminal 1, kami menumpang kereta CDGVAL menuju terminal 2, dimana TGV yang akan membawa kami ke stasiun St. Pierre-des-Corps menanti. Perjalanan selama 1,5 jam ini yang cukup menantang, mengingat si kecil sudah cukup lelah. Dua puluh menit menjelang ketibaan di St.Pierre-des-Corps si kecil menangis karena kelelahan. Kebetulan kami duduk di gerbong
1st class dan tertulis
voiture silence atau dilarang berisik sehingga saya dan suami harus bergantian keluar agar tidak mengganggu penumpang yang lain dan berdiri di ruang antara dua gerbong untuk menenangkan si kecil. Akhirnya, setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 29 jam dari pintu ke pintu, kamipun sampai di tempat tujuan dan lega karena si kecil bersikap manis selama perjalanan panjang pertamanya,
good baby boy!
Liburan kami selama tiga minggu di Perancis berjalan lancar dan menyenangkan. Si kecil juga menikmati perjalanan darat yang kami lakukan selama disana, kendalanya muncul pada saat kami sedang melaju sementara si kecil lapar dan beberapa kali kejadian dimana kami harus membiarkan ia menangis beberapa saat sebelum menemukan tempat parkir untuk berhenti.
Pada mulanya saya agak khawatir untuk perjalanan kembali ke Bangkok karena dari pengalaman teman/saudara, pelayanan maskapai Eropa jauh dibawah maskapai Asia atau Timur Tengah. Saya pribadi, belum pernah -dan jangan sampai- mempunyai pengalaman buruk dengan maskapai-maskapai tersebut. Kekhawatiran saya tidak terbukti. Awak pesawat yang kami tumpangi begitu ramah dan perhatian terhadap keperluan bayi kami. Selama 11 jam perjalanan dari Paris ke Bangkok, si kecil tertidur hampir selama setengah perjalanan dan sisanya ia bermain di bassinetnya.
|
Si bayi petualang :). |
|
Di usia 5 bulan 1 hari, kami pulang lagi ke Indonesia, kali ini hanya saya berdua dengan si kecil. Perjalanan selama kurang lebih 3 jam lancar tanpa kendala berarti. Di Indonesia, si kecil kami bawa ke Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Pada kunjungannya kali ini, si kecil mencoba moda transportasi baru, yaitu becak di Bandung dan Yogyakarta.
Petualangan si kecil masih terus berlanjut,
insya Allah. Bulan Desember 2012 si kecil akan kembali berpetualang, merasakan musim dingin pertamanya bersama Oma dan Opa dan
insya Allah kembali lagi kesana untuk merasakan musim semi sekaligus merayakan ulang tahunnya yang pertama, dan satu perjalanan mengunjungi Enin dan Kakek diantaranya.
Jadi, siapa bilang bepergian membawa bayi itu sulit? Selama kondisi fisik si bayi sehat, ijin dari dokter sudah di tangan, tidak perlu ragu untuk berangkat. Yang terpenting, jika orangtua menikmati perjalanannya bersama si kecil, si kecilpun akan mempunyai perasaan yang sama.
Selamat bepergian!